Jumat, 02 Desember 2011

TUGAS MIDLE TEST DOSEN PENGASUH Peradilan di Indonesia A. Ainani Aswad TUGAS MIDLE TEST Oleh: Ahmad Tohayin : 1001110033 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI FAKULTAS SYARIAH JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH BANJARMASIN 2011 KATA PENGANTAR بسم الله الرّ حمن الرّ حيم Pujian dan sanjungan hanya milik Allah, semoga selalu terpatri kokoh di dalam relung hati ini. Tak rapuh terkikis waktu, tak goyah diterpa zaman dan tak layu dihunjam godaan. Shalawat serta salam semoga tak pernah putus dan selalu mengalir keharibaan junjungan Nabi besar Muhamad saw, sahabat, keluarga, serta pengikut beliau hingga hari kiamat. Amin Alhamdulillah dalam kesempatan ini kami berhasil menyelesaikan sebuah makalah dalam rangka memenuhi tugas yang menjadi syarat penilaian midle test. Segala kemampuan kami curahkan demi terciptanya sebuah karya tulis sederhana ini. Permohonan maaf kami sampaikan kepada dosen pengempu mata kuliah Peradilan di Indonesia bapak Ahmad Ainani Aswad, jika di dalam karya tulis kami ini terdapat sesuatu yang kurang berkenan, baik dari segi bahasa, penyajian, atau pun yang lainnya. Akhirnya, semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. amin Banjarmasin, 27 November 2011 Ahmad Tohayin DAFTAR ISI COVER....................................................................................................................1 KATA PENGANTAR.............................................................................................2 DAFTAR ISI............................................................................................................3 BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................4 BAB II : PEMBAHASAN a. Fungsi peradilan di masa lampau..............................................5 b. Fungsi peradilan di masa sekarang............................................5 c. Perbedaan fungsi antara pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan tata usaha negara, pengadilan militer, pengadilan tipikor dan pengadilan konstitusi...............................................7 d. Latarbelakang munculnya pemilahan antar pengadilan..........11 e. Aturan UUD 1945 mengenai peradilan...................................14 BAB III : PENUTUP Kesimpulan..................................................................................17 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sehubungan dengan adanya midle test yang berbentuk tugas pembuatan makalah, maka kami berusaha untuk menyelesaikannya dengan cara mengkaji dan menelaah beberapa literatur. Pembahasan demi pembahasan kami coba uraikan dengan seksama, sesuai dengan kemampuan kami dalam memahami literatur yang kami jadikan sebagai referensi. B. Rumusan masalah Adapun hal-hal yang akan kami ulas dalam makalah ini tidak lepas dari pembahasan-pembahasan yang telah ditentukan. Pembahasan-pembahasan tersebut adalah: 1. Fungsi peradilan di masa lampau 2. Fungsi peradilan di masa sekarang 3. Perbedaan fungsi antara pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan tata usaha negara, pengadilan militer, pengadilan tipikor dan pengadilan konstitusi 4. Latarbelakang munculnya pemilahan antar pengadilan 5. Aturan UUD 1945 mengenai peradilan BAB II PEMBAHASAN A. FUNGSI PERADILAN DI MASA LAMPAU Pada masa penjajahan Belanda, peradilan yang diterapkan dibumbui dengan kepentingan Belanda, sehingga pada saat itu aturan-aturan yang ada di peradilan diatur oleh peraturan perundang-undangan Kompeni. Mengenai peraturan-peraturan yang belum ditetapkan oleh belanda, hukum adatlah yang dijadikan sebagai sumber rujukan. Pada masa kerajaan Mataram, pengadilan digolongkan menjadi dua jenis, yaitu Pradata dan Padu. Pengadilan pradata melaksananakan pengadilan terhadap perkara-perkara yang berat seperti pembunuhan, pembakaran, dan sebagainya yang diancam dengan pidana siksaan atau pidana mati. Di luar kota Mataram dan di daerah-daerah taklukan, peradilan untuk perkara-perkara kecil yang tidak diancam dengan siksaan atau pidana mati dilakukan oleh pengadilan padu. Setelah menyimak gambaran singkat mengenai sejarah peradilan, dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi peradilan pada masa itu adalah menangani dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjurus kepada arah kriminal melalui proses pengadilan . B. FUNGSI PERADILAN DI MASA SEKARANG Peradilan yang ada pada saat ini lebih terorganisasi secara baik, ada beberapa tingkatan di dalamnya, sehingga penanganan perkara dalam peradilan tersebut dapat teroptimalisasikan. Adapun tingkatan-tingkatan yang terdapat di ranah peradilan adalah: 1. Peradilan Tingkat Pertama Fungsinya adalah memeriksa sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh keluarga atau kuasa tersangka pada ketua pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. 2. Peradilan Tingkat Kedua (banding) Fungsi peradilan tingkat kedua adalah sebagai berikut: a. Menjadi pimpinan bagi peradilan-peradilan negeri di daerah hukumnya. b. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di daerah hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan seksama dan sewajarnya. c. Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di daerah hukumnya. d. Untuk kepentingan negara dan keadilan, pengadilan tinggi dapat memberikan peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada pengadilan negeri di daerah hukumnya. 3. Mahkamah Agung Mahkamah agung sebagai pengadilan negara tertinggi, berkedudkan di Ibu Kota Negara RI atau di lain tempat yang ditetapkan oleh Presiden. Fungsi Mahkamah Agung adalah sebagai berikut: a. Sebagai puncak semua peradilan dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan dan memimpin pengdilan-pengadilan yang bersangkutan. b. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan disemua lingkungan peradilan di Indonesia dan menjaga supaya peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya. c. Mengawasi dengan cermat perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan. d. Untuk kepentingan negara dan keadilan, Mahkamah Agung memberikan peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri, maupun dengan surat edaran. Berdasarkan penjelasan di atas, fungsi peradilan yang ada pada saat ini ternyata sama dengan peradilan terdahulu, yaitu melaksanakan proses mencari keadilan melalui pengadilan. Adapun yang menjadi perbedaan antara peradilan saat ini dengan peradilan terdahulu ialah mekanisme yang di gunakan untuk menangani perkara . C. PERBEDAAN FUNGSI ANTARA PENGADILAN UMUM, PENGADILAN AGAMA, PENGADILAN TATA USAHA NEGARA, PENGADILAN MILITER, PENGADILAN TIPIKOR DAN PENGADILAN KONSTITUSI 1. PENGADILAN UMUM Fungsi Pengadilan Umum atau Pengadilan Negeri, dijelaskan dalam pasal 50. UU. No.2 Tahun 1986. “Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.” Pasal ini tidak mengalami perubahan meskipun UU. No.2 Tahun 1986 telah mengalami dua kali perubahan . 2. PENGADILAN AGAMA Fungsi Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 UU. No7 Tahun 1989. 1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c. wakaf dan shadaqah. 2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. 3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut . Namun pasal ini mengalami perubahan yang kemudian dimuat dalam pasal 49 UU. No.3 Tahun 2006. Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah . 3. PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Fungsi pengadilan tata usaha negara dituangkan dalam pasal 47 dan pasal 48 UU. No.5 Tahun 1986. Pasal 47 Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Pasal 48 1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia. 2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan . Dua pasal mengenai fungsi pengadilan tata usaha negara ini tidak mengalami perubahan meskipun UU. No.5 Tahun 1986 telah mengalami dua kali perubahan. 4. PENGADILAN MILITER Fungsi pengadilan militer dijelaskan dalam pasal 8 dan pasal 9 UU. No.31 Tahun 1997. Pasal 8 1) Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata. 2) Pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Pasal 9 Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang: 1) Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah: a. Prajurit; b. yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit; c. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang; d. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. 2) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata. 3) Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihakyang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligusmemutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan . 5. PENGADILAN TIPIKOR Fungsi pengadilan TIPIKOR dijelaskan dalam pasal 5, pasal 6 dan pasal 7 UU. No.46 Tahun 2009. Pasal 5 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi. Pasal 6 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara: a. tindak pidana korupsi; b. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau c. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi. Pasal 7 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar wilayah negara Republik Indonesia . 6. PENGADILAN KONSTITUSI Fungsi pengadilan konstitusi atau yang acap kali disebut mahkamah konstitusi dijelaskan dalam pasal 10 UU. No.24 Tahun 2003. Pasal 10 1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: • menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; • memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; • memutus pembubaran partai politik; dan • memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: • pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang. • korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang. • tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. • perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden. • tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 . D. LATARBELAKANG MUNCULNYA PEMILAHAN ANTAR PENGADILAN Sebenarnya panjang riwayat mengenai kemunculan pemilahan antar pengadilan tersebut, tetapi saya di sini akan mengungkapkannya sejak keberlakuan UU. No.19 tahun 1964. Mengenai pemilahan antar pengadilan telah dijelaskan dalam pasal 7, yaitu: 1) Kekuasaan Kehakiman yang berkepribadian Pancasila dan yang menjalankan fungsi Hukum sebagai Pengayoman, dilaksanakan oleh Pengadilan dalam lingkungan: a. Peradilan Umum; b. Peradilan Agama; c. Peradilan Militer; d. Peradilan Tata Usaha Negara. 2) Semua pengadilan berpuncak pada Mahkamah Agung, yang merupakan pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan. 3) Peradilan-peradilan tersebut dalam ayat (1) di atas teknis ada di bawah pimpinan Mahkamah Agung, tetapi organisatoris, administratif dan finansial ada di bawah kekuasaan Departemen Kehakiman, Departemen Agama dan Departemen-departemen dalam lingkungan Angkatan Bersenjata. 4) Ketentuan dalam ayat (1) tetap membuka kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian di luar pengadilan . Pada tahun 1970 undang-undang ini dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan, terlebih mengenai ketentuan pokok-pokok kekuasaan kehakiman. Sehinggga pada tangga 17 Desember diberlakukan UU. No.14 tahun 1970. Adapun pasal yang menjelaskan pemilahan macam-macam peradilan terdapat pada pasal 10. 1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan; a. Peradilan Umum; b. Peradilan Agama; c. Peradilan Militer; d. Peradilan Tata Usaha Negara. 2) Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi. 3) Terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat terakhir oleh Pengadilanpengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, kasasi dapat diminta kepada Mahkamah Agung. 4) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan Pengadilan yang lain, menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Undang-undang. Penjelasan pasal 10 UU. No14 Tahun 1970: 1) Undang-undang ini membedakan antara empat lingkungan peradilan yang masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi Badan-badan Peradilan tingkat pertama dan tingkat banding. Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu, sedangkan Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya mengenai baik perkara perdata, maupun perkara pidana. Perbedaan dalam empat lingkungan peradilan ini, tidak menutup kemungkinan adanya pengkhususan (differensiasi/spesialisasi) dalam masing-masing lingkungan, misalnya dalam Peradilan Umum dapat diadakan pengkhususan berupa Pengadilan lalu lintas, Pengadilan Anak-anak, Pengadilan Ekonomi, dan sebagainya dengan Undang-undang. 2) Cukup jelas. 3) Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir (kasasi) bagi semua lingkungan peradilan. 4) Pengawasan tertinggi terhadap pengadilan dalam semua lingkungan peradilan ditetapkan dalam Undang-undang tersendiri. Rasio untuk menentukan ini, karena adanya aspek-aspek khusus dari masing-masing lingkungan peradilan baik dalam bidang persoalan maupun dalam bidang mengenai orang-orangnya baik dalam hukum material maupun formil, yang diterapkannya. Kesemuanya itu perlu mendapatkan perhatian dari masing-masing Undang-undang yang berlaku . E. ATURAN UUD 1945 MENGENAI PERADILAN Peradilan di dalam UUD 1945 dijelaskan dalam pasal 24 dan pasal 25. Pasal 24 1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan 2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Pasal 24A 1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. 2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. 3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. 4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. 5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. Pasal 24B 1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memilik integritas dan kepribadian yang tidak tercela. 3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang. Pasal 24C 1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan ata pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. 3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. 4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. 5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. 6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. Pasal 25 Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang . Sebelum UUD 1945 mengalami amandemen, memang terjadi pendiskriminasian terhadap sebagian peradilan, peradilan agama misalnya yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung dan Departemen Agama. Hal ini membuat ruang gerak peradilan agama sangat terbatas, karena banyaknya campur tangan dari ke dua pengawas tersebut. Demikian halnya kekuasaan kehakiman pada saat itu yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung dan departemen kehakiman. Demi mewujudkan sistem peradilan yang independen, maka harus ada perubahan mengenai pasal-pasal peradilan. Namun undang-undang tentang peradiloan tidak dapat diubah sebelum mengubah sumber rujukan induk negara Republik Indonesia, yaitu UUD 1945. Hal inilah yang kemudian dilakukan oleh yudikatif untuk menyesuaikan kebutuhan hukum yang diperlukan. Akhirnya penyempurnaan demi penyempurnaan terus dilakukan terhadap UUD 1945. BAB III PENUTUP Kesimpulan Peran peradilan dari dahulu sampai sekarang sebenarnya tidak ada perubahan, hanya mekanismenya saja yang selalu berubah-ubah. Hal ini disebabkan karena kebutuhan masyarakat akan keadilan sangat besar dan selalu menuntut keseimbangan antara keadaan dan aturan yang dipakai untuk mendapatkan keadilan. Kemudian mengenai tingkatan-tingkatan peradilan juga sudah diatur secara jelas di dalam undang-undang, bahkan pemilahan-pemilahan peradilan pun sudah di laksanakan. Hal ini tidak lain untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat keadilan di negeri ini. Aturan perundang-undangan mengenai peradilan tidak berhenti sampai di sini, suatu saat nanti perubahan pasti akan terjadi kembali, mengingat kebutuhan hukum yang kita rasakan saat ini tidak mungkin akan selalu sama dengan yang dirasakan anak cucu kita kelak. DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum Peradilan Agama Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Undang Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang : Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 1964 Tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang No.14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Effendy, Marwan. Kejaksaan RI: Posisi dari Perspektif Hukum. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 2005 Listyarti, Retno. Setiadi. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar