Sabtu, 19 Mei 2012

akad salam dan aplikasinya dalam perbankan syariah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank syariah merupakan sebuah solusi untuk mendapatkan modal usaha tanpa ada bunga pinjaman. Hal tersebut seakan menjadi pemecah kebuntuan di kalangan ummat Islam indonesia untuk mendapatkan modal usaha tanpa harus terlibat ke dalam riba yang meskipun dalam hal ini masih menjadi khilafiyah. Berangkatnya ummat Islam dari bank konvensional menuju bank syariah membuat bank syariah semakin memperbanyak jenis-jenis transaksi. Transaksi-transaksi tersebutlah yang menjadi fasilitator antara bank syariah bersama-sama nasabah terhindar dari unsur-unsur riba. Dalam kaitan hal ini, transaksi yang digunakan sudah barang tentu tidak terlepas dari aturan-aturan yang terdapat di dalam Islam. B. Rumusan Masalah Di atas telah dipaparkan bahwa bank syariah menggunakan beberapa jenis transaksi untuk memberikan modal kepada nasabahnya. Salah satu transaksi yang dimaksud adalah transaksi bai’ as-salam. Kemudian yang menjadi rumusan masalah di dalam makalah ini adalah “Apa dan bagaimana cara bank syariah mengaplikasikan bai’ as-salam”. BAB II PEMBAHASAN Diantara bukti kesempurnaan agama Islam ialah dibolehkannya jual beli dengan cara salam, yaitu akad pemesanan suatu barang dengan kriteria yang telah disepakati dan dengan pembayaran tunai pada saat akad dilaksanakan. Yang demikian itu, dikarenakan dengan akad ini kedua belah pihak mendapatkan keuntungan tanpa ada unsur tipu-menipu atau ghoror dan untung-untungan (spekulasi). Akad salam adalah akad yang sering digunakan oleh perbankan syari’ah dalam bentuk pertukaran jual beli. Akad ini terjadi ketika bank melakukan pembiayaan kepada sebuah perusahaan manufaktur, petani , atau produsen barang lainnya. Biasanya pembiayaan ini dibatasi jangka waktu yang relative pendek. Bank akan bertindak sebagai pembeli dan produsen sebagai pembeli . A. JUAL BELI SALAM 1. Pengertian Salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran di muka dan penyerahan barang di kemudian hari (advanced payment atau forward buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi, jumlah, kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta dispakati sebelumnya dalam perjanjian. Barang yang diperjualbelikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian dan produk-produk fungible (barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran dan jumlahnya) lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu mulia, lukisan berharga dan lain-lain yang merupakan barang langka tidak dapat dijadikan objek salam. Resiko terhadap barang yang diperjualbelikan masih berada pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak meneliti dan dapat menolak barang yang akan diserahkan tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang disepakati . Adapun pengertian sederhana bai’as-salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka. 2. Landasan Syariah Landasan syariah transaksi bai’as-salam terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Hadits, yaitu:           ... “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya...” (al-Baqarah: 282). Dalam kaitan ayat tersebut, Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan transaksi bai’as-salam. Hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau, “Saya bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya dan diizinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut di atas. Kemudian di dalam al-hadits: مَنْ اَسْلَفَ فِىْ شَيْئٍ فَفِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ اخرجه الائمة الستة “Barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” Dari Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah) 3. Rukun Rukun dari akad salam yang harus dipenuhi dalam transaksi ada beberapa, yaitu: 1) Pelaku akad, yaitu muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan muslam ilaih (penjual) adalah pihak yang memasok atau memproduksi barang pesanan. 2) Objek akad, yaitu barang atau hasil produksi (muslam fiih) dengan spesifikasinya dan harga (tsaman). 3) Shighat, yaitu ijab dan qabul. 4. Syarat Kontrak salam memiliki syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi, yaitu: a. Pembeli harus membayar penuh barang yang dipesan pada saat akad salam dan ditandatangani. Hal ini diperlukan karena jika pembayaran belum penuh, maka akan terjadi perjualan utang dengan utang yang secara ekspilit dilarang. Selain itu, hikmah dibolehkannya salam adalah untuk memenuhi kebutuhan segera dari penjual, jika harga tidak dibayar penuh oleh pembeli, tujuan dasar dari transaksi ini tidak terpenhuhi. Oleh karena itu, semua ahli hukum Islam sepakat bahwa pembayaran penuh di muka pada akad salam adalah perlu. Namun demikian, Imam Malik berpendapat bahwa penjual dapat memberikan kelonggaran dua atau tiga hari kepada pembeli, tetapi hal ini bukan merupakan bagian dari akad. b. Salam hanya dibolehkan untuk jual beli komoditas yang kualitas dan kuantitasnya dapat ditentukan dengan tepat (fungible goods atau dhawat al-anthal). Komoditas yang tidak dapat ditentukan kualitas dan kuantitasnya (termasuk dalam kelompok non-fungible goods atau dhawat al-qeemah) tidak dapat dijual menggunakan akad salam. Contoh: batu mulia tidak dapat diperjualbelikan dengan akad salam karena setiap batu mulia pada umumnya berbeda dengan lainnya dalam kualitas atau dalam ukuran atau dalam berat, dan spesifikasi tepatnya umumnya sulit ditentukan. c. Salam tidak dapat dilakukan untuk jual beli komoditas tertentu atau produk dari lahan pertanian atau peternakan tertentu. Contoh: jika penjual bermaksud memasok gandum dari lahan tertentu atau buah dari pohon tertentu, akad salam tidak sah karena ada kemungkinan bahwa hasil panen dari lahan tertentu atau buah dari pohon tertentu rusak sebelum waktu penyerahan. Hal ini membuka kemungkinan waktu penyerahan yang tidak tentu. Ketentuan yang sama berlaku untuk semua komoditas yang pasokannya tidak tentu. d. Kualitas dari komoditas yang akan dijual dengan akad salam perlu mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan yang dapat menimbulakan perselisihan. Semua yang dapat dirinci harus disebutkan secara ekspilit. e. Ukuran kuantitas dari komoditas perlu disepakati dengan tegas. Jika komoditas tersebut dikuantifikasi dengan berat sesuai kebiasaan dalam perdagangan, beratnya harus ditimbang, dan jika biasa dikuantifikasi dengan diukur, ukuran pastinya harus diketahui. Komoditas yang bisa ditimbang tidak boleh diukur dan sebaliknya. f. Tanggal dan penyerahan barang yang pasti harus ditetapkan dalam kontrak. g. Salam tidak dapat dilakukan untuk barang-barang yang harus diserahkan langsung. Contoh: jika emas yang dibeli ditukar dengan perak, sesuai dengan syariah, penyerahan kedua barang harus dilakukan bersamaan. Sama halnya jika terigu dibarter dengan gandum, penyerahan bersamaan keduanya perlu dilakukan agar jual beli sah secara syariah, sehingga akad salam tidak dapat digunakan. Semua ahli hukum Islam berpendapat sama bahwa akad salam akan menjadi tidak sah jika ketujuh syarat-syarat di atas tidak sepenuhnya dipatuhi, sebab mereka bersandar pada hadits yang menyatakan: “Barang siapa akan melakukan akad salam, dia harus menjalankan salam sesuai dengan ukuran yang ditentukan, berat yang ditentukan, dan tanggal penyerahan barang yang ditentukan.” Namun demikian, terdapat juga syarat-syarat lain yang menjadi titik perbedaan antar madzhab. Syarat-syarat tersebut antara lain: a. Menurut madzhab Hanafi, komoditas yang akan dijual dengan akad salam tetap tersedia di pasar semenjak akad efektif sampai saat penyerahan. b. Menurut madzhab Hanafi dan madzhab Hanbali, waktu penyerahan minimal satu bulan dari tanggal efektif. Imam Malik mendukung pendapat ini, akan tetapi beliau berpendapat bahwa jangka waktunya tidak kurang dari 15 hari . B. JUAL BELI SALAM PARALEL Salam paralel berarti melaksanakan dua transaksi salam antara bank dan nasabah, dan antara bank dengan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya secara simultan. Dewan pengawas syariah rajhi banking dan investment corparation telah menetapkan fatwa yang membolehkan praktik salam paralel dengan syarat pelaksanaan transaksi kedua tidak bergantung pada pelaksanaan akad salam yang pertama. Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam paralel, terutama jika perdagangan dan transaksi semacam itu dilakukan secara terus menerus. Hal demikian diduga akan menjururs kepada riba . C. APLIKASI DALAM PERBANKAN Bai’ as-salam biasanya dipergunakan pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan. Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti padi, jagung dan cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventory, dilakukanlan akad bai’ as-salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada bulog, pedagang pasar induk, atau grosir. Inilah yang dalam perbankan Islam dikenal sebagai salam paralel. Bai’ as-salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan industri, misalnya produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran barang tersebut sudah dikenal umum. Caranya, saat nasabah mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank mereferensikan penggunaan produk tersebut. Hal itu berarti bahwa bank memesan dari pembuat garmen tersebut dan membayarnya pada waktu pengikatan kontrak. Bank kemudian mencari pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah direkomendasikan oleh produsen garmen tersebut. Bila garmen itu telah selesai diproduksi, produk tersebut diantarkan kepada rekanan tersebut. Rekanan kemudian membayar kepada bank, baik secara mengangsur maupun tunai. Contoh kasus: Seorang petani yang memiliki 2 hektar sawah mengajukan pembiayaan sebesar Rp5.000.000,00. Pembiayaan tersebut sudah mencakup ongkos bibit dan upah pekerja. Ia berencana menanami sawahnya dengan bibit jenis IR36 yang bila telah digiling menjadi beras dijual dipasar dengan harga Rp2.000,00 per Kg. Penghasilan yang didapat dari sawahnya biasanya berjumlah 4 ton beras per hektar. Ia akan mengantar beras ini setelah 3 bulan. Bagaimana cara perhitungannya? Jumlah pembiayaan yang diajukan oleh petani sebesar Rp5.000.000,00. Sedangkan harga beras jenis IR36 di pasar Rp.2.000,00 per Kg. Karenanya, bank bisa membeli dari petani sebanyak 2,5 ton (Rp5.000.000,00 dibagi Rp2.000,00 per Kg). Beras tersebut dapat dijual kepada pembeli berikutnya. Setelah melalui negosiasi, bank menjualnya sebesar Rp2.400,00 per Kg, yang berarti total dana yang kembali sebesar Rp6.000.000, (bila dihitung secara umum, bank mendapat keuntungan jual beli, bukan pembungaan uang, sebesar 20% margin). Secara umum aplikasi perbankan bai’ as-salam dapat digambarkan dalam skema berikut ini. Produsen ditunjuk oleh Bank 4.Kirim Pesanan 5.Bayar 3.kirim Dokumen 2.Pemesanan Barang 1.Negosiasi Pesanan Nasabah & Bayar dengan Kriteria Tunai BAB III PENUTUP Kesimpulan Bai’ as-salam adalah jenis transaksi jual beli yang dalam hal ini pembayaran terjadi pada saat akad namun penyerahan barang terjadi dikemudian hari dengan waktu yang telah ditentutan. Transaksi ini memberikan keuntungan baik pada pembeli ataupun penjual. Keuntungan tersebut adalah si pembeli mendapatkan harga yang lebih murah dan si penjual mendapatkan modal untuk membeli barang yang dipesan. Bank syariah menggunakan jenis transaksi jual beli ini untuk memberikan modal kepada nasabah, sehingga bank syariah terhindar dari pembungaan uang seperti yang terjadi pada bank konvensional. Jika bank konvensional menggunakan presentase dari jumlah pinjaman untuk mendapatkan keuntungan, maka bank syariah menggunakan perhitungan laba dari hasil penjualan barang yang sebelumnya telah dilakukan transaksi bai’ as-salam dengan nasabah. DAFTAR PUSTAKA Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2008 Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta. Gema Insani Press, 2001 http://yahya-ibrahim.blogspot.com/2011/09/normal-0-false-false-false-en-us-x- none.html

sengketa wakaf dan penyelesaiannya

KASUS TANAH WAKAF, MAN 5 Didemo Berita Wakaf Selasa, 03 Januari 2012 11:40 Jombang - Kasus dugaan penggelapan tanah wakaf seluas 2806 meter persegi di Jombang terus berlanjut. Menurut salah seorang warga M. Nizar, semula tanah tersebut diwakafkan tahun 1987 untuk Yayasan Pendidikan Baitul Hikmah dan musalla masyarakat desa Plandi kecamatan Jombang, kabupaten Jombang, Jawa Timur. Lalu, tahun 2005 berubah fungsingnya untuk pendidikan Madrasyah Aliyah negeri (MAN 5) Jombang. "Masalahnya adalah perubahan peruntukan itu dilakukan sepihak tanpa melibatkan wakif dan juga izin dari KUA Jombang," katanya. Makanya, puluhan warga Desa Plandi Kecamatan Jombang Kota melakukan aksi demo mendatangi MAN5 Jombang akhir Desember 2011. Sementera itu, dikonfirmasi terkait tuntutan warga tersebut, Kepala MAN 5 Fatoni menolak untuk berkomentar. Pihaknya mengaku tidak tahu persoalan tanah wakaf tersebut. "Saya tidak komentar soal itu," ujarnya kepada sejumlah wartawan. Tak hanya ramai di Jombang, kasus ini juga sudah masuk di meja kerja Badan Wakaf Indonesia (BWI). Menurut divisi Kelembagaan BWI Sholeh Amin, M. Nizar telah menggugat BWI karena BWI telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Perubahan Nazhir dan Perubahan Peruntukan. “Tidak benar MAN 5 melakukan tindakan penggelapan. Semua sudah melalui prosedur yang benar," Kata Sholeh. Menurutnya, M. Nizar itu tidak pada porsi yang benar. Sebab, ikrar wakaf itu terjadi sejak tahun 1987. Dalam ikrar wakaf sudah jelas, nazhirnya adalah Yasin (ketua nazhir) dan peruntukannya adalah Yayasan Pendidikan Baitul Hikmah Plandi, Jombang. "Jadi peruntukannya itu bukan Yayasan Pendidikan Baitul Hikmah Parimono seperti yang dikatakan M. Nizar itu," tandas Sholeh. Yayasan Pendidikan Baitul Hikmah Parimono itu baru berdiri tahun 2010. Sementara Yayasan Pendidikan Baitul Hikmah Plandi sudah ada sejak AIW dibuat tahun 1987. "Silahkan saja menilai, mana yang benar?" ujar Sholeh. Mengapa bisa dikuasai oleh MAN 5 Jombang? "Legalitasnya itu terjadi setelah adanya putusan pergantian nazhir dan pergantian peruntukan dari nazhir perorangan yang diketuai oleh Yasin ke nazhir perorangan yang diketuai oleh Bapak Suryanto," Kata Sholeh. Tak hanya nazhirnya yang berubah, tambah Sholeh, BWI juga menerbitkan SK perubahan peruntukan, dari Yayasan Pendidikan Baitul Hikmah Plandi ke MAN 5 Jombang. Karena tak puas dengan hasil putusan BWI ini, Nizar melayangkan gugatan ke PTUN. "Dan ternyata tanggal 21 Desember kemarin PTUN sudah memutuskan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima," terang Sholeh. Atas putusan ini, Nizar pun tak puas, dan mengajukan banding. Analisis: Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 215jo. pasal 1 (1) PP. No. 28/1997, dikatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Dari pengertian di atas dapat ditarik cakupan wakaf, meliputi: • Harta milik seseorang atau sekelompok orang. • Harta tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai. • Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya. • Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak bisa dihibahkan, diwariskan atau diperjualbelikan . Berdasarkan penjabaran ini, dapat diambil kesimpulan bahwa pihak wakif tidak lagi mempunyai hak atas benda yang diwakafkannya, sehingga jika ada pengalih fungsian benda wakaf tidak perlu mendapat izin dari wakif. Di dalam pasal 40 UU. No. 41/2004 tentang wakaf dijelaskan bahwa harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang: a. Dijadikan jaminan b. Disita c. Dihibahkan d. Dijual e. Diwariskan f. Ditukar; atau g. Dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Namun kemudian ada pengecualian terhadap larangan di atas sebagaimana termaktub pada pasal 41, yaitu: 1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah. 2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. 3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang. kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. 4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah . Di dalam hal pengalih fungsian, KUA tidak mendapatkan porsi ini, sebagaimana dijelaskan di dalam KHI pasal 221, KUA hanya mempunyai peran terhadap pemberhentian dan pengangkatan nadzir, itupun atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat. Adapun sebab-sebab seorang nadzir dapat digantikan, dijelaskan pada pasal 45 UU. No. 41/2004 tentang wakaf, yaitu: 1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan: a. Meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan; b. Bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum; c. Atas permintaan sendiri; d. Tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganyang berlaku; e. Dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia. 3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf . Kesimpulan: 1. MAN5 bukan hasil penggelapan benda wakaf, karena secara hukum MAN5 adalah Lembaga Pendidikan yang sah, yang merupakan hasil pengalih fungsian dari “Yayasan Pendidikan Baitul Hikmah Plandi atau Yayasan Pendidikan Baitul Hikmah Parimono” (ada kesimpang siuran dan bukan ranah analisis kami). 2. Wakif dan KUA tidak terlibat dalam hal pengalih fungsian benda wakaf, dan keputusan BWI bukanlah merupakan keputusan sepihak, melainkan keputusan berdasarkan hukum. 3. Aksi demo yang dilakukan oleh masyarakat membuktikan ketidaktahuan masyarakat perihal wakaf. Seyogyanya penyuluhan mengenai wakaf harus dilakukan demi menghindari adanya kesalah pahaman di kalangangan masyarakat terkait masalah wakaf tentunya.

Selasa, 10 April 2012

persyaratan pendaftaran nikah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan hal terpenting di dalam kehidupan, sehingga mekanisme yang digunakan harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, baik dalam peraturan undang-undangan maupun peraturan yang tertera di dalam norma-norma agama. B. Rumusan Masalah Di dalam makalah sederhana ini, ada beberapa topik yang akan di sajikan sebagai pembahasan, yang dianggap perlu sehingga sangat layak untuk diperbincangkan. Adapun rumusan masalah yang akan dikupas adalah “Bagaimana cara seseorang mendapatkan pernikahan yang sah menurut undang-undang dan sah menurut agama”. BAB II PEMBAHASAN Tata cara atau proses pelaksanaan pencatatan nikah meliputi pemberitahuan kehendak nikah, pemeriksaan nikah, pengumuman kehendak nikah, akad nikah dan penandatanganan akta nikah serta pembuatan kutipan akta nikah. Namun dalam kesempatan ini, kami hanya akan membahas beberapa poin saja dari poin-poin yang telah disebutkan. A. SYARAT PENDAFTARAN NIKAH Adapun syarat-syarat pendaftaran nikah meliputi beberapa bagian, yaitu: 1. Persiapan Pembantu PPN dalam memberikan penasihatan dan bimbingan agar mendorong kepada masyarakat dalam merencanakan perkawinan, hendaknya melakukan persiapan pendahuluan sebagai berikut: a. Masing-masing calon mempelai saling mengadakan penelitian tentang apakah mereka saling mencintai dan apakah kedua orang tua mereka merestui/menyetujui. Ini erat hubungannya dengan surat-surat persetujuan kedua calon mempelai dan surat izin orang tua, agar surat-surat tersebut tidak hanya formalitas. b. Masing-masing berusaha meneliti apakah ada halangan perkawinan baik menurut hukum munakahat maupun menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini untuk mencegah terjadinya penolakan atau pembatalan perkawinan. c. Calon mempelai supaya mempelajari ilmu pengetahuan tentang rumah tangga, hak dan kewajiban suami istri dan sebagainya. d. Dalam rangka meningkatkan kualitas keturunan yang akan dilahirkan, calon mempelai supaya memeriksakan kesehatannya dan kepada calon mempelai wanita diberikan suntikan imunisasi tetanus texoid . 2. Pemberitahuan Kehendak Nikah Setelah persiapan pendahuluan dilakukan secara matang, maka orang yang hendak menikah memberitahukan kehendaknya kepada PPN atau pembantu PPN yang mewilayahi tempat akan dilangsungkannya akad nikah, sekurang-kurangnya sepuluh hari kerja sebelum akad nikah dilangsungkan. Pemberitahuan kehendak nikah dapat dilakukan oleh calon mempelai atau orang tua atau wakilnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan. Adapun surat-surat tersebut ialah: a) Surat keterangn untuk nikah (model N1) b) Surat keterangan asal usul (model N2) c) Surat persetujuan mempelai (model N3) d) Surat keterangan tentang orang tua (model N4) e) Surat izin orang tua (model N5), bagi calon mempelai yang usianya kurang dari 21 tahun. Sesuai dengan pasal 6 ayat 2 s.d 6 UU nomor 1 tahun 1974 . Pasal 6 ayat 2-6 2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. 3) Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. 4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. 5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini. 6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain . f) Surat keterangan kematian suami atau istri (model N6), jika mempelai berstatus janda atau duda karena kematian suami atau istri. g) Akta cerai talak atau cerai gugat atau kutipan buku pendaftaran talak atau cerai, jika mempelai berstatus janda atau duda. h) Surat izin dan dispensasi, bagi calon mempelai yang belum mencapai usia menurut pasal 7 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 . Pasal 7 ayat 1 1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun . i) Surat dispensasi camat bagi pernikahan yang akan dilangsungkan kurang dari 10 hari kerja sejak pengumuman. j) Surat keterangan tidak mampu dari kepala desa bagi yang tidak mampu membayar biaya nikah. k) Surat izin kawin bagi calon mempelai TNI/Polri. l) Surat izin poligami dari PA, jika calon suami masih punya istri. m) Rekomendasi atau pelimpahan nikah, jika calon mempelai wanita berasal dari luar kecamatan. n) Surat izin dari Kedubes, jika calon mempelai pria seorang WNA. o) Pas photo calon mempelai. p) Photo Copy tanda sudah imunisasi (catin wanita). Pembantu PPN yang menerima pemberitahuan kehendak nikah meneliti dan memeriksa calon suami, calon istri dan wali nikah tentang ada atau tidaknya halangan pernikahan, baik dari segi hukum munakahat maupun dari segi peraturan perundang-undangan tentang perkawinan . 3. Pemeriksaaan nikah Pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri dan wali nikah sebaiknya dilakukan secara bersama-sama, tetapi tidak ada halangannya jika pemeriksaan itu dilakukan sendiri-sendiri. Bahkan dalam keadaan yang meragukan, perlu dilakukan pemeriksaan sendiri-sendiri. Pemeriksaan dianggap selesai apabila ketiga-tiganya selesai diperiksa secara benar berdasarkan surat-surat keterangan yang dikeluarkan Kepala Desa/Lurah dan instansi lainnya dan berdasarkan wawancara langsung dengan yang bersangkutan. Apabila pemeriksaan calon suami istri dan wali itu terpaksa dilakukan pada hari-hari yang berlainan, maka kecuali pemeriksaan pada hari pertama, di bawah tanda tangan yang diperiksa halaman 3 model NB ditulis tanggal dan hari pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap calon suami, calon istri dan wali nikah ditulis dalam lembaran daftar pemeriksaan nikah (formulir model NB) ruang II, III dan IV rangkap dua. Hasil pemeriksaan dibacakan kembali dan jika diperlukan diterjemahkan kedalam bahasa yang dimengerti oleh orang yang bersangkutan. Selanjutnya kedua lembar model NB tersebut, pada halaman 3 ditanda tangani oleh yang diperiksa dan pembantu PPN yang memeriksa. Sesuai pemeriksaan, surat-surat keterangan yang diperlukan dikumpulkan menjadi satu dengan lembar model NB kemudian dibuat pengumuman. B. PENGUMUMAN KEHENDAK NIKAH Pembantu PPN mengumumkan kehendak nikah pada papan pengumuman (model NC) setelah persyaratan dipenuhi. Pengumuman dipasang di tempat-tempat yang mudah diketahui umum, seperti di balai desa, masjid, mushalla, terutama di papan pengumuman di depan rumah pembantu PPN. Akad nikah tidak boleh dilaksanakan sebelum lampau 10 hari kerja sejak pengumuman. Kecuali seperti diatur dalam pasal 3 ayat 3 PP No. 9 tahun 1975, yaitu apabila terdapat alasan yang sangat penting, misalnya salah seorang calon mempelai akan segera bertugas ke luar negri, maka dimungkinkan yang bersangkutan memohon dispensasi kepada Camat, selanjutnya Camat atas nama Bupati memberikan dispensasi . Pasal 3 1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada PPN di tempat perkawinan akan dilangsungkan. 2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat 1 dilakukan sekurang-kurangnya 10 hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. 3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat 2 disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh camat atas nama bupati kepala daerah . Dalam kesempatan waktu 10 hari ini, pembantu PPN memberikan nasihat perkawinan kepada calon suami istri tentang hak dan kewajiban suami istri, pentingnya imunisasi TT bagi calon istri serta pentingnya pengamalan kehidupan beragama dalam keluarga. C. AKAD NIKAH DAN PENCATATANNYA (WAKTU) Setelah lewat masa pengumuman, akad nikah dilangsungkan dibawah pengawasan dan di hadapan pembantu PPN kemudian dicatat dalam lembar model NB halaman 4 dan ditanda tangani oleh suami istri, wali nikah dan saksi-saksi serta pembantu PPN yang mengawasinya. Selambat-lambatnya 15 hari setelah dilangsungkannya akad nikah, 1 lembar model NB yang dilampiri surat-surat yang diperlukan dikirimkan kepada pembantu PPN yang mewilayahinya beserta biaya nikah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah model NB tersebut diperiksa dan diteliti, PPN kemudian mencatat dalam akta nikah dan membuat kutipan akta nikahnya rangkap dua. Selanjutnya pembantu PPN menerima dua kutipan akta nikah tersebut dari PPN untuk disampaikan kepada masing-masing suami istri . BAB III PENUTUP a. Kesimpulan Sebelum suatu pernikahan dilangsungkan, calon mempelai harus menyelesaikan administrasi pernikahan yang sesuai dengan prosedur yang berlaku, baik prosedur yang diatur oleh Negara maupun prosedur yang diatur oleh agama, agar pernikahannya dinyatakan sah. Administrasi pernikahan tersebut meliputi: pemberitahuan kehendak nikah, pemeriksaan nikah, pengumuman kehendak nikah dan waktu akad nikah serta pencatatannya. Penyelesaian administrasi pernikahan tersebut haruslah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang berlaku dan mengacu kepada perundang-undangan tentang perkawinan, Fiqh, dan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU. NO.1 Tahun 1974. b. Saran Seyogyanya bagi siapa saja yang ingin melangsungkan pernikahan, mengikuti prosedur yang telah ditetapkan di dalam undang-undang dan norma-norma agama. Agar pernikahannya dinyatakan sah oleh negara dan agama tentunya. DAFTAR PUSTAKA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN PP. RI. NO.9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UU. NO.1 TAHUN 1974 Departemen Agama RI. Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah. Jakarta 2004 Arifin. Administrasi Nikah-Rujuk (Manajemen KUA). semester genap tahun akademik

Minggu, 01 Januari 2012

resuman kepanitraan peradilan agama

Nama : Ahmad Tohayin NIM : 1001110033 A. SUSUNAN ORGANISASI PENGADILAN AGAMA Organisasi Pengadilan Agama terdiri dari: 1. Pimpinan pengadilan (pimpinan Pengadilan Agama terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua) 2. Hakim (pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman) 3. Panitera (pejabat yang memimpin kepaniteraan) 4. Sekretaris (pejabat yang memimpin kesekretariatan) 5. Juru Sita (juru sita dan juru sita pengganti, yaitu pejabat yang melaksanakan tugas-tugas kejurusitaan) B. SUSUNAN ORGANISASI PENGADILAN TINGGI AGAMA Susunan organisasi Pengadilan Tinggi Agama hampir sama dengan susunan organisasi Pengadilan Agama. Perbedaannya pada Juru Sita dalam kelompok fungsional dan Panitera Muda. C. MENGENAL TUGAS DAN FUNGSI MASING-MASING PANITERA DALAM PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN TINGGI AGAMA Dalam kamus hukum, panitera diartikan pejabat-pejabat pengadilan yang bertugas membantu hakim untuk membuat berita acara persidangan pada saat sidang pemeriksaan diadakan. Kepaniteraan Pengadilan Agama adalah unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada ketua pengadilan. Tugas panitera dijelaskan dalam pasal 96 undang-undang nomor 7 tahun 1989, yaitu: Pasal 96 Panitera Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti. Pasal 97 Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti bertugas membantu Hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang Pengadilan. Pasal 98 Panitera bertugas melaksanakan penetapan atau putusan Pengadilan. Pasal 99 1. Panitera wajib membuat daftar semua perkara yang diterima di Kepaniteraan. 2. Dalam daftar perkara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tiap perkara diberi nomor urut dan dibubuhi catatan singkat tentang isinya. Pasal 100 Panitera membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan Pengadilan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 101 1. Panitera bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara, penetapan atau putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lain yang disimpan di Kepaniteraan. 2. Semua daftar, catatan, risalah, berita acara, serta berkas perkara tidak boleh dibawa keluar dari ruangan Kepaniteraan, kecuali atas izin Ketua Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang. 3. Tata cara pengeluaran surat asli, salinan atau turunan penetapan atau putusan, risalah, berita acara, akta, dan surat-surat lain diatur oleh Mahkamah Agung. Fungsi kepaniteraan Peradilan Agama diatur dalam keputusan ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/004/SK/II/1992 tentang organisasi tata kerja kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Fungsi kepaniteraan Pengadilan Agama diatur dalam pasal 3: 1. Penyusunan kegiatan pelayanan administrasi perkara, serta pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan persidangan. 2. Pengurusan daftar perkara, administrasi perkara, administrasi keuangan perkara dan administrasi pelaksanaan putusan perkara perdata. 3. Penyusunan statistik perkara, dokumen perkara, laporan perkara dan yurisprodensi. 4. Pengurusan administrasi pembinaan hukum agama dan hisab rukyat. 5. Lain-lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Fungsi kepaniteraan pengadilan tinggi agama diatur dalam pasal 19: 1. Penyusunan kegiatan pelayanan administrasi perkara, serta pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan persidangan. 2. Pengurusan daftar perkara, administrasi perkara dan administrasi keuangan perkara banding. 3. Penyusunan statistik perkara, dokumentasi perkara, laporan perkara dan yurisprodensi. 4. Penyelenggaraan pembinaan hukum agama dan hisab rukyat. 5. Lain-lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. D. ADMINISTRASI PENGADILAN TINGGI AGAMA DAN PENGADILAN TINGGI AGAMA Administrasi dalam arti sempit merupakan penyusunan dan pencatatan data dan informasi secara sistematis dengan maksud untuk menyediakan keterangan serta memudahkan memperolehnya kembali secara keseluruhan. Administrasi dalam arti sempit sering disebut tata usaha. Pengertian administrasi secara luas yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok yang telah ditentukan. Administrasi dalam peradilan adalah langkah-langkah yang harus dilalui atau hal-hal yang harus di penuhi dalam hal beracara. Seperti pada Pengadilan Agama yang harus melalui meja satu, meja dua dan meja tiga. Atau pada pengadilan tinggi agama yang telah di tentukan langkah-langkahnya. E. PROSES BERACARA DI PENGADILAN AGAMA Secara singkat , proses atau cara beracara di Pengadilan Agama dapat diuraikan sebagai berikut. Langkah pertama adalah mendaftarkan perkara di pengadilan, kemudian ketua pengadilan menunjuk majelis hakim. Setelah majelis hakim ditunjuk, maka majelis hakim menentukan hari sidang yang kemudian dilanjutkan dengan pemanggilan pihak-pihak. Sebelum persidangan dilaksanakan ada tata ruang yang diperuntukkan untuk persidangan. F. CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN DAN GUGATAN Terdapat perbedaan antara permohonan dengan gugatan. Permohonan di dalamnya tidak terdapat sengketa, kemudian hasil akhir disebut dengan penetapan. Contoh dari permohonan adalah adopsi dan fatwa waris. Pemohonan disebut juga dengan yuridictio voluntair. Berbanding terbalik dengan permohonan adalah gugatan, di dalam gugatan terdapat sengketa yang hasil akhirnya berupa vonis atau putusan. Contohnya adalah cerai talak, cerai gugat atau sengketa waris. Gugatan disebut juga dengan yuridictio content iosa. Syarat-syarat surat gugatan atau permohonan adalah: 1. Identitas 2. Fundamentum petendi (posita), yaitu fakta peristiwa dan hukum 3. Petitum atau tuntutan Setelah surat gugatan ataupun permohonan telah dibuat, maka langkah selanjutnya adalah mendaftarkan perkara tersebut ke Pengadilan Agama. Jika orang yang ingin mengajukan permohonan atau gugatan tidak bisa baca tulis, maka gugatan atau permohonan dapat diajukan langsung kepada ketua pengadilan secara lisan. Demikian halnya jika orang yang ingin beracara di Pengadilan Agama tidak mempunyai biaya atau tidak mampu, maka pihak pengadilan wajib memproses perkara orang tersebut secara Cuma-Cuma, namun untuk membuktikan ketidak mampuannya ini harus ada surat miskin dari tempat tinggalnya. G. MEMASUKKAN DAN MEMBAYAR BIAYA PERKARA Biaya perkara Pengadilan Agama diatur dalam pasal 89 undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Biaya perkara dalam perkara perceraian dibebankan kepada penggugat atau pemohon. Biaya penetapan atau putusan pengadilan yang bukan merupakan penetapan atau putusan akhir akan diperhitungkan dalam penetapan putusan akhir. Biaya perkara yang dimaksud dalam pasal 89 tersebut meliputi: 1. Biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk perkara itu. 2. Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara itu. 3. Biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan oleh pengadilan dalam perkara itu. 4. Biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu. Hal ini diatur dalam pasal 90 undang-undang nomor 3 tahun 2006. H. PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN DAN GUGATAN PROSES PENYELESAIAN PERKARA : 1. Penggugat mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama 2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama untuk menghadiri persidangan. 3. Tahapan persidangan : a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989); b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi sesuai PERMA No. 1 Tahun 2008); c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 158 R.Bg); PUTUSAN PENGADILAN AGAMA ATAS GUGATAN SEBAGAI BERIKUT : 1. Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut; 2. Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut; 3. Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.

Rabu, 28 Desember 2011

SYIRKAH & MUDHARABAH

SYIRKAH Dalam hadits Qudsi Nabi saw bersabda يقول الله تعالى: انا ثالث الشريكين مالم يخن احدهما صاحبه. ابو داود Artinya: Allah berfirman, Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang di antara kedua orang yang berserikat itu tidak menghianati kawannya. (Abu Dawud) Pengertian: • Mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya. • Suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan. Rukun: • Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat. Syarat sahnya akad ada dua, pertama objek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad. Kedua objek akadnya dapat diwakilkan supaya keuntungan syirkah menjadi hak bersama antara para mitra usaha atau kerja. • Dua pihak yang berakad, dengan syarat harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta). • Obyek akad yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal. Macam-macam syirkah: 1. Syirkah Inan • Antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (amal) dan modal. • Disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqud); sedangkan barang misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya pada saat akad. • Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. 2. Syirkah Abdan • Syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (amal), tanpa konstribusi modal (mal). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya). • Tidak diysaratkan adanya kesamaan profesi, boleh saja berbeda profesi. • Keuntungan dibagi berdasarkan persetujuan bersama. 3. Syirkah Mudharabah • Syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal. • Ada dua bentuk: Dua pihak memberikan kontribusi modal sedangkan pihak ketiga hanya kontribusi kerja. Dan pihak pertama memberikan kontirbusi modal dan kerja sedangkan pihak kedua kerja saja. • Pemilik Modal tidak berhak untuk ikut campur dalam pengelolaan usaha. Namun pengeola usaha harus terikat dengan syarat yang ditentukan pemilik modal. • Keuntungan dibagi berdasarkan kesepkatan. Apabila rugi maka kerugian hanya ditanggung oleh pemilik modal bukan pengelola modal. Kecuali apabila kerugian disengaja atau akibat tidak mengikuti syarat-syarat yang ditentukan oleh pemilik modal. • Hukumya Jaiz 4. Syirkah Wujuh • Syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja, dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal. Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. • Syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak. • Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan presentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. • Hukumnya Boleh. • Maksud ketokohan adalah kepercayaan finasial. Artinya dipercaya dalam hal keuangan atau finasial. 5. Syirkah Mufawadhah • Adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, abdan, mudharabah, dan wujuh). • Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inan), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudharabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).

HUKUM ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab mempunyai beberapa adat istiadat yang dianggap baik yang mereka warisi dari syari’at Islmail dan dari adat istiadat serta kebudayaan-kebudayaan yang mereka gauli, seperti Yahudi, Nashrani dan lain-lain. Akan tetapi ketentuan-ketentuan itu, baik dalam bidang perdata, pidana dan hukum keluarga, tidak menjadi tuntutan hidup yang ditaati dan tidak pula dapat mengatur tata hidup masyarakat. Demikianlah keadaan masyarakat kala itu, sehingga Allah melimpahkan karuniaNya yang lengkap atas bani insan, yaitu mengutus nabi kita Muhammad saw. untuk menyampaikan Agama yang abadi dan universal . B. Rumusan Masalah Dalam kesempatan ini, kami akan berusaha untuk membahas mengenai kejadian-kejadian yang berhubungan dengan sejarah hukum Islam pada masa Rasulullah saw. Adapun kejadian-kejadian dimasa Rasulullah saw. yang akan kami ungkap kembali adalah mengenai periode hukum Islam yang terjadi pada masa Rasulullah saw., rujukan beserta mekanisme yang digunakan rasul dalam menyelesaikan perkara dan beberapa bentuk perkara yang telah diselesaikan oleh Rasul melalui ijtihad. BAB II PEMBAHASAN Hukum Islam pada priode Rasulullah saw. berlangsung hanya beberapa tahun saja, yaitu tidak lebih dari 22 tahun dan beberapa bulan saja. Tetapi walaupun demikian priode ini membawa pengaruh-pengaruh yang besar dan penting sekali, sebab priode ini sudah meninggalkan beberapa ketetapan hukum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan juga sudah meninggalkan berbagai dasar atau pokok Tasyri’ yang menyeluruh, dan sudah menunjuk berbagai sumber dan dalil hukum untuk mengetahui hukum bagi suatu persoalan bagi ketetapan hukumnya. Dengan demikian priode Rasul ini sudah meninggalkan dasar pembentukan undang-undang yang sempurna . Bila ditelusuri, sesungguhnya ilmu-ilmu yang berkenaan dengan hukum Islam, khususnya fiqh dan ushul fiqh, sudah ada pada masa Rasulullah saw., sudah berakar pada jiwa pribadi beliau sendiri. Hanya saja belum ada klasifikasi dan kodifikasinya, dan semua itu disebut sebagai ilmu (‘ilm). Masa ini baru peletakan dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum. Abdullah Musthafaa al-Maraghi dalam karyanya al-Fath al-Mubin fi Tabaqat al-Ushuliyyin berpendapat bahwa sesungguhnya Rasulullah adalah pakar ilmu ushul fiqh yang pertama. Beliau menerima wahyu al-Qur’an, yang kemudian dijelaskan dengan sunnahnya, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Di samping itu beliau juga menggunakan metode berpikir analogis (qiyas), dan juga metode ijtihad . A. PERIODE HUKUM ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW. Terdapat dua fase dalam perkembangan hukum Islam pada masa Rasulullah, yaitu: 1. Fase Mekkah Fase pertama ialah fase Mekkah, yakni semenjak Rasulullah masih menetap diMekkah selama 12 tahun dan beberapa bulan terhitung mulai beliau diangkat sebagai Rasulullah sampai beliau berhijrah ke Madinah . Dalam fase ini umat Islam masih terisolir, masih sedikit jumlahnya, masih lemah keadaannya, belum bisa membentuk suatu ummat yang mempunyai pemerintahan yang kuat. Oleh karenanya perhatian Rasulullah Saw. pada priode ini dicurahkan pada semata-mata kepada penyebaran atau penanaman da’wah untuk mengakui ke-Esaan Allah serta berusaha memalingkan perhatian ummat manusia dari menyembah berhala dan patung. Disamping beliau membentingi diri dari aneka ragam gangguan orang-orang yang sengaja menghentikan ataupun menghalang-halangi da’wah beliau dan pertentangan mereka terhadap orang yang memperdayakan beliau, serta orang yang memperdayakan beliau. Sehingga pada fase ini tidak ada kesempatan dan pendorong kearah pembentukan undang-undang ketata pemerintahan, perdagangan dan lain-lain. Pada masa ini, beliau dalam menyampaikan risalah da’wahnya lebih banyak menekankan pada urusan ketauhidan. Di wilayah ini Rasulullah belum mengadakan aturan-aturan secara nyata tentang bagaimana caranya dalam berhubungan terhadap sesama manusia. 2. Fase Madinah Fase kedua ialah fase Madinah, yakni semenjak Rasulullah sudah berhijrah ke Madinah. Selama 10 tahun kurang lebihnya terhitung mulai dari waktu wafatnya. Pada fase ini Islam sudah kuat (berkembang dengan pesatnya), jumlah umat Islampun sudah bertambah banyak sudah terbentuk suatu ummat yang sudah mempunyai suatu pemerintahan (yang gemilang) dan sudah berjalan dengan lancar media-media da’wah. Keadaan inilah yang mendorong perlunya mengadakan Tasyri’ dan pembentukan undang-undang untuk mengatur perhubungan antara individu dari suatu bangsa dengan bangsa yang lainnya, dan untuk mengatur hubungan mereka dengan bangsa yang bukan Islam, baik diwaktu damai maupun diwaktu perang. Untuk kepentingan inilah maka di Madinah ditentukan atau disyariatkannya hukum-hukum perkawinan, perceraian, warisan, perjanjian, utang piutang, kepidanaan, dan lain-lain. Rasulullah Saw. ketika hijrah Madinah , beliau disana diangkat sebagai pemimpin oleh masyarakat Madinah baik umat Islam maupun non Islam, sehingga sangat memungkinkan untuk melaksanakan berbagai ketentuan agama dan tuntutan syari’at. Di wilayah ini permasalahan semakin bertambah di masyarakat, terutama masalah mu’amalah, dan setiap permasalahan yang terjadi senantiasa dihadapkan kepada Rasulullah Saw. Juga selain itu Rasulullah Saw. membuat beberapa perjanjian terhadap non Islam sebagai bentuk Udang- undang dalam hal keperdataan , diantaranya ialah Perjanjian terhadap kaum Yahudi yang berada dikota Madinah,yang pokok-pokoknya berisi: Melepaskan peperangan dan gangguan,dalam artian tidak ada peperangan dan gangguan terhada mereka , mereka membela Rasulullah Saw. dan tidak membantu seseorang yang melawan Rasulullah, Rasulullah membiarkan mereka dengan agama mereka. B. SUMBER HUKUM ISLAM DI MASA NABI MUHAMMAD SAW. Hukum Islam dalam masa Nabi saw. bersumber kepada suatu sumber pokok yang asasi, yakni Wahyu Ilahi, baik yang ditiliwatkan yaitu Al-Qur’an, maupun yang tidak ditiliwatkan yaitu sunnah, kedudukannya sebagai cabang yang berpokok landasan kepada Wahyu Ilahi, disamping Ijtihad Rasulullah saw. yang juga selalu di bimbing Wahyu.Tegasnya sumber pokok dimasa Rasul adalah Wahyu. Apabila ada suatu pertengkaran, kejadian, pertanyaan, atau apabila Tuhan mentasyrikan hukum, maka Tuhan pun menurunkan Wahyu kepada RasulNya, satu atau beberapa ayat yang menerangkan hukum yang dikehendaki. Wahyu itu menjadi qanun yang wajib diikuti. Apabila wahyu tidak datang maka Rasul berijtihad, dan apabila Ijtihad Rasul tidak tepat, wahyu Tuhan membetulkannya. Ijtihad Rasul itu menjadi qanun yang wajib diikuti pula. Pada masa Rasulullah Saw. Di dalam memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada beliau, maka beliau mengambil hukumnya berdasarkan Al-Qur’an. Tetapi jika terjadi suatu perkara yang memerlukan ketetapan hukum, sedang Allah tidak menurunkan wahyu tentang hal tersebut, maka Rasulullah saw. berijtihad. Dan hasil ijtihad Rasulullah ini menjadi hukum dan Undang-undang yang wajib diikuti masyarakat tersebut. Apabila kita perhatikan ayat-ayat hukum itu, nyatalah bahwa ayat-ayat itu di syariatkan lantaran ada hal-hal yang menimbulkannya. Dan hal-hal lainnya yang menjadi sebab-sebab turun ayat Al-Qur’an. Dan barang siapa yang mau meneliti hadits-hadits hukum, sebab-sebab datang hadits yang diriwayatkan oleh para ahli hadits, akan jelas-jelas baginya bahwa setiap ketetapan hukum oleh Rasulullah dari hasil ijtihadnya adalah merupakan penyelesaian terhadap suatu persengketaan, yakni merupakan suatu fatwa hukum atas suatu peristiwa atau sebagai jawaban terhadap suatu pertanyaan. Seperti riwayat yang menerangkan bahwa sebagian sahabat bertanya kepada beliau: Hai Rasul! Kami mengarungi lautan yang asin sedang kami tidak membawa persediaan air tawar yang cukup berwudhu, bolehkah kami berwudhu dangan air laut tersebut ? Jawab Nabi: ya (air laut) itu bisa dipergunakan untuk bersuci airnya serta halal bangkainya. Dan lain-lain peristiwa semacam dengan itu menjadi sebab datangnya hadits. Setiap hukum yang di syariatkan pada priode Rasulullah itu sumbernya dari Wahyu Ilahi atau ijtihad Nabi, dan munculnya hukum itu berdasarkan datangnya keperluan hukum saat itu. Tugas Rasul sehubungan dengan apa yang disyariatkan oleh Al-Qur’an adalah menyampaikan serta menguraikan, sebab hal ini merupakan pelaksanaan dari firman Allah. Firman Allah dalam surah Al-Maidah Ayat 67:                    ••  •       Artinya: Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad saw. Dan firmanNya dalam Surah An-Nahl Ayat 44:        ••      Artinya: Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan. [829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran. Adapun apa-apa yang berasal dari sumber kedua yaitu ijtihad Nabi, kadang- kadang merupakan pengungkapan manifestasi dari ilham Allah, artinya bahwa sewaktu nabi melakukan ijtihadnya, maka Allah mengilhamkan kepada beliau hukum persoalan yang hendak diketahui ketentuan hukumnya. Dan kadang-kadang pula merupakan penggalian atau pengolahan sesuatu hukum tersebut, dengan ditunjuki oleh kemaslahatan serta jiwa perundang-undangan dan hukum yang bersifat ijtihad, yang merupakan hasil dari ilham Allah kepada Rasulullah. Hukum ijtihad adalah sebagai hukum–hukum Allah pula yang tidak ada wewenang bagi Rasulullah didalamnya melainkan hanya pengungkapan belaka untuknya dengan bentuk sabda atau perbuatan beliau. Seedang hukum-hukum Ijtihad yang tiada diillhamkan Allah kepada Rasulullah, bukan semata-mata timbul dari hasil analisa dan pemikiran beliau, itu dinamai hukum-hukum Nabawi baik arti maupun ungkapannya. Dan inipun tidak ditetapkan oleh Allah melainkan kalau hal itu benar adanya. C. CONTOH IJTIHAD RASULULLAH SAW. Dimana ummat Islam waktu perang Badar menawarkan sebanyak 70 orang tawanan dari orang-orang musyrik, sedangkan pada waktu itu belum disyariatkan hukum mengenai status hukum bagi tawanan perang. Maka Rasulullah berijtihad tentang apa-apa yang harus dilakukan terhadap mereka, dan Rasulullah bermusyawarah dengan sebagian sahabat. Abu Bakar berpendapat agar supaya diambil tebusan (fidyah) dari orang yang mampu menembus diantara mereka. Abu Bakar beralasan ”Mereka itu adalah Ahlimu dan kaummu, maka berilah mereka itu kesempatan hidup. Semoga Allah menerima taubat mereka. Maka ambillah tebusan dari mereka untuk memperkuat sahabatmu”. Sahabat Umar mengisyaratkan agar supaya tidak menerima tebusan dari mereka, bahkan mereka harus dibunuh. Akhirnya Rasulullah berijtihad untuk menerima tebusan. Maka Allah menjelaskan kepada Rasulullah bahwa keputusan tersebut benar. Dengan firmanNya suarah Al-Anfal ayat 67.                        Artinya: Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Contoh lain lagi yaitu seperti peristiwa pemberian izin Rasulullah kepada orang-orang yang berhalangan untuk tidak ikut pergi berperang dalam perang Tabuk. Maka Allah menerangkan kepadanya bahwa keputusan yang diambil adalah benar, berdasakan firmannya surah At-Taubah ayat 43        •       Artinya: Semoga Allah mema'afkanmu. mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? . Adapun di dalam menetapkan hukum suatu perkara. Rasulullah Saw. dalam mengadili suatu perkara melalui empat perangkat hukum yaitu : 1. Ikrar ( pengakuan) yaitu pengakuan dari seorang terdakwa terhadap semua dakwaan terhadapnya dengan jujur. 2. Bukti Yaitu kesaksian para saksi. Jumlah saksi sekurang kurangnya ialah dua orang saksi. Di dalam Al Qur’an telah menjelaskan mengenai saksi, yaitu dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dengan dua orang wanita. 3. Sumpah suatu pernyataan yang khidmat, diucapkan pada waktu memberi keterangan atau janji atas nama Allah SWT. dengan menggunakan salah satu huruf Qasam. 4. Penolakan Yaitu terdakwa menolak untuk bersumpah sehingga ia tidak mengucapkan sumpahnya. Sehingga sumpah ini dikembalikan kepada yang menuduh. Rasulullah saw. pernah mengembalikan sumpah tertuduh kepada yang menuduh. Adapun contoh perkara yang pernah dihadapkan kepada Rulullah saw. diantaranya : 1. Rasulullah saw. memutuskan perselisihan antara Abu Bakar dan Rabi’ah al-Aslami tentang tanah yang di dalamnya terdapat pohon kurma yang miring. Adapun batangnya ditanah Rabiah, sedangkan rantingnya di tanah Abu Bakar, dan masing-masing mengakui bahwa pohon kurma tersebut miliknya. Lalu keduanya pergi kepada Rasulullah saw., maka beliau memutuskan bahwa ranting menjadi milik orang yang memiliki batang pohon. 2. Khansa’ binti Khaddam al-Anshariyah dinikahkan oleh bapaknya sedangkan dia janda dan tidak menyetujuinya, lalu ia datang kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw. membatalkan pernikahan tersebut, lalu ia berkata kepada Rasulullah saw.: Saya tidak menolak sesuatu apapun yang diperbuat ayahku, tetapi saya ingin mengajarkan kepada kaum perempuan bahwa mereka memiliki keputusan terhadap diri mereka. 3. Seorang wanita ditalak suaminya, dan suaminya ingin mengambil anak darinya, lalu ia datang kepada Nabi muhammad saw. Maka beliau berkata kepadanya : Engkau lebih berhak dengannya selama engkau tidak menikah . 4. Onta Barra’ bin ‘Azib masuk ke kebun orang lain lalu membuat kerusakan di dalamnya, maka Nabi memutuskan : Pemilik tanaman harus menjaganya pada siang hari, dan apa yang dirusak oleh ternak pada malam hari menjadi tanggungan pemilik ternak. BAB III PENUTUP Kesimpulan Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita dalam segala hal, termasuk dalam penyelesaian suatu permasalahan yang belum terdapat di dalam aturan tertulis (yurudis). Tidak tanggung-tanggung, seorang Rasul yang menjadi panutan manusia sejagat tidak sedikitpun menaruh gengsi dalam hal pemecahan suatu perkara. Beliau meminta pendapat para sahabat bagaimana agar permasalahan yang dihadapi dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Kini tidak ada alasan lagi bagi kita semua untuk berdiam diri ketika kita dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Al-Qur’an dan As-Sunnah memberikan penjabaran yang sangat luas mengenai bagaimana cara menyelesaikan suatu perkara dan hukumnya. Belum lagi ditambah dengan hasil pemikiran para ulama yang begitu detil dalam menjelaskan maksud Al-Qur’an dan As-Sunah. DAFTAR PUSTAKA Ash-Shidiqi, Hasbi.Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam. Djakarta. Bulan Bintang. 1970 Mardani. Hukum Islam. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2010 Nata, Abuddin. Masail al-Fiqhiyyah. Jakarta. UIN Jakarta Perss. 2003 Al Khudlari Bek, Muhammad. Nurul Yakien Fii Siirah Sayyidil Mursalin. Semarang. Asy-Syifa. 1992 Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Kelasik. Jakarta. Pranada Media. 2003 Koto, Alaiddin. Sejarah Peradilan Islam. Jakarta. PT Grafindo persada. 2011 Wahab Khallaf, Abdul. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam. Jakarta. Rajawalipers. 2001

Jumat, 02 Desember 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istiqomah merupakan tingkatan yang tinggi, yang mengindikasikan sempurnanya keimanan dan tingginya himmah. Istiqomah juga merupakan sarana yang sangat menunjang bagi seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dunia maupun akhirat. Selain itu juga ada hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam peranan hidup, seperti rendah diri, yakin, tawakkal, dan banyak lagi . B. Rumusan Masalah Di dalam makalah sederhana ini, ada beberapa topic yang di sajikan sebagai pembahasan, yaitu:  Istiqomah  Rendah hati  Yakin dan tawakkal  Nasihat  Seorang muslim tidak disengat dua kali dari satu lubang BAB II PEMBAHASAN A. ISTIQOMAH وعن ابي عمرو, وقيل ابي عمرة سفيان بن عبد الله رضي الله عنه قال: يا رسول الله قل لي فى الاسلام قولا لا اسأل عنه احدا غيرك. قال: قل: امنت بالله: ثمّ استقم (رواه المسلم). Diriwayatkan dari Abu Amr, ada pula yang mengatakan Abu Amrah, Sufyan bin Abdullah ra., ia berkata: “Saya berkata kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, ajarkan aku suatu ucapan dalam Islam dan saya tidak akan menanyakannya lagi kepada orang lain selain kepada engkau! Beliu menjawab: katakamlah, saya beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah” (Muslim 38). Penjelasan Ucapan, “Katakanlah kepadaku tentang ajaran Islam, ucapan yang tidak akan aku tanyakan kepada seorang pun selain engkau”, yakni ucapkan satu ungkapan yang aku tidak lagi bertanya kepada seorang pun selain kepada anda, sehingga kalimat ini merupakan kalimat yang jelas dan rinci sehingga tidak perlu lagi bertanya kepada seseorang, kemudian Nabi saw bersabda kepadanya, “Katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian beristiqomahlah.” Sabda beliau, “Katakanlah aku beriman”, bukan yang dimaksud hanya sekedar ucapan di lisan karena ada orang yang mengucapkan aku beriman kepada Allah dan hari akhir, tapi ternyata ia tidak beriman. Akan tetapi, yang dimaksud adalah ucapan hati dan juga lisan. yakni ia mengucapkan di lisannya setelah ia menetapkannya di dalam hati, yang diyakini dengan sepenuhnya sehingga tidak ada keraguan sedikit pun. karena keimanan itu tidak cukup dengan hati saja, sebagaimana juga tidak cukup dengan lisan saja, tetapi harus dengan keduanya secara menyeluruh. Karenanya Nabi saw ketika mengucapkan ini beliau mengajak manusia kepada Islam, “Wahai manusia ucapkanlah, la ilaha illAllah, maka kalian akan beruntung”. Beliau bersabda, “Ucapkanlah…” yakni dengan lisan kalian sebagaimana juga dengan hati. Dan ucapan, “Aku beriman kepada Allah…” mencakup iman dengan wujud Allah, dengan rububiyah-Nya dan segala apa yang datang dari-Nya. Jika kamu beriman dengan ini kemudian kamu komitmen dengan agama Allah, tidak berpaling dari-Nya baik ke kiri atau ke kanan, tidak mengurangi dan tidak menambahi. Beristiqomahlah dengan persaksian (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, demikian itu keikhlasan kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya. Istiqomahlah mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, haji dan semua syariat. Ucapan, “Katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian…” ini dalil yang menunjukkan bahwa istiqomah tidak ada kecuali setelah keimanan, dan dari syarat amal shaleh yakni sarat sah dan diterimanya amal ibadah itu harus dibangun dengan keimanan. Jika seseorang melakukan amal lahir dengan sebaiknya namun hati lalai, ragu, dan penuh kegoncangan, atau mengingkari dan mendustakan, maka ibadah itu tidak bermanfaat. Karenanya, para ulama sepakat bahwa syarat diterimanya ibadah seseorang adalah beriman kepada Allah, yakni mengakui seluruh yang datang dari-Nya. Dari Hadits ini dapat diambil faedah bahwa seyogianya bagi seseorang jika melaksanakan amal, ia merasa bahwa ia melaksanakannya karena Allah, bersama Allah dan untuk Allah. Karenanya tidaklah beristiqomah atas agama Allah, kecuali setelah beriman kepada Allah Ta’ala . Pelajaran Yang Terkandung Dalam Hadits 1. Hadits ini termasuk “Kalimat yang singkat namun serat makna” yang dikaruniakan kepada Rasulullah saw. Hadits ini juga selaras dengan firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami ialah Allah, kemudian mereka tetap beristiqomah”. (Fushshilat: 30). 2. Istiqomah adalah iltizam (komitmen) pada manhaj Islam. Umar bin Khattab ra berkata: “Istiqomah adalah kamu berdiri di atas perintah dan larangan, dan tidak terombang-ambing seperti musang (yang berlarian kesana-kemari).” 3. Pengakuan iman saja tidak cukup selama tidak ada amal perbuatan yang menunjukkan adanya keimanan, karena amal itulah yang menjadi bukti dan buah dari iman. 4. Istiqomah merupakan tingkatan yang tinggi, yang mengindikasikan sempurnanya keimanan dan tingginya himmah (cita-cita) . B. RENDAH HATI (tawadhu) عن انيس قال: كانت رسول الله صلى الله عليه وسلم تسمّى الغضباء, وكانت لا تسبق, فجاء اعرابيّ على القعود له فسبقها, فاشتدّ ذالك على المسلمين وقالوا: سبقت العضباء. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: انّ حقّا على الله ان لا يرفع شيئا من الدّنيا الا وضعه. Dari Annas, dia berkata, “Unta Rasulullah saw diberi nama Adhba’, dan unta itu tidak pernah dikalahkan. Kemudian seorang badui datang mengendarai untanya lalu berhasil mengalahkannya. Maka hal ini membuat kaum muslimin terganggu, dan mereka berkata, “adhba’ telah dikalahkan”. Mendengar itu, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya adalah hak atas Allah untuk tidak mengangkat sesuatu dari dunia kecuali Dia akan merendahkannya””. Keterangan Hadits Kata tawadhu’ berasal dari akar kata dhi’ah artinya rendah. Yang dimaksud dengan tawadu’ adalah menunujukkan sikap rendah hati terhadap orang yang ingin dihormati. Ada juga yang mengatakan, bahwa itu adalah sikap menghormati orang yang memiliki keutamaan yang lebih darinya. Pada bab ini Imam Bukhari menyebutkan dua Hadits: Hadits Anas yang menceritakan tentang unta Rasulullah saw. Yang dikalahkan dengan unta milik seorang pria badui. Hal ini telah dijelaskan pada pembahasan tentang jihad dalam bab “Unta Nabi saw”. Sebagian orang menyatakan, bahwa Hadits ini tidak tepat diletakkan dalam judul ini. Tampaknya, mereka lupa akan sebagian jalur periwayatannya yang dikemukakan oleh an-Nasa’i dengan redaksi,حقّ على الله ان لا يرفع شيء نفسه فى الدّنيا الا وضعه (Adakah hak atas Allah untuk tidak mengangkat sesuatu pun yang meninggikan dirinya di dunia kecuali merendahkannya) karena ini mengisyaratkan anjuran untuk tidak meninggikan diri (tinggi hati) dan anjuran untuk rendah hati serta menunjukkan bahwa perkara-perkara dunia adalah serba kurang dan tidak sempurna. Ibnu Bthathal berkata, “Hadits ini menunjukkan rendahnya dunia di hadapan Allah, dan peringatan untuk meninggalkan sikap berbangga diri, serta segala sesuatu adalah hina dihadapan Allah. Oleh sebab itu, setiap yang berakal selayaknya bersikap zuhud terhadap kemewahan dunia dan mengurangi persaingan dalam mencari kemewahan dunia” . Ath-Thabari berkata, “Rendah hati mengandung kemaslahatan bagi agama dan dunia, karena jika manusia menggunakannya di dunia, kedengkian akan hilang di antara mereka, dan mereka akan terbebas dari rasa letih saling membanggakan dan mengungguli”. Saya (Ibnu Hajar) katakan, Hadits ini juga menunjukkan luhurnya akhlak dan kerendahan hati Nabi saw, Karena beliau rela pria badui itu mengalahkan beliau dalam pacuan unta. Hadits ini juga menunjukkan bolehnya melakukan adanya perlombaan . C. YAKIN DAN TAWAKKAL عن ابن عبّاس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم. عرضت عليّ الامم, فرايت النبيّ ومعه الرهية, والنبيّ ومعه الرجل والرجلان, والنبيّ ليس معه احد, اذا رفع لي سواد عظيم فظننت انّهم امّتي, فقيل لي: هذا موسى وقومه ولكن انظر الى الافق الآخر, فاذا سواد عظيم فقيل لي: هذه امتك، ومعهم سبعون الفا يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب. ثم نهض فدخل منزله، فخاض الناس فى اولئك الذين يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب، فقال بعضهم: فلعلّهم الذين صحبوا رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقال بعضهم: فلعلّهم الذين ولدوا فى الاسلام، فلم يشركوا بالله شيئا وذكروا اشياء فخرج عليهم رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: مالذي تخوضون فيه ؟ فاخبروه فقال: هم الذين لا يرقون، ولا يسترقون، ولا يتطيرون، وعلى ربهم يتوكلون. فقام عكاشة بن محصن فقال: ادع الله ان يجعلني منهم، فقال: انت منهم. ثم قام رجل اخر فقال: ادع الله ان يجعلني منهم فقال: سبقك بها عكاشة. (متفق عليه) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda, “Beberapa umat diperlihatkan kepadaku. Aku melihat seorang Nabi disertai sekelompok kecil (tidak lebih dari sepuluh orang), ada lagi Nabi yang disertai seorang atau dua orang, dan adapula Nabi yang tidak disertai seorang pun. Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku sekelompok besar. Aku menyangka mereka adalah umatku. Tetapi, dikatakan kepadaku: “Ini adalah Musa as dan kaumnya. Lihatlah ke ufuk ! Aku memandang, ternyata ada kelompok besar. Dikatakan lagi kepadaku, pandanglah ke ufuk yang lain. Ternyata juga ada kelompok yang besar. Dikatakan kepadaku, ini adalah umatmu. Bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Kemudian Rasulullah saw bangkit dan masuk ke dalam rumahnya. Orang-orang memperbincangkan tentang mereka yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Sebagian ada yang berkata, “Barangkali mereka adalah orang-orang yang selalu menyertai Rasulullah saw (para sahabat)”. Sementara yang lain mengatakan, “Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak menyekutukan Allah”. Mereka mngemukakan pendapat masing-masing. Ketika Rasulullah saw keluar lagi, beliau bertanya, apa yang kalian perbincangkan? Setelah mereka memberitahu, Rasulullah saw bersabda, mereka adalah orang-orang yang tidak menjampi, tidak minta dijampi, tidak menganggap sial sesuatu, dan hanya kepada rabb mereka bertawakkal. Ukasyah bin Mihshan berdiri dan berkata: Berdoalah kepada Allah semoga Dia berkenan menjadikan aku termasuk di antara mereka. Rasulullah menjawab: Engkau termasuk di antara mereka. Kemudian seseorang lain berkata: Berdoalah kepada Allah, semoga Dia berkenan menjadikan aku termasuk di antara mereka. Rasulullah saw bersabda: Engkau telah didahului oleh Ukasyah”. (Muttafaqun ‘Alaih). Uraian Kata Dalam Hadits النبيّ (seorang Nabi), dari sekian banyak Nabi. Yang dimaksud Nabi di sini ialah orang yang diberikan wahyu berupa (syari’at), lalu diperintahkan untuk menyampaikannya, dan dia tidak lain adalah seorang Nabi yang juga rasul. رفع لي سواد عظيم (diperlihatkan kepadaku kelompok yang besar). Yakni, diperlihatkan kepadaku orang-orang dalam jumlah yang banyak. موسى وقومه (Musa as dan kaumnya). Maksudnya umat Nabi Musa yang beriman. هذه امتك (ini adalah umatmu). Yakni umat yang jumlahnya begitu besar. خاض (memperbincangkan). Secara etimologis, kata خاض berarti masuk. Bila ada ungkapan خاض فى الامر, artinya masuk dalam suatu masalah. Sementara yang dimaksud di sini adalah larut dalam perbincangan. لا يرقون (tidak menjampi). Yakni mereka tidak membaca sesuatu yang digunakan untuk berlindung dari suatu kejahatan yang sudah terjadi atau yang akan terjadi. يسترقون (minta dijampi). Yakni minta diruqyah. ولا يتطيرون (tidak menganggap sial sesuatu). يتوكلون (Mereka bertawakkal). Yakni mereka senantiasa bergantung kepada Allah dalam mencapai segala yang mereka inginkan, dengan tetap melakukan berbagai sebab dan ikhtiyar. Pelajaran Yang Terkandung Dalam Hadits 1. Keutamaan kedudukan Rasulullah saw ketika semua generasi manusia ditampakkan kepadanya. Penampakan ini bisa terjadi dalam mimpi, sementara mimpi seorang Nabi adalah benar. Atau bisa pula penampakan tersebut terjadi dalam keadaan terjaga di malam isra’, atau lainnya, dan Allah berhak memberikan keistimewaan kepada Nabi-Nya dengan apa pun yang dikehendaki-Nya. 2. Penjelasan mengenai anugerah yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah saw, bahwa umatnya merupakan umat yang paling banyak. 3. Keutamaan berserah diri kepada Allah dan bersandar kepada-Nya dalam menolak bahaya atau menerima manfaat, dan segala sesuatu yang telah diserahkan oleh Allah untuk orang-orang yang bertawakkal, yaitu berupa pahala dan ganjaran. 4. Hukum ruqyah. Sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu dianjurkan selama ruqyah dilakukan dengan doa yang diriwayatkan dari Rasulullah saw, dan menjadikan al-Qur’an sebagai ruqyah juga diperbolehkan. Namun ada juga yang beranggapan bahwa ruqyah tidak boleh dilakukan, jika cara ruqyah itu berupa jampi-jampi yang dipergunakan oleh orang jahiliyah, orang yang sesat dan juga para dukun, dan bertentangan dengan nilai-nilai keimanan yang shahih dan kesempurnaan tawakkal. 5. Pesimisme dan menganggap sial sesuatu adalah tindakan yang diharamkan . عن عمر رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لو انكم تتوكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير، تغدو خماصا وتروح بطانا. رواه الترمذي، وقال: حديث حسن Dari Umar ra, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal (kepada-Nya), maka Dia akan member rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Pergi dengan perut kosong dan pulang dengan keadaan perut kenyang.” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata Hadits ini Hasan) Penjelasan Sabda beliau, “Sebenar-benarnya tawakkal” maksudnya bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Yakni, bersandar sepenuhnya kepada Allah di dalam meminta rezeki dan yang lainnya. “Maka Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung”, yakni burung itu diberi rezeki oleh Allah karena ia tidak ada yang memiliki, ia pergi ke angkasa dan pulang lagi ke sarangnya untuk mencari rezeki yang diberikan Allah kepadanya. “Pergi dengan perut kosong”, pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, sebagaimana Allah ta’ala berfirman:         •     Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah:3) “Pergi dengan perut kosong” yakni kosong perutnya, akan tetapi ia bertawakkal sepenuhnya kepada Tuhannya, maka ia kembali dalam keadaan kenyang pada akhir siang. Kata “tahuru” berarti akhir siang. Dan kata “bithanan” yakni penuh perutnya dengan rezeki dari Allah. Di dalam Hadits ini ada beberapa faedah yang dapat diambil sebagai pelajaran. Pertama, seyogianya bagi setiap orang untuk bersandar dan bertawakkal sepenuhnya kepada Allah. Kedua, sesungguhnya tidak ada satu hewan pun yang melata di muka bumi ini kecuali rezekinya telah ditentukan oleh Allah. Hingga seekor burung yang terbang di angkasa, tidak ada yang menguasainya di ketinggian udara kecuali Allah semata, dan tidak ada yang memberinya rezeki kecuali Allah. Orang yang bertawakkal harus melakukan sebab-sebab dalam mencari rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda, “Dia memberikan rezeki kepada burung, pergi dengan perut kosong dan pulang dengan perut kenyang.” Burung pun pergi untuk mencari rezeki, tidak berdiam diri di dalam sangkarnya, tetapi keluar terbang untuk mencari makan. Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, maka hendaklah kamu melakukan sebab-sebab yang disyariatkan Allah kepadamu, yakni dengan mencari rezeki dengan cara yang halal, pertanian, perdagangan, dan amal-amal lain yang dapat mendatangkan rezeki. Carilah rezeki dengan bersandar sepenuhnya kepada Allah, maka Dia akan memudahkanmu dalam mencari rezeki. Maka burung mengenal Allah. Ia terbang untuk mencari rezeki sesuai dengan fitrahnya yang telah Allah berikan kepadanya, yang dengan fitrah itu dapat mengantarkannya untuk mencari rezeki, lalu ia kembali ke sarangnya pada akhir siang dengan keadaan perut kenyang. Hal ini berlangsung setiap hari. Sesungguhnya, Allah-lah yang telah memberikan rezeki kepadanya. Lihatlah hikmah Allah, bagaimana burung ini terbang ke tenpat yang jauh dan dapat kembali ke tempatnya semula. Hal ini karena Allah telah memberikan segala kelengkapan kepada makhluk-Nya kemudian memberikan petunjuk. Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq . D. NASIHAT عن شقيق قال: كنّا ننتظر عبد الله اذ جاء يزيد بن معاوية، قلت، الا تجلس؟ قال: لا، ولكن ادخل فاخرج اليكم صاحبكم، وِالا جئت انا فجلست، فخرج عبد الله وهو اخذ بيده، فقام علينا فقال: اما انّى اخبر بمكانكم، ولكنّه يمنعني من الخروج اليكم انّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم كان يتخوّلنا بالموعظة فى الايّام كراهية السّامة علينا Dari Syaqiq, ketika kami sedang menunggu Abdullah, tiba-tiba yazzid bin Muawiyah datang, aku berkata. Maukah engkau duduk? Dia menjawab, tidak. Tetapi aku masuk (ke tempat Abdullah) lalu membawa sahabat kalian kepada kalian, jika tidak, maka aku datang lalu duduk. Kemudian muncullah Abdullah sambil memegang tangannya, dia pun berdiri kepada kami lalu berkata, sebenarnya aku diberi tahu tentang keberadaan kalian, tetapi yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian adalah Rasulullah saw memilih waktu yang tepat untuk memberikan nasihat kepada kami dalam hari-hari itu (tidak setiap hari) karena tidak mau membuat kami bosan. Keterangan Hadits Hubungan bab ini dengan pembahasan tentang doa adalah bahwa nasihat itu biasanya disertai dengan dzikir kepada Allah, dan telah dikemukakan bahwa dzikir itu termasuk ke dalam doa. Imam Bukhari menutup bab-bab tentang doa dengan judul ini yang kemudian disambung dengan pembahasan tentang kelembutan hati sehingga ada penggabungan dari keduanya. كنّا ننتظر عبد الله (kami sedang menunggu Abdullah). Maksudnya, Ibnu Mas’ud. اذ جاء يزيد بن معاوية (tiba-tiba Yazid bin Muawiyah datang). Dalam riwayat Imam Muslim dari jalur Abu Muawiyah, dari al-‘Amasy, dari Syaqiq, disebutkan, كنّا جلوسا عند باب عبد الله ننتظره فمرّ بنا يزد بن معاوية النّخعيّ (ketika kami duduk di depan pintu Abdullah sedang menunggunya, Yazid bi an-Nakhla’i lewat). قلت، الا تجلس؟ قال: لا، ولكن ادخل فاخرج اليكم صاحبكم (aku berkata, maukah kamu duduk? Dia menjawab, tidak, tapi aku akan masuk (ke tempat Abdullah) lalu membawa sahabat kalian itu kepada kalian). Dalam riwayat Abu Muawiyah disebutkan, فقلنا: اعمله بمكاننا. فدخل عليه (maka kami berkata, tolong beritahu dia tentang keberadaan kami, maka dia pun masuk ke tempatnya). اخبر (diberitahu). Pada pembahasan tentang ilmu disebutkan bahwa perkataan ini dikatakan oleh Ibnu Mas’ud sebagai jawaban atas perkataan mereka, وددنا انّك لو ذكرتا كلّ يوم (kami ingin agar engkau memberi nasihat kami setiap hari), karena selama itu dia hanya memberi nasihat mereka setiap hari kamis. Dalam riwayat itu disebutkan, bahwa Ibnu Mas’ud berkata, انّي اكره ان املّكم (sesungguhnya aku tidak ingin membuat kalian jemu). كان يتخوّلنا بالموعظة (beliau memilih waktu yang tepat untuk memberi nasihat kepada kami). Pembahasan, penjelasan maknanya telah dikemukakan. Al-Khaththabi mengatakan, maksudnya, dia memberi jadwal mengajar dan dan memberi nasihat kepada mereka, dan tidak melakukan setiap hari karena khawatir menimbulkan kebosanan. Sebagian periwayatan mengatakan menggunakan kata يتحوّلنا yang maksudnya adalah memperhatikan kondisi dimana mereka sedang bersemangat untuk menerima wejangan, dan tidak memperbanyak agar mereka tidak jemu. Demikian yang dikemukakan oleh ath-Thaibi. Dia mengatakan, namun, riwayat yang terdapat pada kitab-kitab shahih adalah dengan kata-kata يتخوّلنا . فى الايّام (dalam hari-hari). Maksudnya, mengajari mereka selama beberapa hari dan meninggalkan mereka selama beberapa hari yang lain. Pada pembahasan tentang ilmu, Imam Bukhari memberinya judul dengan bab “Orang yang Menetapkan Hari-hari Tertentu untuk para Penuntut Ilmu”. كراهية السّامة علينا (karena tidak membuat kami bosan). Maksudnya, agar tidak terjadi kebosanan pada kami. Telah dijelaskan maksud penggunaan kata علينا pada pembahasan tentang ilmu, dan kata السّامة (kebosanan) mengandung makna kesulitan, karena itu menggunakan kata bantu على (علينا). Ini menunjukkan kasih sayang Nabi saw terhadap para sahabatnya, dan baiknya cara mengajar dan memahamkan mereka, agar mereka bisa mengambil pelajaran dari beliau dengan penuh semangat tanpa rasa jemu dan bosan, agar menjadi contoh bagi mereka, karena memberikan pelajaran secara bertahap lebih meringankan dan lebih kuat dalam menerimanya. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan Ibnu Mas’ud karena mengikuti Nabi saw dalam perkataan dan perbuatan, serta memeliharanya . عن ابى رقيّة تميم بن اوس الداريّ رضي الله عنه انّ النبيّ صلى الله عليه وسلّم قال: الدّين النّصيحة. قلنا: لمن؟ قال: لله ولكتابه ولرسوله ولائمّة المسلمين وعامّتهم .رواه المسلم Diriwayatkan dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Dari ra. Bahwa Nabi saw bersabda: Agama itu adalah nasihat. Kami bertanya, bagi siapa? Beliau bersabda, bagi Allah, kitab-kitabnya, Rasulnya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin, dan umat Islam pada umumnya. (Muslim 55, Abu Dawud 4944, dan Nasa’I VII/156) Uraikan Kata Dalam Hadits النّصيحة (nasihat). Adalah suatu kalimat yang mengekspresikan keinginan baik untuk pihak yang dinasihati. Secara etimologis, kata النّصح (bentuk dasarnya, berarti bersih. Maka ungkapan نصحت العسل , berarti aku bersihkan madu dari lilin dan aku murnikan dari campurannya. Ada yang berpendapt, kata النّصيحة diambil dari ungkapan نصح الرجل ثوبه اذ خاطه, berarti: seseorang (penjahit) merapikan pakaiannya saat menjahit. Artinya, perilaku sang pemberi nasihat menyangkut apa yang dinasihatkan kepada pihak yang dinasihati, disamakan dengan memperbaiki pakaian. ائمّة المسلمين (pemimpin-pemimpin kaum muslimin). Yakni para penguasa mereka. عامّتهم (umat Islam pada umumnya). Yaitu seluruh kaum muslimin selain penguasa . E. SEORANG MUSLIM TIDAK DISENGAT DUA KALI DARI SATU LUBANG وقال معاوية: لا حكيم الّا ذو تجربة Muawiyah berkata: Tidak ada orang yang bijak, kecuali yang memiliki pengalaman. عن ابى هريرة رصي الله عنه عن النّبيّ صلى الله عليه وسلّم انّه قال: لا يلدغ المؤمن من حجر واحد مرّتين Dari az-Zuhri, dari Ibnu al-Musayyib, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: Orang mukmin tidak disengat dua kali dari satu lubang. Keterangan Hadits (Bab seorang mukmin tidak disengat dua kali dari satu lubang). Kata al-Ladgh artinya sengatan binatang berbisa. Sedangkan al-ladzgh artinya sundupan api. Hal ini sudah dijelaskan pada pembahasan tentang pengobatan. وقال معاوية: لا حكيم الّا ذو تجربة (Muawiyah berkata: Tidak ada orang yang bijak, kecuali yang memiliki pengalaman). Dalam riwayat al-Ashili disebutkan الّا ذو تجربة (kecuali orang yang memiliki pengalaman). Dalam riwayat Abu Dzar yang dinukil selain melalui jalur al-Kasymihani disebutkan لا حلم الّا بتجربة (tidak ada kesantuan, kecuali dengan pengalaman). Sedangkan di dalam riwayat al-Kasymihani disebutkan, الّا لذي تجربة (kecuali bagi yang memiliki pengalaman). Atsar ini disebutkan oleh Abu bakar bin Abi Syaibah melalui sanad yang maushul dalam kitabnya al-Mushannaf dari Isa bin Yunus, dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dia berkata, Muawiyah berkata لا حليم الّا ذو تجربه (tidak ada orang yang santun, kecuali yang memiliki pengalaman). Dia mengatakan tiga kali. Dia mengatakan dari Hadits Abi Sa’id, yang dinisbatkan kepada Nabi saw, لا حليم الّا ذو عشرة، ولا حكيم الّا ذو تجربة (tidak ada orang santun kecuali yang pernah salah, dan tidak ada orang yang bijak kecuali yang mempunyai pengalaman). Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban. Ibnu al-Atsir berkata. Maknanya, kesantunan tidak akan diperoleh hingga seseorang mengalami beberapa kejadian dan kesalahan, lalu dia mengambil pelajaran darinya, meneliti letak kesalahan dan menjauhinya. Ulama selainnya berkata. Maknanya, seseorang tidak menjadi penyantun yang sempurna kecuali orang yang pernah tergelincir dan salah sehingga dia merasa malu. Oleh karena itu, hendaknya orang melihatnya dalam kondisi seperti itu agar menutupinya dan memaafkannya. Demikian pula orang yang terlalu mencoba berbagai urusan niscaya akan mengetahui manfaat dan bahayanya, maka dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali karena hikmah. لا يلدغ (tidak disengat). Huruf akhir kata يلدغdiberi tanda dhammah yang menunjukkan kalimat berita. Al-Khaththabi berkata. Kalimatnya berbentuk cerita, tetapi mengandung makna perintah. Maksudnya, hendaklah seorang mukmin teguh dan waspada, jangan mengulangi kesalahan serupa dari satu arah. Demikian juga dalam urusan agama, bahkan dalam urusan agama lebih patut untuk berhati-hati. من حجر (dari lubang). Dalam riwayat al-Kasymihani dan as-Sarakhsi disebutkan, واحد (yang satu). Dalam sebagian naskah menyebutkan, حجر حيّة (lubang ular), tapi ini adalah tambahan yang syadz. Ibnu Baththal berkata, di sini mengandung adab yang diajarkan Nabi saw kepada umatnya. Beliau mengingtkan kepada mereka untuk berhati-hati terhadap perkara yang dikhawatirkan menimbulkan akibat buruk. Maka serupa juga disebutkan dalam Hadits, المؤمن كيس حذر (mukmin itu cerdas dan hati-hati). Hadits ini diriwayatkan penulis kitab Musnad al-Firdaus dari Anas dengan sanad yang lemah. Dia berkata, perkataan ini termasuk masalah yang tidak bisa ditandingi oleh Nabi saw. Pertama kali Nabi mengucapkannya kepada Abu Izzah al-Jumahi sang penyair. Dia ditawan di Badar, lalu mengeluhkan keadaan keluarganya serta kefakirannya, maka Nabi saw melepaskannya tanpa tebusan. Kemudian ia tertangkap lagi pada perang uhud dan berkata. Berilah anugerah kepadaku. Lalu dia menyebutkan kefakiran serta keluarganya. Maka beliau bersabda, sungguh engkau tidak akan kembali ke Mekkah dan mengatakan “Aku telah menundukkan Muhammad dua kali”. Setelah itu beliau memerintahkan untuk membunuhnya. Kisahnya diriwayatkan dari Ibnu Ishaq di kitab al-Maghazi tanpa sanad. Ibnu Hisyam berkata di kitab Tahdzib as-Sirah, telah sampai kepadaku bahwa Nabi saw bersabda saat itu, “mukmin tidak akan disengat dua kali dari satu lubang” . BAB III PENUTUP Kesimpulan • Istiqomah adalah iltizam (komitmen) pada manhaj Islam. Umar bin Khatthab ra berkata: istiqomah adalah kamu berdiri di atas perintah dan larangan, dan tidak terombang-ambing seperti musang (yang berlarian kesana-kemari). Istiqomah merupakan tingkatan yang tinggi, yang mengindikasikan sempurnanya keimanan dan tingginya himmah (cita-cita). • Rendah hati, kata tawadhu berasal dari akar kata dhi’ah artinya rendah. Maksudnya ialah menunjukkan sikap rendah hati terhadap orang yang ingin dihormati atau sikap menghormati orang yang memiliki keutamaan yang lebih darinya. At-Thabrani berkata, rendah hati mengandung kemaslahatan bagi agama dan dunia, karena jika manusia menggunakannya di dunia, kedengkian akan hilang di antara mereka, dan mereka akan terbatas dari rasa letih saling membangun dan mengungguli. • Yakin dan tawakkal, keutamaan berserah diri kepada Allah dan bersandar kepadanya dalam menolak bahaya atau menarik manfaat, dan segala sesuatu yang telah disediakan Allah untuk orang-orang yang bertawakkal, yaitu berupa pahala dan ganjaran. Carilah rezeki dengan bersandar sepenuhnya kepada Allah, maka Dia akan memudahkanmu dalam mendapatkan rezeki. • Nasihat itu biasanya disertai dengan dzikir kepada Allah, dan telah dikemukakan bahwa dzikir itu termasuk doa. Nasihat adalah suatu kalimat yang mengekspresikan keinginan baik untuk pihak yang dinasihati. Kewajiban kaum muslimin untuk memberi nasihat karena ia merupakan tiang dan penopang agama. • Seorang muslimin tidak disengat dua kali dari satu lubang. Ibnu al-Atsir berkata, maknanya, kesantunan tidak akan diperoleh hingga seseorang mengalami berbagai kejadian dan kesalahan, lalu dia mengambil pelajaran darinya, meneliti letak letak kesalahan dan menjauhinya. DAFTAR PUSTAKA Muhammad, Syaikh, bin Salih al-Utsmani. Syarah Riyadus Shalihin. Jakarta. Darus Sunnah Press. 2007 Bugha, Mushthafa, Nuzhatul Muttaqin. Jakarta. Muassasatus. 2005 Al-Bani, Muhammad, Nasiruddin. Shahih Sunan Tirmidzi. Jakarta. Pustaka Azzam. 2006 Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Bari, Syarah Shahih al-Bukhari. Jakarta. Pustaka Azzam 2009