Jumat, 02 Desember 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istiqomah merupakan tingkatan yang tinggi, yang mengindikasikan sempurnanya keimanan dan tingginya himmah. Istiqomah juga merupakan sarana yang sangat menunjang bagi seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dunia maupun akhirat. Selain itu juga ada hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam peranan hidup, seperti rendah diri, yakin, tawakkal, dan banyak lagi . B. Rumusan Masalah Di dalam makalah sederhana ini, ada beberapa topic yang di sajikan sebagai pembahasan, yaitu:  Istiqomah  Rendah hati  Yakin dan tawakkal  Nasihat  Seorang muslim tidak disengat dua kali dari satu lubang BAB II PEMBAHASAN A. ISTIQOMAH وعن ابي عمرو, وقيل ابي عمرة سفيان بن عبد الله رضي الله عنه قال: يا رسول الله قل لي فى الاسلام قولا لا اسأل عنه احدا غيرك. قال: قل: امنت بالله: ثمّ استقم (رواه المسلم). Diriwayatkan dari Abu Amr, ada pula yang mengatakan Abu Amrah, Sufyan bin Abdullah ra., ia berkata: “Saya berkata kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, ajarkan aku suatu ucapan dalam Islam dan saya tidak akan menanyakannya lagi kepada orang lain selain kepada engkau! Beliu menjawab: katakamlah, saya beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah” (Muslim 38). Penjelasan Ucapan, “Katakanlah kepadaku tentang ajaran Islam, ucapan yang tidak akan aku tanyakan kepada seorang pun selain engkau”, yakni ucapkan satu ungkapan yang aku tidak lagi bertanya kepada seorang pun selain kepada anda, sehingga kalimat ini merupakan kalimat yang jelas dan rinci sehingga tidak perlu lagi bertanya kepada seseorang, kemudian Nabi saw bersabda kepadanya, “Katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian beristiqomahlah.” Sabda beliau, “Katakanlah aku beriman”, bukan yang dimaksud hanya sekedar ucapan di lisan karena ada orang yang mengucapkan aku beriman kepada Allah dan hari akhir, tapi ternyata ia tidak beriman. Akan tetapi, yang dimaksud adalah ucapan hati dan juga lisan. yakni ia mengucapkan di lisannya setelah ia menetapkannya di dalam hati, yang diyakini dengan sepenuhnya sehingga tidak ada keraguan sedikit pun. karena keimanan itu tidak cukup dengan hati saja, sebagaimana juga tidak cukup dengan lisan saja, tetapi harus dengan keduanya secara menyeluruh. Karenanya Nabi saw ketika mengucapkan ini beliau mengajak manusia kepada Islam, “Wahai manusia ucapkanlah, la ilaha illAllah, maka kalian akan beruntung”. Beliau bersabda, “Ucapkanlah…” yakni dengan lisan kalian sebagaimana juga dengan hati. Dan ucapan, “Aku beriman kepada Allah…” mencakup iman dengan wujud Allah, dengan rububiyah-Nya dan segala apa yang datang dari-Nya. Jika kamu beriman dengan ini kemudian kamu komitmen dengan agama Allah, tidak berpaling dari-Nya baik ke kiri atau ke kanan, tidak mengurangi dan tidak menambahi. Beristiqomahlah dengan persaksian (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, demikian itu keikhlasan kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya. Istiqomahlah mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, haji dan semua syariat. Ucapan, “Katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian…” ini dalil yang menunjukkan bahwa istiqomah tidak ada kecuali setelah keimanan, dan dari syarat amal shaleh yakni sarat sah dan diterimanya amal ibadah itu harus dibangun dengan keimanan. Jika seseorang melakukan amal lahir dengan sebaiknya namun hati lalai, ragu, dan penuh kegoncangan, atau mengingkari dan mendustakan, maka ibadah itu tidak bermanfaat. Karenanya, para ulama sepakat bahwa syarat diterimanya ibadah seseorang adalah beriman kepada Allah, yakni mengakui seluruh yang datang dari-Nya. Dari Hadits ini dapat diambil faedah bahwa seyogianya bagi seseorang jika melaksanakan amal, ia merasa bahwa ia melaksanakannya karena Allah, bersama Allah dan untuk Allah. Karenanya tidaklah beristiqomah atas agama Allah, kecuali setelah beriman kepada Allah Ta’ala . Pelajaran Yang Terkandung Dalam Hadits 1. Hadits ini termasuk “Kalimat yang singkat namun serat makna” yang dikaruniakan kepada Rasulullah saw. Hadits ini juga selaras dengan firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami ialah Allah, kemudian mereka tetap beristiqomah”. (Fushshilat: 30). 2. Istiqomah adalah iltizam (komitmen) pada manhaj Islam. Umar bin Khattab ra berkata: “Istiqomah adalah kamu berdiri di atas perintah dan larangan, dan tidak terombang-ambing seperti musang (yang berlarian kesana-kemari).” 3. Pengakuan iman saja tidak cukup selama tidak ada amal perbuatan yang menunjukkan adanya keimanan, karena amal itulah yang menjadi bukti dan buah dari iman. 4. Istiqomah merupakan tingkatan yang tinggi, yang mengindikasikan sempurnanya keimanan dan tingginya himmah (cita-cita) . B. RENDAH HATI (tawadhu) عن انيس قال: كانت رسول الله صلى الله عليه وسلم تسمّى الغضباء, وكانت لا تسبق, فجاء اعرابيّ على القعود له فسبقها, فاشتدّ ذالك على المسلمين وقالوا: سبقت العضباء. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: انّ حقّا على الله ان لا يرفع شيئا من الدّنيا الا وضعه. Dari Annas, dia berkata, “Unta Rasulullah saw diberi nama Adhba’, dan unta itu tidak pernah dikalahkan. Kemudian seorang badui datang mengendarai untanya lalu berhasil mengalahkannya. Maka hal ini membuat kaum muslimin terganggu, dan mereka berkata, “adhba’ telah dikalahkan”. Mendengar itu, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya adalah hak atas Allah untuk tidak mengangkat sesuatu dari dunia kecuali Dia akan merendahkannya””. Keterangan Hadits Kata tawadhu’ berasal dari akar kata dhi’ah artinya rendah. Yang dimaksud dengan tawadu’ adalah menunujukkan sikap rendah hati terhadap orang yang ingin dihormati. Ada juga yang mengatakan, bahwa itu adalah sikap menghormati orang yang memiliki keutamaan yang lebih darinya. Pada bab ini Imam Bukhari menyebutkan dua Hadits: Hadits Anas yang menceritakan tentang unta Rasulullah saw. Yang dikalahkan dengan unta milik seorang pria badui. Hal ini telah dijelaskan pada pembahasan tentang jihad dalam bab “Unta Nabi saw”. Sebagian orang menyatakan, bahwa Hadits ini tidak tepat diletakkan dalam judul ini. Tampaknya, mereka lupa akan sebagian jalur periwayatannya yang dikemukakan oleh an-Nasa’i dengan redaksi,حقّ على الله ان لا يرفع شيء نفسه فى الدّنيا الا وضعه (Adakah hak atas Allah untuk tidak mengangkat sesuatu pun yang meninggikan dirinya di dunia kecuali merendahkannya) karena ini mengisyaratkan anjuran untuk tidak meninggikan diri (tinggi hati) dan anjuran untuk rendah hati serta menunjukkan bahwa perkara-perkara dunia adalah serba kurang dan tidak sempurna. Ibnu Bthathal berkata, “Hadits ini menunjukkan rendahnya dunia di hadapan Allah, dan peringatan untuk meninggalkan sikap berbangga diri, serta segala sesuatu adalah hina dihadapan Allah. Oleh sebab itu, setiap yang berakal selayaknya bersikap zuhud terhadap kemewahan dunia dan mengurangi persaingan dalam mencari kemewahan dunia” . Ath-Thabari berkata, “Rendah hati mengandung kemaslahatan bagi agama dan dunia, karena jika manusia menggunakannya di dunia, kedengkian akan hilang di antara mereka, dan mereka akan terbebas dari rasa letih saling membanggakan dan mengungguli”. Saya (Ibnu Hajar) katakan, Hadits ini juga menunjukkan luhurnya akhlak dan kerendahan hati Nabi saw, Karena beliau rela pria badui itu mengalahkan beliau dalam pacuan unta. Hadits ini juga menunjukkan bolehnya melakukan adanya perlombaan . C. YAKIN DAN TAWAKKAL عن ابن عبّاس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم. عرضت عليّ الامم, فرايت النبيّ ومعه الرهية, والنبيّ ومعه الرجل والرجلان, والنبيّ ليس معه احد, اذا رفع لي سواد عظيم فظننت انّهم امّتي, فقيل لي: هذا موسى وقومه ولكن انظر الى الافق الآخر, فاذا سواد عظيم فقيل لي: هذه امتك، ومعهم سبعون الفا يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب. ثم نهض فدخل منزله، فخاض الناس فى اولئك الذين يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب، فقال بعضهم: فلعلّهم الذين صحبوا رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقال بعضهم: فلعلّهم الذين ولدوا فى الاسلام، فلم يشركوا بالله شيئا وذكروا اشياء فخرج عليهم رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: مالذي تخوضون فيه ؟ فاخبروه فقال: هم الذين لا يرقون، ولا يسترقون، ولا يتطيرون، وعلى ربهم يتوكلون. فقام عكاشة بن محصن فقال: ادع الله ان يجعلني منهم، فقال: انت منهم. ثم قام رجل اخر فقال: ادع الله ان يجعلني منهم فقال: سبقك بها عكاشة. (متفق عليه) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda, “Beberapa umat diperlihatkan kepadaku. Aku melihat seorang Nabi disertai sekelompok kecil (tidak lebih dari sepuluh orang), ada lagi Nabi yang disertai seorang atau dua orang, dan adapula Nabi yang tidak disertai seorang pun. Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku sekelompok besar. Aku menyangka mereka adalah umatku. Tetapi, dikatakan kepadaku: “Ini adalah Musa as dan kaumnya. Lihatlah ke ufuk ! Aku memandang, ternyata ada kelompok besar. Dikatakan lagi kepadaku, pandanglah ke ufuk yang lain. Ternyata juga ada kelompok yang besar. Dikatakan kepadaku, ini adalah umatmu. Bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Kemudian Rasulullah saw bangkit dan masuk ke dalam rumahnya. Orang-orang memperbincangkan tentang mereka yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Sebagian ada yang berkata, “Barangkali mereka adalah orang-orang yang selalu menyertai Rasulullah saw (para sahabat)”. Sementara yang lain mengatakan, “Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak menyekutukan Allah”. Mereka mngemukakan pendapat masing-masing. Ketika Rasulullah saw keluar lagi, beliau bertanya, apa yang kalian perbincangkan? Setelah mereka memberitahu, Rasulullah saw bersabda, mereka adalah orang-orang yang tidak menjampi, tidak minta dijampi, tidak menganggap sial sesuatu, dan hanya kepada rabb mereka bertawakkal. Ukasyah bin Mihshan berdiri dan berkata: Berdoalah kepada Allah semoga Dia berkenan menjadikan aku termasuk di antara mereka. Rasulullah menjawab: Engkau termasuk di antara mereka. Kemudian seseorang lain berkata: Berdoalah kepada Allah, semoga Dia berkenan menjadikan aku termasuk di antara mereka. Rasulullah saw bersabda: Engkau telah didahului oleh Ukasyah”. (Muttafaqun ‘Alaih). Uraian Kata Dalam Hadits النبيّ (seorang Nabi), dari sekian banyak Nabi. Yang dimaksud Nabi di sini ialah orang yang diberikan wahyu berupa (syari’at), lalu diperintahkan untuk menyampaikannya, dan dia tidak lain adalah seorang Nabi yang juga rasul. رفع لي سواد عظيم (diperlihatkan kepadaku kelompok yang besar). Yakni, diperlihatkan kepadaku orang-orang dalam jumlah yang banyak. موسى وقومه (Musa as dan kaumnya). Maksudnya umat Nabi Musa yang beriman. هذه امتك (ini adalah umatmu). Yakni umat yang jumlahnya begitu besar. خاض (memperbincangkan). Secara etimologis, kata خاض berarti masuk. Bila ada ungkapan خاض فى الامر, artinya masuk dalam suatu masalah. Sementara yang dimaksud di sini adalah larut dalam perbincangan. لا يرقون (tidak menjampi). Yakni mereka tidak membaca sesuatu yang digunakan untuk berlindung dari suatu kejahatan yang sudah terjadi atau yang akan terjadi. يسترقون (minta dijampi). Yakni minta diruqyah. ولا يتطيرون (tidak menganggap sial sesuatu). يتوكلون (Mereka bertawakkal). Yakni mereka senantiasa bergantung kepada Allah dalam mencapai segala yang mereka inginkan, dengan tetap melakukan berbagai sebab dan ikhtiyar. Pelajaran Yang Terkandung Dalam Hadits 1. Keutamaan kedudukan Rasulullah saw ketika semua generasi manusia ditampakkan kepadanya. Penampakan ini bisa terjadi dalam mimpi, sementara mimpi seorang Nabi adalah benar. Atau bisa pula penampakan tersebut terjadi dalam keadaan terjaga di malam isra’, atau lainnya, dan Allah berhak memberikan keistimewaan kepada Nabi-Nya dengan apa pun yang dikehendaki-Nya. 2. Penjelasan mengenai anugerah yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah saw, bahwa umatnya merupakan umat yang paling banyak. 3. Keutamaan berserah diri kepada Allah dan bersandar kepada-Nya dalam menolak bahaya atau menerima manfaat, dan segala sesuatu yang telah diserahkan oleh Allah untuk orang-orang yang bertawakkal, yaitu berupa pahala dan ganjaran. 4. Hukum ruqyah. Sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu dianjurkan selama ruqyah dilakukan dengan doa yang diriwayatkan dari Rasulullah saw, dan menjadikan al-Qur’an sebagai ruqyah juga diperbolehkan. Namun ada juga yang beranggapan bahwa ruqyah tidak boleh dilakukan, jika cara ruqyah itu berupa jampi-jampi yang dipergunakan oleh orang jahiliyah, orang yang sesat dan juga para dukun, dan bertentangan dengan nilai-nilai keimanan yang shahih dan kesempurnaan tawakkal. 5. Pesimisme dan menganggap sial sesuatu adalah tindakan yang diharamkan . عن عمر رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لو انكم تتوكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير، تغدو خماصا وتروح بطانا. رواه الترمذي، وقال: حديث حسن Dari Umar ra, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal (kepada-Nya), maka Dia akan member rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Pergi dengan perut kosong dan pulang dengan keadaan perut kenyang.” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata Hadits ini Hasan) Penjelasan Sabda beliau, “Sebenar-benarnya tawakkal” maksudnya bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Yakni, bersandar sepenuhnya kepada Allah di dalam meminta rezeki dan yang lainnya. “Maka Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung”, yakni burung itu diberi rezeki oleh Allah karena ia tidak ada yang memiliki, ia pergi ke angkasa dan pulang lagi ke sarangnya untuk mencari rezeki yang diberikan Allah kepadanya. “Pergi dengan perut kosong”, pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, sebagaimana Allah ta’ala berfirman:         •     Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah:3) “Pergi dengan perut kosong” yakni kosong perutnya, akan tetapi ia bertawakkal sepenuhnya kepada Tuhannya, maka ia kembali dalam keadaan kenyang pada akhir siang. Kata “tahuru” berarti akhir siang. Dan kata “bithanan” yakni penuh perutnya dengan rezeki dari Allah. Di dalam Hadits ini ada beberapa faedah yang dapat diambil sebagai pelajaran. Pertama, seyogianya bagi setiap orang untuk bersandar dan bertawakkal sepenuhnya kepada Allah. Kedua, sesungguhnya tidak ada satu hewan pun yang melata di muka bumi ini kecuali rezekinya telah ditentukan oleh Allah. Hingga seekor burung yang terbang di angkasa, tidak ada yang menguasainya di ketinggian udara kecuali Allah semata, dan tidak ada yang memberinya rezeki kecuali Allah. Orang yang bertawakkal harus melakukan sebab-sebab dalam mencari rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda, “Dia memberikan rezeki kepada burung, pergi dengan perut kosong dan pulang dengan perut kenyang.” Burung pun pergi untuk mencari rezeki, tidak berdiam diri di dalam sangkarnya, tetapi keluar terbang untuk mencari makan. Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, maka hendaklah kamu melakukan sebab-sebab yang disyariatkan Allah kepadamu, yakni dengan mencari rezeki dengan cara yang halal, pertanian, perdagangan, dan amal-amal lain yang dapat mendatangkan rezeki. Carilah rezeki dengan bersandar sepenuhnya kepada Allah, maka Dia akan memudahkanmu dalam mencari rezeki. Maka burung mengenal Allah. Ia terbang untuk mencari rezeki sesuai dengan fitrahnya yang telah Allah berikan kepadanya, yang dengan fitrah itu dapat mengantarkannya untuk mencari rezeki, lalu ia kembali ke sarangnya pada akhir siang dengan keadaan perut kenyang. Hal ini berlangsung setiap hari. Sesungguhnya, Allah-lah yang telah memberikan rezeki kepadanya. Lihatlah hikmah Allah, bagaimana burung ini terbang ke tenpat yang jauh dan dapat kembali ke tempatnya semula. Hal ini karena Allah telah memberikan segala kelengkapan kepada makhluk-Nya kemudian memberikan petunjuk. Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq . D. NASIHAT عن شقيق قال: كنّا ننتظر عبد الله اذ جاء يزيد بن معاوية، قلت، الا تجلس؟ قال: لا، ولكن ادخل فاخرج اليكم صاحبكم، وِالا جئت انا فجلست، فخرج عبد الله وهو اخذ بيده، فقام علينا فقال: اما انّى اخبر بمكانكم، ولكنّه يمنعني من الخروج اليكم انّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم كان يتخوّلنا بالموعظة فى الايّام كراهية السّامة علينا Dari Syaqiq, ketika kami sedang menunggu Abdullah, tiba-tiba yazzid bin Muawiyah datang, aku berkata. Maukah engkau duduk? Dia menjawab, tidak. Tetapi aku masuk (ke tempat Abdullah) lalu membawa sahabat kalian kepada kalian, jika tidak, maka aku datang lalu duduk. Kemudian muncullah Abdullah sambil memegang tangannya, dia pun berdiri kepada kami lalu berkata, sebenarnya aku diberi tahu tentang keberadaan kalian, tetapi yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian adalah Rasulullah saw memilih waktu yang tepat untuk memberikan nasihat kepada kami dalam hari-hari itu (tidak setiap hari) karena tidak mau membuat kami bosan. Keterangan Hadits Hubungan bab ini dengan pembahasan tentang doa adalah bahwa nasihat itu biasanya disertai dengan dzikir kepada Allah, dan telah dikemukakan bahwa dzikir itu termasuk ke dalam doa. Imam Bukhari menutup bab-bab tentang doa dengan judul ini yang kemudian disambung dengan pembahasan tentang kelembutan hati sehingga ada penggabungan dari keduanya. كنّا ننتظر عبد الله (kami sedang menunggu Abdullah). Maksudnya, Ibnu Mas’ud. اذ جاء يزيد بن معاوية (tiba-tiba Yazid bin Muawiyah datang). Dalam riwayat Imam Muslim dari jalur Abu Muawiyah, dari al-‘Amasy, dari Syaqiq, disebutkan, كنّا جلوسا عند باب عبد الله ننتظره فمرّ بنا يزد بن معاوية النّخعيّ (ketika kami duduk di depan pintu Abdullah sedang menunggunya, Yazid bi an-Nakhla’i lewat). قلت، الا تجلس؟ قال: لا، ولكن ادخل فاخرج اليكم صاحبكم (aku berkata, maukah kamu duduk? Dia menjawab, tidak, tapi aku akan masuk (ke tempat Abdullah) lalu membawa sahabat kalian itu kepada kalian). Dalam riwayat Abu Muawiyah disebutkan, فقلنا: اعمله بمكاننا. فدخل عليه (maka kami berkata, tolong beritahu dia tentang keberadaan kami, maka dia pun masuk ke tempatnya). اخبر (diberitahu). Pada pembahasan tentang ilmu disebutkan bahwa perkataan ini dikatakan oleh Ibnu Mas’ud sebagai jawaban atas perkataan mereka, وددنا انّك لو ذكرتا كلّ يوم (kami ingin agar engkau memberi nasihat kami setiap hari), karena selama itu dia hanya memberi nasihat mereka setiap hari kamis. Dalam riwayat itu disebutkan, bahwa Ibnu Mas’ud berkata, انّي اكره ان املّكم (sesungguhnya aku tidak ingin membuat kalian jemu). كان يتخوّلنا بالموعظة (beliau memilih waktu yang tepat untuk memberi nasihat kepada kami). Pembahasan, penjelasan maknanya telah dikemukakan. Al-Khaththabi mengatakan, maksudnya, dia memberi jadwal mengajar dan dan memberi nasihat kepada mereka, dan tidak melakukan setiap hari karena khawatir menimbulkan kebosanan. Sebagian periwayatan mengatakan menggunakan kata يتحوّلنا yang maksudnya adalah memperhatikan kondisi dimana mereka sedang bersemangat untuk menerima wejangan, dan tidak memperbanyak agar mereka tidak jemu. Demikian yang dikemukakan oleh ath-Thaibi. Dia mengatakan, namun, riwayat yang terdapat pada kitab-kitab shahih adalah dengan kata-kata يتخوّلنا . فى الايّام (dalam hari-hari). Maksudnya, mengajari mereka selama beberapa hari dan meninggalkan mereka selama beberapa hari yang lain. Pada pembahasan tentang ilmu, Imam Bukhari memberinya judul dengan bab “Orang yang Menetapkan Hari-hari Tertentu untuk para Penuntut Ilmu”. كراهية السّامة علينا (karena tidak membuat kami bosan). Maksudnya, agar tidak terjadi kebosanan pada kami. Telah dijelaskan maksud penggunaan kata علينا pada pembahasan tentang ilmu, dan kata السّامة (kebosanan) mengandung makna kesulitan, karena itu menggunakan kata bantu على (علينا). Ini menunjukkan kasih sayang Nabi saw terhadap para sahabatnya, dan baiknya cara mengajar dan memahamkan mereka, agar mereka bisa mengambil pelajaran dari beliau dengan penuh semangat tanpa rasa jemu dan bosan, agar menjadi contoh bagi mereka, karena memberikan pelajaran secara bertahap lebih meringankan dan lebih kuat dalam menerimanya. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan Ibnu Mas’ud karena mengikuti Nabi saw dalam perkataan dan perbuatan, serta memeliharanya . عن ابى رقيّة تميم بن اوس الداريّ رضي الله عنه انّ النبيّ صلى الله عليه وسلّم قال: الدّين النّصيحة. قلنا: لمن؟ قال: لله ولكتابه ولرسوله ولائمّة المسلمين وعامّتهم .رواه المسلم Diriwayatkan dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Dari ra. Bahwa Nabi saw bersabda: Agama itu adalah nasihat. Kami bertanya, bagi siapa? Beliau bersabda, bagi Allah, kitab-kitabnya, Rasulnya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin, dan umat Islam pada umumnya. (Muslim 55, Abu Dawud 4944, dan Nasa’I VII/156) Uraikan Kata Dalam Hadits النّصيحة (nasihat). Adalah suatu kalimat yang mengekspresikan keinginan baik untuk pihak yang dinasihati. Secara etimologis, kata النّصح (bentuk dasarnya, berarti bersih. Maka ungkapan نصحت العسل , berarti aku bersihkan madu dari lilin dan aku murnikan dari campurannya. Ada yang berpendapt, kata النّصيحة diambil dari ungkapan نصح الرجل ثوبه اذ خاطه, berarti: seseorang (penjahit) merapikan pakaiannya saat menjahit. Artinya, perilaku sang pemberi nasihat menyangkut apa yang dinasihatkan kepada pihak yang dinasihati, disamakan dengan memperbaiki pakaian. ائمّة المسلمين (pemimpin-pemimpin kaum muslimin). Yakni para penguasa mereka. عامّتهم (umat Islam pada umumnya). Yaitu seluruh kaum muslimin selain penguasa . E. SEORANG MUSLIM TIDAK DISENGAT DUA KALI DARI SATU LUBANG وقال معاوية: لا حكيم الّا ذو تجربة Muawiyah berkata: Tidak ada orang yang bijak, kecuali yang memiliki pengalaman. عن ابى هريرة رصي الله عنه عن النّبيّ صلى الله عليه وسلّم انّه قال: لا يلدغ المؤمن من حجر واحد مرّتين Dari az-Zuhri, dari Ibnu al-Musayyib, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: Orang mukmin tidak disengat dua kali dari satu lubang. Keterangan Hadits (Bab seorang mukmin tidak disengat dua kali dari satu lubang). Kata al-Ladgh artinya sengatan binatang berbisa. Sedangkan al-ladzgh artinya sundupan api. Hal ini sudah dijelaskan pada pembahasan tentang pengobatan. وقال معاوية: لا حكيم الّا ذو تجربة (Muawiyah berkata: Tidak ada orang yang bijak, kecuali yang memiliki pengalaman). Dalam riwayat al-Ashili disebutkan الّا ذو تجربة (kecuali orang yang memiliki pengalaman). Dalam riwayat Abu Dzar yang dinukil selain melalui jalur al-Kasymihani disebutkan لا حلم الّا بتجربة (tidak ada kesantuan, kecuali dengan pengalaman). Sedangkan di dalam riwayat al-Kasymihani disebutkan, الّا لذي تجربة (kecuali bagi yang memiliki pengalaman). Atsar ini disebutkan oleh Abu bakar bin Abi Syaibah melalui sanad yang maushul dalam kitabnya al-Mushannaf dari Isa bin Yunus, dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dia berkata, Muawiyah berkata لا حليم الّا ذو تجربه (tidak ada orang yang santun, kecuali yang memiliki pengalaman). Dia mengatakan tiga kali. Dia mengatakan dari Hadits Abi Sa’id, yang dinisbatkan kepada Nabi saw, لا حليم الّا ذو عشرة، ولا حكيم الّا ذو تجربة (tidak ada orang santun kecuali yang pernah salah, dan tidak ada orang yang bijak kecuali yang mempunyai pengalaman). Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban. Ibnu al-Atsir berkata. Maknanya, kesantunan tidak akan diperoleh hingga seseorang mengalami beberapa kejadian dan kesalahan, lalu dia mengambil pelajaran darinya, meneliti letak kesalahan dan menjauhinya. Ulama selainnya berkata. Maknanya, seseorang tidak menjadi penyantun yang sempurna kecuali orang yang pernah tergelincir dan salah sehingga dia merasa malu. Oleh karena itu, hendaknya orang melihatnya dalam kondisi seperti itu agar menutupinya dan memaafkannya. Demikian pula orang yang terlalu mencoba berbagai urusan niscaya akan mengetahui manfaat dan bahayanya, maka dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali karena hikmah. لا يلدغ (tidak disengat). Huruf akhir kata يلدغdiberi tanda dhammah yang menunjukkan kalimat berita. Al-Khaththabi berkata. Kalimatnya berbentuk cerita, tetapi mengandung makna perintah. Maksudnya, hendaklah seorang mukmin teguh dan waspada, jangan mengulangi kesalahan serupa dari satu arah. Demikian juga dalam urusan agama, bahkan dalam urusan agama lebih patut untuk berhati-hati. من حجر (dari lubang). Dalam riwayat al-Kasymihani dan as-Sarakhsi disebutkan, واحد (yang satu). Dalam sebagian naskah menyebutkan, حجر حيّة (lubang ular), tapi ini adalah tambahan yang syadz. Ibnu Baththal berkata, di sini mengandung adab yang diajarkan Nabi saw kepada umatnya. Beliau mengingtkan kepada mereka untuk berhati-hati terhadap perkara yang dikhawatirkan menimbulkan akibat buruk. Maka serupa juga disebutkan dalam Hadits, المؤمن كيس حذر (mukmin itu cerdas dan hati-hati). Hadits ini diriwayatkan penulis kitab Musnad al-Firdaus dari Anas dengan sanad yang lemah. Dia berkata, perkataan ini termasuk masalah yang tidak bisa ditandingi oleh Nabi saw. Pertama kali Nabi mengucapkannya kepada Abu Izzah al-Jumahi sang penyair. Dia ditawan di Badar, lalu mengeluhkan keadaan keluarganya serta kefakirannya, maka Nabi saw melepaskannya tanpa tebusan. Kemudian ia tertangkap lagi pada perang uhud dan berkata. Berilah anugerah kepadaku. Lalu dia menyebutkan kefakiran serta keluarganya. Maka beliau bersabda, sungguh engkau tidak akan kembali ke Mekkah dan mengatakan “Aku telah menundukkan Muhammad dua kali”. Setelah itu beliau memerintahkan untuk membunuhnya. Kisahnya diriwayatkan dari Ibnu Ishaq di kitab al-Maghazi tanpa sanad. Ibnu Hisyam berkata di kitab Tahdzib as-Sirah, telah sampai kepadaku bahwa Nabi saw bersabda saat itu, “mukmin tidak akan disengat dua kali dari satu lubang” . BAB III PENUTUP Kesimpulan • Istiqomah adalah iltizam (komitmen) pada manhaj Islam. Umar bin Khatthab ra berkata: istiqomah adalah kamu berdiri di atas perintah dan larangan, dan tidak terombang-ambing seperti musang (yang berlarian kesana-kemari). Istiqomah merupakan tingkatan yang tinggi, yang mengindikasikan sempurnanya keimanan dan tingginya himmah (cita-cita). • Rendah hati, kata tawadhu berasal dari akar kata dhi’ah artinya rendah. Maksudnya ialah menunjukkan sikap rendah hati terhadap orang yang ingin dihormati atau sikap menghormati orang yang memiliki keutamaan yang lebih darinya. At-Thabrani berkata, rendah hati mengandung kemaslahatan bagi agama dan dunia, karena jika manusia menggunakannya di dunia, kedengkian akan hilang di antara mereka, dan mereka akan terbatas dari rasa letih saling membangun dan mengungguli. • Yakin dan tawakkal, keutamaan berserah diri kepada Allah dan bersandar kepadanya dalam menolak bahaya atau menarik manfaat, dan segala sesuatu yang telah disediakan Allah untuk orang-orang yang bertawakkal, yaitu berupa pahala dan ganjaran. Carilah rezeki dengan bersandar sepenuhnya kepada Allah, maka Dia akan memudahkanmu dalam mendapatkan rezeki. • Nasihat itu biasanya disertai dengan dzikir kepada Allah, dan telah dikemukakan bahwa dzikir itu termasuk doa. Nasihat adalah suatu kalimat yang mengekspresikan keinginan baik untuk pihak yang dinasihati. Kewajiban kaum muslimin untuk memberi nasihat karena ia merupakan tiang dan penopang agama. • Seorang muslimin tidak disengat dua kali dari satu lubang. Ibnu al-Atsir berkata, maknanya, kesantunan tidak akan diperoleh hingga seseorang mengalami berbagai kejadian dan kesalahan, lalu dia mengambil pelajaran darinya, meneliti letak letak kesalahan dan menjauhinya. DAFTAR PUSTAKA Muhammad, Syaikh, bin Salih al-Utsmani. Syarah Riyadus Shalihin. Jakarta. Darus Sunnah Press. 2007 Bugha, Mushthafa, Nuzhatul Muttaqin. Jakarta. Muassasatus. 2005 Al-Bani, Muhammad, Nasiruddin. Shahih Sunan Tirmidzi. Jakarta. Pustaka Azzam. 2006 Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Bari, Syarah Shahih al-Bukhari. Jakarta. Pustaka Azzam 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar