Minggu, 01 Januari 2012

resuman kepanitraan peradilan agama

Nama : Ahmad Tohayin NIM : 1001110033 A. SUSUNAN ORGANISASI PENGADILAN AGAMA Organisasi Pengadilan Agama terdiri dari: 1. Pimpinan pengadilan (pimpinan Pengadilan Agama terdiri dari seorang ketua dan wakil ketua) 2. Hakim (pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman) 3. Panitera (pejabat yang memimpin kepaniteraan) 4. Sekretaris (pejabat yang memimpin kesekretariatan) 5. Juru Sita (juru sita dan juru sita pengganti, yaitu pejabat yang melaksanakan tugas-tugas kejurusitaan) B. SUSUNAN ORGANISASI PENGADILAN TINGGI AGAMA Susunan organisasi Pengadilan Tinggi Agama hampir sama dengan susunan organisasi Pengadilan Agama. Perbedaannya pada Juru Sita dalam kelompok fungsional dan Panitera Muda. C. MENGENAL TUGAS DAN FUNGSI MASING-MASING PANITERA DALAM PENGADILAN AGAMA DAN PENGADILAN TINGGI AGAMA Dalam kamus hukum, panitera diartikan pejabat-pejabat pengadilan yang bertugas membantu hakim untuk membuat berita acara persidangan pada saat sidang pemeriksaan diadakan. Kepaniteraan Pengadilan Agama adalah unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada ketua pengadilan. Tugas panitera dijelaskan dalam pasal 96 undang-undang nomor 7 tahun 1989, yaitu: Pasal 96 Panitera Pengadilan bertugas menyelenggarakan administrasi perkara dan mengatur tugas Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti. Pasal 97 Panitera, Wakil Panitera, Panitera Muda, dan Panitera Pengganti bertugas membantu Hakim dengan menghadiri dan mencatat jalannya sidang Pengadilan. Pasal 98 Panitera bertugas melaksanakan penetapan atau putusan Pengadilan. Pasal 99 1. Panitera wajib membuat daftar semua perkara yang diterima di Kepaniteraan. 2. Dalam daftar perkara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) tiap perkara diberi nomor urut dan dibubuhi catatan singkat tentang isinya. Pasal 100 Panitera membuat salinan atau turunan penetapan atau putusan Pengadilan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 101 1. Panitera bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara, penetapan atau putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lain yang disimpan di Kepaniteraan. 2. Semua daftar, catatan, risalah, berita acara, serta berkas perkara tidak boleh dibawa keluar dari ruangan Kepaniteraan, kecuali atas izin Ketua Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang. 3. Tata cara pengeluaran surat asli, salinan atau turunan penetapan atau putusan, risalah, berita acara, akta, dan surat-surat lain diatur oleh Mahkamah Agung. Fungsi kepaniteraan Peradilan Agama diatur dalam keputusan ketua Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/004/SK/II/1992 tentang organisasi tata kerja kepaniteraan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama. Fungsi kepaniteraan Pengadilan Agama diatur dalam pasal 3: 1. Penyusunan kegiatan pelayanan administrasi perkara, serta pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan persidangan. 2. Pengurusan daftar perkara, administrasi perkara, administrasi keuangan perkara dan administrasi pelaksanaan putusan perkara perdata. 3. Penyusunan statistik perkara, dokumen perkara, laporan perkara dan yurisprodensi. 4. Pengurusan administrasi pembinaan hukum agama dan hisab rukyat. 5. Lain-lain berdasarkan peraturan perundang-undangan. Fungsi kepaniteraan pengadilan tinggi agama diatur dalam pasal 19: 1. Penyusunan kegiatan pelayanan administrasi perkara, serta pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan persidangan. 2. Pengurusan daftar perkara, administrasi perkara dan administrasi keuangan perkara banding. 3. Penyusunan statistik perkara, dokumentasi perkara, laporan perkara dan yurisprodensi. 4. Penyelenggaraan pembinaan hukum agama dan hisab rukyat. 5. Lain-lain berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. D. ADMINISTRASI PENGADILAN TINGGI AGAMA DAN PENGADILAN TINGGI AGAMA Administrasi dalam arti sempit merupakan penyusunan dan pencatatan data dan informasi secara sistematis dengan maksud untuk menyediakan keterangan serta memudahkan memperolehnya kembali secara keseluruhan. Administrasi dalam arti sempit sering disebut tata usaha. Pengertian administrasi secara luas yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok yang telah ditentukan. Administrasi dalam peradilan adalah langkah-langkah yang harus dilalui atau hal-hal yang harus di penuhi dalam hal beracara. Seperti pada Pengadilan Agama yang harus melalui meja satu, meja dua dan meja tiga. Atau pada pengadilan tinggi agama yang telah di tentukan langkah-langkahnya. E. PROSES BERACARA DI PENGADILAN AGAMA Secara singkat , proses atau cara beracara di Pengadilan Agama dapat diuraikan sebagai berikut. Langkah pertama adalah mendaftarkan perkara di pengadilan, kemudian ketua pengadilan menunjuk majelis hakim. Setelah majelis hakim ditunjuk, maka majelis hakim menentukan hari sidang yang kemudian dilanjutkan dengan pemanggilan pihak-pihak. Sebelum persidangan dilaksanakan ada tata ruang yang diperuntukkan untuk persidangan. F. CARA MENGAJUKAN PERMOHONAN DAN GUGATAN Terdapat perbedaan antara permohonan dengan gugatan. Permohonan di dalamnya tidak terdapat sengketa, kemudian hasil akhir disebut dengan penetapan. Contoh dari permohonan adalah adopsi dan fatwa waris. Pemohonan disebut juga dengan yuridictio voluntair. Berbanding terbalik dengan permohonan adalah gugatan, di dalam gugatan terdapat sengketa yang hasil akhirnya berupa vonis atau putusan. Contohnya adalah cerai talak, cerai gugat atau sengketa waris. Gugatan disebut juga dengan yuridictio content iosa. Syarat-syarat surat gugatan atau permohonan adalah: 1. Identitas 2. Fundamentum petendi (posita), yaitu fakta peristiwa dan hukum 3. Petitum atau tuntutan Setelah surat gugatan ataupun permohonan telah dibuat, maka langkah selanjutnya adalah mendaftarkan perkara tersebut ke Pengadilan Agama. Jika orang yang ingin mengajukan permohonan atau gugatan tidak bisa baca tulis, maka gugatan atau permohonan dapat diajukan langsung kepada ketua pengadilan secara lisan. Demikian halnya jika orang yang ingin beracara di Pengadilan Agama tidak mempunyai biaya atau tidak mampu, maka pihak pengadilan wajib memproses perkara orang tersebut secara Cuma-Cuma, namun untuk membuktikan ketidak mampuannya ini harus ada surat miskin dari tempat tinggalnya. G. MEMASUKKAN DAN MEMBAYAR BIAYA PERKARA Biaya perkara Pengadilan Agama diatur dalam pasal 89 undang-undang Nomor 3 Tahun 2006. Biaya perkara dalam perkara perceraian dibebankan kepada penggugat atau pemohon. Biaya penetapan atau putusan pengadilan yang bukan merupakan penetapan atau putusan akhir akan diperhitungkan dalam penetapan putusan akhir. Biaya perkara yang dimaksud dalam pasal 89 tersebut meliputi: 1. Biaya kepaniteraan dan biaya materai yang diperlukan untuk perkara itu. 2. Biaya untuk para saksi, saksi ahli, penerjemah, dan biaya pengambilan sumpah yang diperlukan dalam perkara itu. 3. Biaya yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan setempat dan tindakan-tindakan lain yang diperlukan oleh pengadilan dalam perkara itu. 4. Biaya pemanggilan, pemberitahuan, dan lain-lain atas perintah pengadilan yang berkenaan dengan perkara itu. Hal ini diatur dalam pasal 90 undang-undang nomor 3 tahun 2006. H. PROSES PENYELESAIAN PERMOHONAN DAN GUGATAN PROSES PENYELESAIAN PERKARA : 1. Penggugat mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Agama 2. Penggugat dan Tergugat dipanggil oleh Pengadilan Agama untuk menghadiri persidangan. 3. Tahapan persidangan : a. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak, (Pasal 82 UU No. 7 Tahun 1989); b. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kepada kedua belah pihak agar lebih dahulu menempuh mediasi sesuai PERMA No. 1 Tahun 2008); c. Apabila mediasi tidak berhasil, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan dengan membacakan surat gugatan, jawaban, jawab menjawab, pembuktian dan kesimpulan. Dalam tahap jawab menjawab (sebelum pembuktian) Tergugat dapat mengajukan gugatan rekonvensi (gugat balik) (Pasal 158 R.Bg); PUTUSAN PENGADILAN AGAMA ATAS GUGATAN SEBAGAI BERIKUT : 1. Gugatan dikabulkan. Apabila Tergugat tidak puas dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut; 2. Gugatan ditolak. Penggugat dapat mengajukan banding melalui Pengadilan Agama tersebut; 3. Gugatan tidak diterima. Penggugat dapat mengajukan gugatan baru.