Senin, 02 Mei 2011

makalah perawi hadits dan thabaqah

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits dan Sunnah baik secara struktural maupun fugsional disepakati oleh mayoritas muslim dari berbagai Mazhab, sebagai sumber ajaran Islam karena dengan adanya Hadits dan sunnah itulah ajaran Islam menjadi jelas, rinci, dan sepesifik. Sepanjang sejarahnya Hadits-Hadits yang tercantum dalam berbagai kitab Hadits yang ada telah melalui peroses penelitian ilmiah yang rumit, sehingga menghasilkan kualitas Hadits yang diinginkan oleh para penghimpunnya.
Untuk megetahui Hadits-Hadits yang benar-benar berkualitas dan dapat dipercaya maka tidak terlepas dari persoalan siapa perawinya kemudian dari mana mereka mendapatkan Hadits bahkan sampai kepada bagaimana cara mereka meriwayatkan Hadits. Kemudian untuk membedakan generasi dan tingkatan di kalangan Muhadditsin, ulama memberikan istilah Thabaqah. Hal ini juga difungsikan untuk menghindari beberapa kesalahan di dalam periwayatan Hadits.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah yang sederhana ini kami mencoba untuk mengulas tentang Ma’rifatu Tawariihi al-Riwaah wa Ma’rifatu al-Thabaqah. Sedangkan pembahasannya meliputi:
a. Pengertian Tawarih
b. Riwayat Hidup Tokoh-Tokoh Hadits
c. Pengertian Thabaqah








BAB II
PEMBAHASAN
معرفة تواريح الرواة, ومعرفة الطبقة
A. TAWARIH
Menurut bahasa, thawarikh adalah bentuk jamak dari tarikh, yang artinya adalah sejarah. Sedangkan menurut istilah, tawarikh adalah pengetahuan mengenai waktu yang merekam kondisi rawi, baik kelahirannya, kematiannya, berbagai kejadian yang dialaminya dan lain-lain yang berhubungan dengan perawi .
Menurut Muhadditsin tarikh adalah pengetahuan tentang waktu yang erat kaitannya dengan kelahiran dan kematian seseorang beserta peristiwa-peristiwa yang mempunyai nilai penting, yang terjadi sepanjang waktu itu, yang darinya tersirat sejumlah pelajaran yang bisa digunakan untuk melakukan ta’dil.
Tema ini merupakan pondasi bagi kajian historis para rawi, karena ia berpijak pada peristiwa-peristiwa yang dialami para rawi sepanjang hidup mereka. bagi ahli Hadits sejarah memiliki kedudukan yang teramat penting untuk mengetahui sejauh mana bersambung dan terputusnya suatu sanad untuk mengungkap karakteristik para rawi serta menyingkap tabir para pendusta.
Sufyan al-Tsauri berkata, “Ketika para perawi banyak melakukan dusta, maka kami mengantisipasinya dengan menggunakan sejarah.” Hafsh bin Ghiyats berkata, “Bila kamu menemukan suatu kecurigaan pada seorang rawi, maka perhitungkanlah ia dengan tahun.” yakni hitunglah umurnya dan umur orang yang ia riwayatkan.
‘Arif bin Midan al-Kala’i berkata, “Suatu hari datang kepadaku Umar bin Musa Hims, lalu kami berkumpul di masjid. kemudian ia berkata, “Telah meriwayatkan Hadits kepadaku gurumu yang saleh.” setelah ia berbicara banyak, maka saya bertanya kepadanya, “Siapa yang anda maksud sebagai guru kami yang saleh itu? sebutkan namanya agar kami mengetahuinya!” “Namanya adalah Khalid bin Mi’dan,” jawabnya. Aku bertanya lagi, “Tahun berapa anda bertemu dengannya?” “Pada tahun 108 H.” “Di mana anda bertemu?” desakku. “Di pegunungan Armenia.” kemudian aku berkata, “Bertakwalah kepada Allah wahai Syekh! Dan jangan berdusta. Khalid bin Mi’dan itu telah wafat pada tahun 104 H, dan anda mengaku bertemu dengannya empat tahun setelah ia wafat.””.
Al-Hakim berkata, “Ketika datang kepada kami Muhammad bin Hatim al-Kasysyi dan meriwayatkan kepadaku sebuah Hadits dari ‘Abd bin Humaid, maka kutanyakan kepadanya tahun kelahiran orang itu. Ia menjawab, bahwa Abd lahir pada tahun 260 H. Kemudian kukatakan kepada murid-muridku bahwa syekh ini mendengar Hadits dari ‘Abd bin Humaid tiga belas tahun setelah ia meninggal”.
Abu Khalid al-Saqa pada tahun 209 H mengaku mendengar Hadits dari Anas bin Malik dan melihat Abdullah bin Umar. Abu Nu’aim berkata padanya heran, “Waktu itu berapa tahun umurnya?” “Berumur 125 tahun.” jawabnya. Abu Nu’aim berkata, “Sesuai dengan pengakuannya, Ibnu Umar telah wafat lima tahun sebelum Abu Khalid sendiri lahir.”
Oleh Karena itu para ulama menekankan kepada penuntut ilmu Hadits agar terlebih dahulu menguasai sejarah dan mengetahui tahun wafatnya para guru Hadits, mengingat ini termasuk cabang ilmu Hadits yang paling penting. Lebih-lebih yang berkaitan dengan Rasulullah saw., para sahabat senior, dan para tokoh agama. Dengan demikian, maka tidak seorang muslim pun layak mengabaikannya, apalagi para penuntut ilmu Hadits .
B. TOKOH-TOKOH HADITS
Terdapat banyak sekali tokoh-tokoh Hadits atau yang lebih dikenal dengan sebutan Imam-Imam Hadits. Imam Bukhari dan Imam Muslim adalah dua dari sekian banyak Imam yang meriwayatkan Hadits.
1. Imam Bukhari
• Riwayat Hidupnya
Imam Bukhari adalah Muhamad bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al-Ju’fi Al-Bukhari. Ju’fi adalah nama suatu daerah di negeri Yaman, di mana kakek Imam Bukhari adalah seorang tokoh Islam yang disegani di daerah itu. Imam Al-Bukhari dilahirkan pada hari jum’at malam tanggal 13 Syawal 194 H dalam sebuah keluarga yang diberkahi dan berhias ilmu dan taqwa. Ayahnya bernama Ismail. Imam Al-Dzahabi berkata, “Bahwa Ismail, ayah Imam Al-Bukhari adalah seorang ulama yang alim dan cendikiawan yang wara’i.”.
Imam Al-Bukhari telah menuntut ilmu kepada ahli-ahli Hadits yang populer pada masa itu di berbagai Negara, yaitu Hizam, Syam, Mesir, dan Irak. beliau meninggal pada malam selasa tahun 255 H. dalam usia 62 tahun kurang 13 hari dengan tidak meninggalkan seorang anak pun.
• Kitab Shahihnya
Kitab Shahih Al-Bukhari telah memperoleh penghargaan tinggi dari ulama. Terhadap kitab ini mereka telah memberikan pernyataan bahwa, Shahih Al-Bukhari adalah kitab yang paling shahih setelah Al-Qur’an. Judul lengkap kitab ini sebagaimana yang telah disebutkan oleh Imam Al-Bukhari sendiri Adalah “Al-Jami’u Al-Shahihu Al-Musnadu Al-Mukhtasharu min Hadiitsi Rasulillahi wa Sunanihi wa Ayyaamini” .
2. Imam Muslim
• Riwayat Hidupnya
Nama lengkapnya ialah Abu Al-Husain Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al-Quraisyi Al-Naitsaburi. Dia adalah salah seorang di antara panji-panji ahli Hadits yang berkedudukan sebagai Imam, Hafidz, dan kuat posisinya.
Menurut Al-Hafidz Ibnu Al-Ba’i di dalam kitabnya “Ulamau Al-Anshari”, bahwa Imam Muslim dilahirkan di Naitsabur pada tahun 206 H dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga berpendidikan yang haus akan ilmu Hadits. Akibat karakter yang terbentuk dalam lingkungan keluarga yang demikian itu, telah mendorongnya menunut ilmu kepada guru-guru yang memiliki nama besar di Negara-negara Islam. Di Khurasan (Iran), dia mendengar Hadits dari Yahya dan Ishak bin Rahuya. Di Rayyi, dia mengambil Hadits dari Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Dan di Hijaz, dia mengambil Hadits dari Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya.
• Kitab Shahihnya
Kitab karya Imam Muslim ialah berjudul “Al-Jami’u Al-Shahih”. Kitab ini merupakan kitab yang popular di seluruh dunia dan namanya dikenal di mana-mana. Dalam menyusun kitabnya itu, Imam Muslim menghabiskan waktu 15 tahun. Dan di dalam kitabnya itu beliau menghimpun sebanyak 12.000 Hadits yang diseleksinya dari 300.000 Hadits .
C. THABAQAT
Thabaqat menurut bahasa ialah suatu kaum yang memiliki kesamaan dalam suatu sifat. Sedangkan menurut Muhadditsin ialah :
الطّبقة هي القوم المتعارضون اذا تشابهوا فى السّنّ وفى الاسناد (اي الاخذ عن المشايخ)

Thabaqah adalah suatu kaum yang hidup dalam satu masa dan memiliki keserupaan dalam umur dan sanad, yakni pengambilan Hadits dari para guru .
Seperti halnya tarikh, thabaqat juga adalah bagian dari disiplin ilmu Hadits yang berkenaan dengan keadaan perawi Hadits. Namun keadaan yang dimaksud dalam ilmu thabaqat adalah keadaan yang berupa persamaan para perawi dalam sebuah urusan. Adapun urusan yang dimaksud, antara lain:
a. Bersamaan hidup dalam satu masa.
b. Bersamaan tentang umur.
c. Bersamaan tentang menerima hadits dari syaikh-syaikhnya.
d. Bersamaan tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya .
Kadangkala para Muhadditsin menganggap bahwa kebersamaan dalam menimba ilmu Hadits adalah cukup bisa dikatakan satu thabaqah. Sebab pada umumnya mereka memiliki kesamaan dalam umur.
Peneliti dan pengamat ilmu Hadits sangat dituntut untuk mengetahui tahun kelahiran dan kematian setiap rawi, murid-muridnya, dan guru-gurunya.
Kategoresasi bagi seorang rawi dalam suatu thabaqah bisa berbeda-beda, bergantung pada segi penilaian dan hal-hal yang mendasari kategorisasinya. Oleh karena itu, seringkali dua orang rawi dianggap berada dalam satu thabaqah karena memiliki kesamaan dalam satu segi, dan dianggap berada dalam thabaqah yang berlainan karena tidak memiliki kesamaan dalam segi lainya.
Anas bin Malik Al-Anshari beserta sahabat junior lain akan berada di bawah sekian thabaqah Abu Bakar dan sejumlah sahabat senior, bila dilihat dari segi waktu mereka masuk Islam, namun mereka dapat dianggap berada dalam satu thabaqah bila dilihat dari kesamaan mereka sebagai sahabat Nabi saw. Dengan demikian, seluruh sahabat adalah tabaqah rawi yang pertama, tabi’in menempati thabaqah kedua, atba’ al-tabi’in thabaqah yang ketiga, atba’ atba’ al-tabi’in thabaqah keempat, dan atba’ atba’ atba’ al-tabi’in thabaqah kelima. Kelima thabaqah ini adalah thabaqah para rawi sampai turun ketiga, yakni akhir masa periwayatan .
Thabaqat juga bisa dijelaskan dengan pandangan-pandangan berikut:
a. Sahabat-sahabat, kalau kita pandang sahabat-sahabat dari urusan persahabatan mereka dengan Nabi saw. saja, dengan tidak memandang pada urusan lain, maka mereka itu semuanya teranggap satu thabaqah.
b. Sahabat ini juga, jika ditinjau dari urusan atau hal lain, maka mereka dibagi menjadi 12 thabaqat:
• Thabaqah I :Sahabat-sahabat yang masuk Islam paling awal di Mekah, seperti: Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib.
• Thabaqah II :Sahabat-sahabat yang masuk Islam sebelum orang-orang Quraisy bermusyawarah di Darun Nadwah.
• Thabaqah III :Sahabat-sahabat yang berhijrah ke Habasyah, seperti: Utsman, Abu Hurairah, Utbah, dan lainnya.
• Thabaqah IV :Sahabat-sahabat yang ikut berbai’at di Aqabah yang pertama, seperti: Ubadah bin Shamit dan lainnya.
• Thabaqah V :Sahabat-sahabat yang berbai’at di Aqabah yang kedua, seperti: Sa’ad bin Ubadah, Abdullah bin Rawahah, Rafi bin Malik dan lainya.
• Thabaqah VI :Sahabat-sahabat Muhajirin yang pertama sampai di Quba’, sebelum masuk Madinah.
• Thabaqah VII :Sahabat-sahabat yang terlibat dalam perang Badar, seperti: Abu Zaid, Ubadah bin Shamit, Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Bilal bin Rabah dan lainnya.
• Thabaqah VIII :Sahabat-sahabat yang hijrah ke Madinah.
• Thabqah IX :Sahabat-sahabat yang berbai’at di Bait al-Ridwan di Hudaibiah, seperti: Salamah bin Akwa dan Abu Sinan al-Asadi.
• Thabaqah X :Sahabat-sahabat yang berhijrah ke Madinah sesudah perjanjian Hudaibiah, seperti: Khalid bin Walid dan Amr bin Ash.
• Thabaqah XI :Sahabat-sahabat yang masuk Islam di masa penaklukan Mekah, seperti: Harits bin Hisyam dan Utsman bin Amr.
• Thabaqah XII :Anak-anak yang melihat Nabi SAW pada hari penaklukan Mekah, pada hari Haji Wada’, dan lainnya.
c. Tabi’in, kalau dilihat dari urusan mereka sebagai pengikut sahabat-sahabat Nabi saw. dengan tidak memandang pada urusan atau hal lainnya, maka mereka adalah satu thabaqah.
Mengenai thabaqat sahabat, selain dari dua belas pembagian yang telah tersebut sebelumnya, thabaqat ini juga bisa dibagi kedalam tiga bagian apabila memandang dari segi sering berkumpulnya mereka dengan Nabi saw. dan banyaknya mereka meriwayatkan hadits dari beliau saw., yaitu:
1. Kibarush Shahabat artinya sahabat-sahabat yang besar, yaitu sahabat-sahabat yang banyak berkumpul dengan Nabi saw. dan banyak meriwayatkan hadits dari beliau saw., seperti: Hanzalah bin Abi Amir al-Anshari, Abu Aiyub, Ubai bin Ka’ab, dan lainnya.
2. Ausatush Shahabat, artinya sahabat-sahabat yang pertengahan, yaitu mereka yang tidak begitu sering berkumpul dengan Nabi saw. dan tidak banyak meriwayatkan hadits dari beliau saw.
3. Shigarush Shahabat artinya sahabat-sahabat yang kecil, yaitu mereka yang sedikit sekali berkumpul dengan Nabi saw. dan sedikit meriwayatkan hadits dari beliau saw., seperti: Abdullah bin Hanzalah, Anas bin Malik, As-Saib bin Yazid, Shafiyah binti Syaibah, dan lainnya .























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Tawarikh adalah pengetahuan mengenai waktu yang merekam kondisi rawi, baik kelahirannya, kematiannya, berbagai kejadian yang dialaminya dan lain-lain yang berhubungan dengan perawi. Ulama menekankan kepada penuntut ilmu Hadits agar terlebih dahulu menguasai sejarah dan mengetahui tahun wafatnya para guru Hadits, mengingat ini termasuk cabang ilmu Hadits yang paling penting. Lebih-lebih yang berkaitan dengan Rasulullah saw., para sahabat senior, dan para tokoh agama. Dengan demikian, maka tidak seorang muslim pun layak mengabaikannya, apalagi para penuntut ilmu Hadits.
Seperti halnya tarikh, thabaqat juga adalah bagian dari disiplin ilmu Hadits yang berkenaan dengan keadaan perawi Hadits. Namun keadaan yang dimaksud dalam ilmu thabaqat adalah keadaan yang berupa persamaan para perawi dalam sebuah urusan. Adapun urusan yang dimaksud, antara lain:
a. Bersamaan hidup dalam satu masa.
b. Bersamaan tentang umur.
c. Bersamaan tentang menerima hadits dari syaikh-syaikhnya.
d. Bersamaan tentang bertemu dengan syaikh-syaikhnya.











DAFTAR PUSTAKA

Thahan, Muhamad. Ilmu Hadits Praktis. Pustaka Thariqul Izzah. Bogor 2005
Nuruddin. ‘Ulum Al-Hadits. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung 1995
Al-Maliki, M. Alawi. Ilmu Ushul Hadits. Pustaka Pelajar. Jogjakarta 2006
http://kallolougi.blogspot.com/2010/07/tarikh-dan-thabaqat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar