Rabu, 28 Desember 2011

SYIRKAH & MUDHARABAH

SYIRKAH Dalam hadits Qudsi Nabi saw bersabda يقول الله تعالى: انا ثالث الشريكين مالم يخن احدهما صاحبه. ابو داود Artinya: Allah berfirman, Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang di antara kedua orang yang berserikat itu tidak menghianati kawannya. (Abu Dawud) Pengertian: • Mencampurkan dua bagian atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian lainnya. • Suatu akad antara dua pihak atau lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan. Rukun: • Akad (ijab-kabul), disebut juga shighat. Syarat sahnya akad ada dua, pertama objek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad. Kedua objek akadnya dapat diwakilkan supaya keuntungan syirkah menjadi hak bersama antara para mitra usaha atau kerja. • Dua pihak yang berakad, dengan syarat harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan tasharruf (pengelolaan harta). • Obyek akad yang mencakup pekerjaan (amal) dan/atau modal. Macam-macam syirkah: 1. Syirkah Inan • Antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi konstribusi kerja (amal) dan modal. • Disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqud); sedangkan barang misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya pada saat akad. • Keuntungan didasarkan pada kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan porsi modal. Jika, misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing menanggung kerugian sebesar 50%. 2. Syirkah Abdan • Syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing hanya memberikan konstribusi kerja (amal), tanpa konstribusi modal (mal). Konstribusi kerja itu dapat berupa kerja pikiran (seperti pekerjaan arsitek atau penulis) ataupun kerja fisik (seperti pekerjaan tukang kayu, tukang batu, sopir, pemburu, nelayan, dan sebagainya). • Tidak diysaratkan adanya kesamaan profesi, boleh saja berbeda profesi. • Keuntungan dibagi berdasarkan persetujuan bersama. 3. Syirkah Mudharabah • Syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (amal), sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal. • Ada dua bentuk: Dua pihak memberikan kontribusi modal sedangkan pihak ketiga hanya kontribusi kerja. Dan pihak pertama memberikan kontirbusi modal dan kerja sedangkan pihak kedua kerja saja. • Pemilik Modal tidak berhak untuk ikut campur dalam pengelolaan usaha. Namun pengeola usaha harus terikat dengan syarat yang ditentukan pemilik modal. • Keuntungan dibagi berdasarkan kesepkatan. Apabila rugi maka kerugian hanya ditanggung oleh pemilik modal bukan pengelola modal. Kecuali apabila kerugian disengaja atau akibat tidak mengikuti syarat-syarat yang ditentukan oleh pemilik modal. • Hukumya Jaiz 4. Syirkah Wujuh • Syirkah antara dua pihak (misal A dan B) yang sama-sama memberikan konstribusi kerja, dengan pihak ketiga (misalnya C) yang memberikan konstribusi modal. Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh masyarakat. • Syirkah antara dua pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi modal dari masing-masing pihak. • Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan prosentase barang dagangan yang dimiliki; sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha berdasarkan presentase barang dagangan yang dimiliki, bukan berdasarkan kesepakatan. • Hukumnya Boleh. • Maksud ketokohan adalah kepercayaan finasial. Artinya dipercaya dalam hal keuangan atau finasial. 5. Syirkah Mufawadhah • Adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, abdan, mudharabah, dan wujuh). • Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkah-nya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi modal (jika berupa syirkah inan), atau ditanggung pemodal saja (jika berupa syirkah mudharabah), atau ditanggung mitra-mitra usaha berdasarkan persentase barang dagangan yang dimiliki (jika berupa syirkah wujuh).

HUKUM ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab mempunyai beberapa adat istiadat yang dianggap baik yang mereka warisi dari syari’at Islmail dan dari adat istiadat serta kebudayaan-kebudayaan yang mereka gauli, seperti Yahudi, Nashrani dan lain-lain. Akan tetapi ketentuan-ketentuan itu, baik dalam bidang perdata, pidana dan hukum keluarga, tidak menjadi tuntutan hidup yang ditaati dan tidak pula dapat mengatur tata hidup masyarakat. Demikianlah keadaan masyarakat kala itu, sehingga Allah melimpahkan karuniaNya yang lengkap atas bani insan, yaitu mengutus nabi kita Muhammad saw. untuk menyampaikan Agama yang abadi dan universal . B. Rumusan Masalah Dalam kesempatan ini, kami akan berusaha untuk membahas mengenai kejadian-kejadian yang berhubungan dengan sejarah hukum Islam pada masa Rasulullah saw. Adapun kejadian-kejadian dimasa Rasulullah saw. yang akan kami ungkap kembali adalah mengenai periode hukum Islam yang terjadi pada masa Rasulullah saw., rujukan beserta mekanisme yang digunakan rasul dalam menyelesaikan perkara dan beberapa bentuk perkara yang telah diselesaikan oleh Rasul melalui ijtihad. BAB II PEMBAHASAN Hukum Islam pada priode Rasulullah saw. berlangsung hanya beberapa tahun saja, yaitu tidak lebih dari 22 tahun dan beberapa bulan saja. Tetapi walaupun demikian priode ini membawa pengaruh-pengaruh yang besar dan penting sekali, sebab priode ini sudah meninggalkan beberapa ketetapan hukum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan juga sudah meninggalkan berbagai dasar atau pokok Tasyri’ yang menyeluruh, dan sudah menunjuk berbagai sumber dan dalil hukum untuk mengetahui hukum bagi suatu persoalan bagi ketetapan hukumnya. Dengan demikian priode Rasul ini sudah meninggalkan dasar pembentukan undang-undang yang sempurna . Bila ditelusuri, sesungguhnya ilmu-ilmu yang berkenaan dengan hukum Islam, khususnya fiqh dan ushul fiqh, sudah ada pada masa Rasulullah saw., sudah berakar pada jiwa pribadi beliau sendiri. Hanya saja belum ada klasifikasi dan kodifikasinya, dan semua itu disebut sebagai ilmu (‘ilm). Masa ini baru peletakan dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum. Abdullah Musthafaa al-Maraghi dalam karyanya al-Fath al-Mubin fi Tabaqat al-Ushuliyyin berpendapat bahwa sesungguhnya Rasulullah adalah pakar ilmu ushul fiqh yang pertama. Beliau menerima wahyu al-Qur’an, yang kemudian dijelaskan dengan sunnahnya, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Di samping itu beliau juga menggunakan metode berpikir analogis (qiyas), dan juga metode ijtihad . A. PERIODE HUKUM ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW. Terdapat dua fase dalam perkembangan hukum Islam pada masa Rasulullah, yaitu: 1. Fase Mekkah Fase pertama ialah fase Mekkah, yakni semenjak Rasulullah masih menetap diMekkah selama 12 tahun dan beberapa bulan terhitung mulai beliau diangkat sebagai Rasulullah sampai beliau berhijrah ke Madinah . Dalam fase ini umat Islam masih terisolir, masih sedikit jumlahnya, masih lemah keadaannya, belum bisa membentuk suatu ummat yang mempunyai pemerintahan yang kuat. Oleh karenanya perhatian Rasulullah Saw. pada priode ini dicurahkan pada semata-mata kepada penyebaran atau penanaman da’wah untuk mengakui ke-Esaan Allah serta berusaha memalingkan perhatian ummat manusia dari menyembah berhala dan patung. Disamping beliau membentingi diri dari aneka ragam gangguan orang-orang yang sengaja menghentikan ataupun menghalang-halangi da’wah beliau dan pertentangan mereka terhadap orang yang memperdayakan beliau, serta orang yang memperdayakan beliau. Sehingga pada fase ini tidak ada kesempatan dan pendorong kearah pembentukan undang-undang ketata pemerintahan, perdagangan dan lain-lain. Pada masa ini, beliau dalam menyampaikan risalah da’wahnya lebih banyak menekankan pada urusan ketauhidan. Di wilayah ini Rasulullah belum mengadakan aturan-aturan secara nyata tentang bagaimana caranya dalam berhubungan terhadap sesama manusia. 2. Fase Madinah Fase kedua ialah fase Madinah, yakni semenjak Rasulullah sudah berhijrah ke Madinah. Selama 10 tahun kurang lebihnya terhitung mulai dari waktu wafatnya. Pada fase ini Islam sudah kuat (berkembang dengan pesatnya), jumlah umat Islampun sudah bertambah banyak sudah terbentuk suatu ummat yang sudah mempunyai suatu pemerintahan (yang gemilang) dan sudah berjalan dengan lancar media-media da’wah. Keadaan inilah yang mendorong perlunya mengadakan Tasyri’ dan pembentukan undang-undang untuk mengatur perhubungan antara individu dari suatu bangsa dengan bangsa yang lainnya, dan untuk mengatur hubungan mereka dengan bangsa yang bukan Islam, baik diwaktu damai maupun diwaktu perang. Untuk kepentingan inilah maka di Madinah ditentukan atau disyariatkannya hukum-hukum perkawinan, perceraian, warisan, perjanjian, utang piutang, kepidanaan, dan lain-lain. Rasulullah Saw. ketika hijrah Madinah , beliau disana diangkat sebagai pemimpin oleh masyarakat Madinah baik umat Islam maupun non Islam, sehingga sangat memungkinkan untuk melaksanakan berbagai ketentuan agama dan tuntutan syari’at. Di wilayah ini permasalahan semakin bertambah di masyarakat, terutama masalah mu’amalah, dan setiap permasalahan yang terjadi senantiasa dihadapkan kepada Rasulullah Saw. Juga selain itu Rasulullah Saw. membuat beberapa perjanjian terhadap non Islam sebagai bentuk Udang- undang dalam hal keperdataan , diantaranya ialah Perjanjian terhadap kaum Yahudi yang berada dikota Madinah,yang pokok-pokoknya berisi: Melepaskan peperangan dan gangguan,dalam artian tidak ada peperangan dan gangguan terhada mereka , mereka membela Rasulullah Saw. dan tidak membantu seseorang yang melawan Rasulullah, Rasulullah membiarkan mereka dengan agama mereka. B. SUMBER HUKUM ISLAM DI MASA NABI MUHAMMAD SAW. Hukum Islam dalam masa Nabi saw. bersumber kepada suatu sumber pokok yang asasi, yakni Wahyu Ilahi, baik yang ditiliwatkan yaitu Al-Qur’an, maupun yang tidak ditiliwatkan yaitu sunnah, kedudukannya sebagai cabang yang berpokok landasan kepada Wahyu Ilahi, disamping Ijtihad Rasulullah saw. yang juga selalu di bimbing Wahyu.Tegasnya sumber pokok dimasa Rasul adalah Wahyu. Apabila ada suatu pertengkaran, kejadian, pertanyaan, atau apabila Tuhan mentasyrikan hukum, maka Tuhan pun menurunkan Wahyu kepada RasulNya, satu atau beberapa ayat yang menerangkan hukum yang dikehendaki. Wahyu itu menjadi qanun yang wajib diikuti. Apabila wahyu tidak datang maka Rasul berijtihad, dan apabila Ijtihad Rasul tidak tepat, wahyu Tuhan membetulkannya. Ijtihad Rasul itu menjadi qanun yang wajib diikuti pula. Pada masa Rasulullah Saw. Di dalam memutuskan suatu perkara yang dihadapkan kepada beliau, maka beliau mengambil hukumnya berdasarkan Al-Qur’an. Tetapi jika terjadi suatu perkara yang memerlukan ketetapan hukum, sedang Allah tidak menurunkan wahyu tentang hal tersebut, maka Rasulullah saw. berijtihad. Dan hasil ijtihad Rasulullah ini menjadi hukum dan Undang-undang yang wajib diikuti masyarakat tersebut. Apabila kita perhatikan ayat-ayat hukum itu, nyatalah bahwa ayat-ayat itu di syariatkan lantaran ada hal-hal yang menimbulkannya. Dan hal-hal lainnya yang menjadi sebab-sebab turun ayat Al-Qur’an. Dan barang siapa yang mau meneliti hadits-hadits hukum, sebab-sebab datang hadits yang diriwayatkan oleh para ahli hadits, akan jelas-jelas baginya bahwa setiap ketetapan hukum oleh Rasulullah dari hasil ijtihadnya adalah merupakan penyelesaian terhadap suatu persengketaan, yakni merupakan suatu fatwa hukum atas suatu peristiwa atau sebagai jawaban terhadap suatu pertanyaan. Seperti riwayat yang menerangkan bahwa sebagian sahabat bertanya kepada beliau: Hai Rasul! Kami mengarungi lautan yang asin sedang kami tidak membawa persediaan air tawar yang cukup berwudhu, bolehkah kami berwudhu dangan air laut tersebut ? Jawab Nabi: ya (air laut) itu bisa dipergunakan untuk bersuci airnya serta halal bangkainya. Dan lain-lain peristiwa semacam dengan itu menjadi sebab datangnya hadits. Setiap hukum yang di syariatkan pada priode Rasulullah itu sumbernya dari Wahyu Ilahi atau ijtihad Nabi, dan munculnya hukum itu berdasarkan datangnya keperluan hukum saat itu. Tugas Rasul sehubungan dengan apa yang disyariatkan oleh Al-Qur’an adalah menyampaikan serta menguraikan, sebab hal ini merupakan pelaksanaan dari firman Allah. Firman Allah dalam surah Al-Maidah Ayat 67:                    ••  •       Artinya: Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia[430]. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [430] Maksudnya: tak seorangpun yang dapat membunuh Nabi Muhammad saw. Dan firmanNya dalam Surah An-Nahl Ayat 44:        ••      Artinya: Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan. [829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran. Adapun apa-apa yang berasal dari sumber kedua yaitu ijtihad Nabi, kadang- kadang merupakan pengungkapan manifestasi dari ilham Allah, artinya bahwa sewaktu nabi melakukan ijtihadnya, maka Allah mengilhamkan kepada beliau hukum persoalan yang hendak diketahui ketentuan hukumnya. Dan kadang-kadang pula merupakan penggalian atau pengolahan sesuatu hukum tersebut, dengan ditunjuki oleh kemaslahatan serta jiwa perundang-undangan dan hukum yang bersifat ijtihad, yang merupakan hasil dari ilham Allah kepada Rasulullah. Hukum ijtihad adalah sebagai hukum–hukum Allah pula yang tidak ada wewenang bagi Rasulullah didalamnya melainkan hanya pengungkapan belaka untuknya dengan bentuk sabda atau perbuatan beliau. Seedang hukum-hukum Ijtihad yang tiada diillhamkan Allah kepada Rasulullah, bukan semata-mata timbul dari hasil analisa dan pemikiran beliau, itu dinamai hukum-hukum Nabawi baik arti maupun ungkapannya. Dan inipun tidak ditetapkan oleh Allah melainkan kalau hal itu benar adanya. C. CONTOH IJTIHAD RASULULLAH SAW. Dimana ummat Islam waktu perang Badar menawarkan sebanyak 70 orang tawanan dari orang-orang musyrik, sedangkan pada waktu itu belum disyariatkan hukum mengenai status hukum bagi tawanan perang. Maka Rasulullah berijtihad tentang apa-apa yang harus dilakukan terhadap mereka, dan Rasulullah bermusyawarah dengan sebagian sahabat. Abu Bakar berpendapat agar supaya diambil tebusan (fidyah) dari orang yang mampu menembus diantara mereka. Abu Bakar beralasan ”Mereka itu adalah Ahlimu dan kaummu, maka berilah mereka itu kesempatan hidup. Semoga Allah menerima taubat mereka. Maka ambillah tebusan dari mereka untuk memperkuat sahabatmu”. Sahabat Umar mengisyaratkan agar supaya tidak menerima tebusan dari mereka, bahkan mereka harus dibunuh. Akhirnya Rasulullah berijtihad untuk menerima tebusan. Maka Allah menjelaskan kepada Rasulullah bahwa keputusan tersebut benar. Dengan firmanNya suarah Al-Anfal ayat 67.                        Artinya: Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Contoh lain lagi yaitu seperti peristiwa pemberian izin Rasulullah kepada orang-orang yang berhalangan untuk tidak ikut pergi berperang dalam perang Tabuk. Maka Allah menerangkan kepadanya bahwa keputusan yang diambil adalah benar, berdasakan firmannya surah At-Taubah ayat 43        •       Artinya: Semoga Allah mema'afkanmu. mengapa kamu memberi izin kepada mereka (untuk tidak pergi berperang), sebelum jelas bagimu orang-orang yang benar (dalam keuzurannya) dan sebelum kamu ketahui orang-orang yang berdusta? . Adapun di dalam menetapkan hukum suatu perkara. Rasulullah Saw. dalam mengadili suatu perkara melalui empat perangkat hukum yaitu : 1. Ikrar ( pengakuan) yaitu pengakuan dari seorang terdakwa terhadap semua dakwaan terhadapnya dengan jujur. 2. Bukti Yaitu kesaksian para saksi. Jumlah saksi sekurang kurangnya ialah dua orang saksi. Di dalam Al Qur’an telah menjelaskan mengenai saksi, yaitu dua orang laki-laki atau satu orang laki-laki dengan dua orang wanita. 3. Sumpah suatu pernyataan yang khidmat, diucapkan pada waktu memberi keterangan atau janji atas nama Allah SWT. dengan menggunakan salah satu huruf Qasam. 4. Penolakan Yaitu terdakwa menolak untuk bersumpah sehingga ia tidak mengucapkan sumpahnya. Sehingga sumpah ini dikembalikan kepada yang menuduh. Rasulullah saw. pernah mengembalikan sumpah tertuduh kepada yang menuduh. Adapun contoh perkara yang pernah dihadapkan kepada Rulullah saw. diantaranya : 1. Rasulullah saw. memutuskan perselisihan antara Abu Bakar dan Rabi’ah al-Aslami tentang tanah yang di dalamnya terdapat pohon kurma yang miring. Adapun batangnya ditanah Rabiah, sedangkan rantingnya di tanah Abu Bakar, dan masing-masing mengakui bahwa pohon kurma tersebut miliknya. Lalu keduanya pergi kepada Rasulullah saw., maka beliau memutuskan bahwa ranting menjadi milik orang yang memiliki batang pohon. 2. Khansa’ binti Khaddam al-Anshariyah dinikahkan oleh bapaknya sedangkan dia janda dan tidak menyetujuinya, lalu ia datang kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw. membatalkan pernikahan tersebut, lalu ia berkata kepada Rasulullah saw.: Saya tidak menolak sesuatu apapun yang diperbuat ayahku, tetapi saya ingin mengajarkan kepada kaum perempuan bahwa mereka memiliki keputusan terhadap diri mereka. 3. Seorang wanita ditalak suaminya, dan suaminya ingin mengambil anak darinya, lalu ia datang kepada Nabi muhammad saw. Maka beliau berkata kepadanya : Engkau lebih berhak dengannya selama engkau tidak menikah . 4. Onta Barra’ bin ‘Azib masuk ke kebun orang lain lalu membuat kerusakan di dalamnya, maka Nabi memutuskan : Pemilik tanaman harus menjaganya pada siang hari, dan apa yang dirusak oleh ternak pada malam hari menjadi tanggungan pemilik ternak. BAB III PENUTUP Kesimpulan Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita dalam segala hal, termasuk dalam penyelesaian suatu permasalahan yang belum terdapat di dalam aturan tertulis (yurudis). Tidak tanggung-tanggung, seorang Rasul yang menjadi panutan manusia sejagat tidak sedikitpun menaruh gengsi dalam hal pemecahan suatu perkara. Beliau meminta pendapat para sahabat bagaimana agar permasalahan yang dihadapi dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Kini tidak ada alasan lagi bagi kita semua untuk berdiam diri ketika kita dihadapkan dengan berbagai permasalahan. Al-Qur’an dan As-Sunnah memberikan penjabaran yang sangat luas mengenai bagaimana cara menyelesaikan suatu perkara dan hukumnya. Belum lagi ditambah dengan hasil pemikiran para ulama yang begitu detil dalam menjelaskan maksud Al-Qur’an dan As-Sunah. DAFTAR PUSTAKA Ash-Shidiqi, Hasbi.Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Islam. Djakarta. Bulan Bintang. 1970 Mardani. Hukum Islam. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2010 Nata, Abuddin. Masail al-Fiqhiyyah. Jakarta. UIN Jakarta Perss. 2003 Al Khudlari Bek, Muhammad. Nurul Yakien Fii Siirah Sayyidil Mursalin. Semarang. Asy-Syifa. 1992 Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Kelasik. Jakarta. Pranada Media. 2003 Koto, Alaiddin. Sejarah Peradilan Islam. Jakarta. PT Grafindo persada. 2011 Wahab Khallaf, Abdul. Sejarah Pembentukan dan Perkembangan Hukum Islam. Jakarta. Rajawalipers. 2001

Jumat, 02 Desember 2011

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istiqomah merupakan tingkatan yang tinggi, yang mengindikasikan sempurnanya keimanan dan tingginya himmah. Istiqomah juga merupakan sarana yang sangat menunjang bagi seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dunia maupun akhirat. Selain itu juga ada hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam peranan hidup, seperti rendah diri, yakin, tawakkal, dan banyak lagi . B. Rumusan Masalah Di dalam makalah sederhana ini, ada beberapa topic yang di sajikan sebagai pembahasan, yaitu:  Istiqomah  Rendah hati  Yakin dan tawakkal  Nasihat  Seorang muslim tidak disengat dua kali dari satu lubang BAB II PEMBAHASAN A. ISTIQOMAH وعن ابي عمرو, وقيل ابي عمرة سفيان بن عبد الله رضي الله عنه قال: يا رسول الله قل لي فى الاسلام قولا لا اسأل عنه احدا غيرك. قال: قل: امنت بالله: ثمّ استقم (رواه المسلم). Diriwayatkan dari Abu Amr, ada pula yang mengatakan Abu Amrah, Sufyan bin Abdullah ra., ia berkata: “Saya berkata kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, ajarkan aku suatu ucapan dalam Islam dan saya tidak akan menanyakannya lagi kepada orang lain selain kepada engkau! Beliu menjawab: katakamlah, saya beriman kepada Allah, kemudian istiqomahlah” (Muslim 38). Penjelasan Ucapan, “Katakanlah kepadaku tentang ajaran Islam, ucapan yang tidak akan aku tanyakan kepada seorang pun selain engkau”, yakni ucapkan satu ungkapan yang aku tidak lagi bertanya kepada seorang pun selain kepada anda, sehingga kalimat ini merupakan kalimat yang jelas dan rinci sehingga tidak perlu lagi bertanya kepada seseorang, kemudian Nabi saw bersabda kepadanya, “Katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian beristiqomahlah.” Sabda beliau, “Katakanlah aku beriman”, bukan yang dimaksud hanya sekedar ucapan di lisan karena ada orang yang mengucapkan aku beriman kepada Allah dan hari akhir, tapi ternyata ia tidak beriman. Akan tetapi, yang dimaksud adalah ucapan hati dan juga lisan. yakni ia mengucapkan di lisannya setelah ia menetapkannya di dalam hati, yang diyakini dengan sepenuhnya sehingga tidak ada keraguan sedikit pun. karena keimanan itu tidak cukup dengan hati saja, sebagaimana juga tidak cukup dengan lisan saja, tetapi harus dengan keduanya secara menyeluruh. Karenanya Nabi saw ketika mengucapkan ini beliau mengajak manusia kepada Islam, “Wahai manusia ucapkanlah, la ilaha illAllah, maka kalian akan beruntung”. Beliau bersabda, “Ucapkanlah…” yakni dengan lisan kalian sebagaimana juga dengan hati. Dan ucapan, “Aku beriman kepada Allah…” mencakup iman dengan wujud Allah, dengan rububiyah-Nya dan segala apa yang datang dari-Nya. Jika kamu beriman dengan ini kemudian kamu komitmen dengan agama Allah, tidak berpaling dari-Nya baik ke kiri atau ke kanan, tidak mengurangi dan tidak menambahi. Beristiqomahlah dengan persaksian (syahadat) bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, demikian itu keikhlasan kepada Allah dan mengikuti rasul-Nya. Istiqomahlah mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa, haji dan semua syariat. Ucapan, “Katakanlah aku beriman kepada Allah kemudian…” ini dalil yang menunjukkan bahwa istiqomah tidak ada kecuali setelah keimanan, dan dari syarat amal shaleh yakni sarat sah dan diterimanya amal ibadah itu harus dibangun dengan keimanan. Jika seseorang melakukan amal lahir dengan sebaiknya namun hati lalai, ragu, dan penuh kegoncangan, atau mengingkari dan mendustakan, maka ibadah itu tidak bermanfaat. Karenanya, para ulama sepakat bahwa syarat diterimanya ibadah seseorang adalah beriman kepada Allah, yakni mengakui seluruh yang datang dari-Nya. Dari Hadits ini dapat diambil faedah bahwa seyogianya bagi seseorang jika melaksanakan amal, ia merasa bahwa ia melaksanakannya karena Allah, bersama Allah dan untuk Allah. Karenanya tidaklah beristiqomah atas agama Allah, kecuali setelah beriman kepada Allah Ta’ala . Pelajaran Yang Terkandung Dalam Hadits 1. Hadits ini termasuk “Kalimat yang singkat namun serat makna” yang dikaruniakan kepada Rasulullah saw. Hadits ini juga selaras dengan firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Rabb kami ialah Allah, kemudian mereka tetap beristiqomah”. (Fushshilat: 30). 2. Istiqomah adalah iltizam (komitmen) pada manhaj Islam. Umar bin Khattab ra berkata: “Istiqomah adalah kamu berdiri di atas perintah dan larangan, dan tidak terombang-ambing seperti musang (yang berlarian kesana-kemari).” 3. Pengakuan iman saja tidak cukup selama tidak ada amal perbuatan yang menunjukkan adanya keimanan, karena amal itulah yang menjadi bukti dan buah dari iman. 4. Istiqomah merupakan tingkatan yang tinggi, yang mengindikasikan sempurnanya keimanan dan tingginya himmah (cita-cita) . B. RENDAH HATI (tawadhu) عن انيس قال: كانت رسول الله صلى الله عليه وسلم تسمّى الغضباء, وكانت لا تسبق, فجاء اعرابيّ على القعود له فسبقها, فاشتدّ ذالك على المسلمين وقالوا: سبقت العضباء. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلّم: انّ حقّا على الله ان لا يرفع شيئا من الدّنيا الا وضعه. Dari Annas, dia berkata, “Unta Rasulullah saw diberi nama Adhba’, dan unta itu tidak pernah dikalahkan. Kemudian seorang badui datang mengendarai untanya lalu berhasil mengalahkannya. Maka hal ini membuat kaum muslimin terganggu, dan mereka berkata, “adhba’ telah dikalahkan”. Mendengar itu, Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya adalah hak atas Allah untuk tidak mengangkat sesuatu dari dunia kecuali Dia akan merendahkannya””. Keterangan Hadits Kata tawadhu’ berasal dari akar kata dhi’ah artinya rendah. Yang dimaksud dengan tawadu’ adalah menunujukkan sikap rendah hati terhadap orang yang ingin dihormati. Ada juga yang mengatakan, bahwa itu adalah sikap menghormati orang yang memiliki keutamaan yang lebih darinya. Pada bab ini Imam Bukhari menyebutkan dua Hadits: Hadits Anas yang menceritakan tentang unta Rasulullah saw. Yang dikalahkan dengan unta milik seorang pria badui. Hal ini telah dijelaskan pada pembahasan tentang jihad dalam bab “Unta Nabi saw”. Sebagian orang menyatakan, bahwa Hadits ini tidak tepat diletakkan dalam judul ini. Tampaknya, mereka lupa akan sebagian jalur periwayatannya yang dikemukakan oleh an-Nasa’i dengan redaksi,حقّ على الله ان لا يرفع شيء نفسه فى الدّنيا الا وضعه (Adakah hak atas Allah untuk tidak mengangkat sesuatu pun yang meninggikan dirinya di dunia kecuali merendahkannya) karena ini mengisyaratkan anjuran untuk tidak meninggikan diri (tinggi hati) dan anjuran untuk rendah hati serta menunjukkan bahwa perkara-perkara dunia adalah serba kurang dan tidak sempurna. Ibnu Bthathal berkata, “Hadits ini menunjukkan rendahnya dunia di hadapan Allah, dan peringatan untuk meninggalkan sikap berbangga diri, serta segala sesuatu adalah hina dihadapan Allah. Oleh sebab itu, setiap yang berakal selayaknya bersikap zuhud terhadap kemewahan dunia dan mengurangi persaingan dalam mencari kemewahan dunia” . Ath-Thabari berkata, “Rendah hati mengandung kemaslahatan bagi agama dan dunia, karena jika manusia menggunakannya di dunia, kedengkian akan hilang di antara mereka, dan mereka akan terbebas dari rasa letih saling membanggakan dan mengungguli”. Saya (Ibnu Hajar) katakan, Hadits ini juga menunjukkan luhurnya akhlak dan kerendahan hati Nabi saw, Karena beliau rela pria badui itu mengalahkan beliau dalam pacuan unta. Hadits ini juga menunjukkan bolehnya melakukan adanya perlombaan . C. YAKIN DAN TAWAKKAL عن ابن عبّاس رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم. عرضت عليّ الامم, فرايت النبيّ ومعه الرهية, والنبيّ ومعه الرجل والرجلان, والنبيّ ليس معه احد, اذا رفع لي سواد عظيم فظننت انّهم امّتي, فقيل لي: هذا موسى وقومه ولكن انظر الى الافق الآخر, فاذا سواد عظيم فقيل لي: هذه امتك، ومعهم سبعون الفا يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب. ثم نهض فدخل منزله، فخاض الناس فى اولئك الذين يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب، فقال بعضهم: فلعلّهم الذين صحبوا رسول الله صلى الله عليه وسلم، وقال بعضهم: فلعلّهم الذين ولدوا فى الاسلام، فلم يشركوا بالله شيئا وذكروا اشياء فخرج عليهم رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: مالذي تخوضون فيه ؟ فاخبروه فقال: هم الذين لا يرقون، ولا يسترقون، ولا يتطيرون، وعلى ربهم يتوكلون. فقام عكاشة بن محصن فقال: ادع الله ان يجعلني منهم، فقال: انت منهم. ثم قام رجل اخر فقال: ادع الله ان يجعلني منهم فقال: سبقك بها عكاشة. (متفق عليه) Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda, “Beberapa umat diperlihatkan kepadaku. Aku melihat seorang Nabi disertai sekelompok kecil (tidak lebih dari sepuluh orang), ada lagi Nabi yang disertai seorang atau dua orang, dan adapula Nabi yang tidak disertai seorang pun. Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku sekelompok besar. Aku menyangka mereka adalah umatku. Tetapi, dikatakan kepadaku: “Ini adalah Musa as dan kaumnya. Lihatlah ke ufuk ! Aku memandang, ternyata ada kelompok besar. Dikatakan lagi kepadaku, pandanglah ke ufuk yang lain. Ternyata juga ada kelompok yang besar. Dikatakan kepadaku, ini adalah umatmu. Bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Kemudian Rasulullah saw bangkit dan masuk ke dalam rumahnya. Orang-orang memperbincangkan tentang mereka yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Sebagian ada yang berkata, “Barangkali mereka adalah orang-orang yang selalu menyertai Rasulullah saw (para sahabat)”. Sementara yang lain mengatakan, “Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan dalam Islam dan tidak menyekutukan Allah”. Mereka mngemukakan pendapat masing-masing. Ketika Rasulullah saw keluar lagi, beliau bertanya, apa yang kalian perbincangkan? Setelah mereka memberitahu, Rasulullah saw bersabda, mereka adalah orang-orang yang tidak menjampi, tidak minta dijampi, tidak menganggap sial sesuatu, dan hanya kepada rabb mereka bertawakkal. Ukasyah bin Mihshan berdiri dan berkata: Berdoalah kepada Allah semoga Dia berkenan menjadikan aku termasuk di antara mereka. Rasulullah menjawab: Engkau termasuk di antara mereka. Kemudian seseorang lain berkata: Berdoalah kepada Allah, semoga Dia berkenan menjadikan aku termasuk di antara mereka. Rasulullah saw bersabda: Engkau telah didahului oleh Ukasyah”. (Muttafaqun ‘Alaih). Uraian Kata Dalam Hadits النبيّ (seorang Nabi), dari sekian banyak Nabi. Yang dimaksud Nabi di sini ialah orang yang diberikan wahyu berupa (syari’at), lalu diperintahkan untuk menyampaikannya, dan dia tidak lain adalah seorang Nabi yang juga rasul. رفع لي سواد عظيم (diperlihatkan kepadaku kelompok yang besar). Yakni, diperlihatkan kepadaku orang-orang dalam jumlah yang banyak. موسى وقومه (Musa as dan kaumnya). Maksudnya umat Nabi Musa yang beriman. هذه امتك (ini adalah umatmu). Yakni umat yang jumlahnya begitu besar. خاض (memperbincangkan). Secara etimologis, kata خاض berarti masuk. Bila ada ungkapan خاض فى الامر, artinya masuk dalam suatu masalah. Sementara yang dimaksud di sini adalah larut dalam perbincangan. لا يرقون (tidak menjampi). Yakni mereka tidak membaca sesuatu yang digunakan untuk berlindung dari suatu kejahatan yang sudah terjadi atau yang akan terjadi. يسترقون (minta dijampi). Yakni minta diruqyah. ولا يتطيرون (tidak menganggap sial sesuatu). يتوكلون (Mereka bertawakkal). Yakni mereka senantiasa bergantung kepada Allah dalam mencapai segala yang mereka inginkan, dengan tetap melakukan berbagai sebab dan ikhtiyar. Pelajaran Yang Terkandung Dalam Hadits 1. Keutamaan kedudukan Rasulullah saw ketika semua generasi manusia ditampakkan kepadanya. Penampakan ini bisa terjadi dalam mimpi, sementara mimpi seorang Nabi adalah benar. Atau bisa pula penampakan tersebut terjadi dalam keadaan terjaga di malam isra’, atau lainnya, dan Allah berhak memberikan keistimewaan kepada Nabi-Nya dengan apa pun yang dikehendaki-Nya. 2. Penjelasan mengenai anugerah yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah saw, bahwa umatnya merupakan umat yang paling banyak. 3. Keutamaan berserah diri kepada Allah dan bersandar kepada-Nya dalam menolak bahaya atau menerima manfaat, dan segala sesuatu yang telah diserahkan oleh Allah untuk orang-orang yang bertawakkal, yaitu berupa pahala dan ganjaran. 4. Hukum ruqyah. Sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu dianjurkan selama ruqyah dilakukan dengan doa yang diriwayatkan dari Rasulullah saw, dan menjadikan al-Qur’an sebagai ruqyah juga diperbolehkan. Namun ada juga yang beranggapan bahwa ruqyah tidak boleh dilakukan, jika cara ruqyah itu berupa jampi-jampi yang dipergunakan oleh orang jahiliyah, orang yang sesat dan juga para dukun, dan bertentangan dengan nilai-nilai keimanan yang shahih dan kesempurnaan tawakkal. 5. Pesimisme dan menganggap sial sesuatu adalah tindakan yang diharamkan . عن عمر رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: لو انكم تتوكلون على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير، تغدو خماصا وتروح بطانا. رواه الترمذي، وقال: حديث حسن Dari Umar ra, aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal (kepada-Nya), maka Dia akan member rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Pergi dengan perut kosong dan pulang dengan keadaan perut kenyang.” (HR. At-Tirmidzi, dan ia berkata Hadits ini Hasan) Penjelasan Sabda beliau, “Sebenar-benarnya tawakkal” maksudnya bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Yakni, bersandar sepenuhnya kepada Allah di dalam meminta rezeki dan yang lainnya. “Maka Dia akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung”, yakni burung itu diberi rezeki oleh Allah karena ia tidak ada yang memiliki, ia pergi ke angkasa dan pulang lagi ke sarangnya untuk mencari rezeki yang diberikan Allah kepadanya. “Pergi dengan perut kosong”, pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar, sebagaimana Allah ta’ala berfirman:         •     Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah:3) “Pergi dengan perut kosong” yakni kosong perutnya, akan tetapi ia bertawakkal sepenuhnya kepada Tuhannya, maka ia kembali dalam keadaan kenyang pada akhir siang. Kata “tahuru” berarti akhir siang. Dan kata “bithanan” yakni penuh perutnya dengan rezeki dari Allah. Di dalam Hadits ini ada beberapa faedah yang dapat diambil sebagai pelajaran. Pertama, seyogianya bagi setiap orang untuk bersandar dan bertawakkal sepenuhnya kepada Allah. Kedua, sesungguhnya tidak ada satu hewan pun yang melata di muka bumi ini kecuali rezekinya telah ditentukan oleh Allah. Hingga seekor burung yang terbang di angkasa, tidak ada yang menguasainya di ketinggian udara kecuali Allah semata, dan tidak ada yang memberinya rezeki kecuali Allah. Orang yang bertawakkal harus melakukan sebab-sebab dalam mencari rezeki yang dikaruniakan Allah kepadanya. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda, “Dia memberikan rezeki kepada burung, pergi dengan perut kosong dan pulang dengan perut kenyang.” Burung pun pergi untuk mencari rezeki, tidak berdiam diri di dalam sangkarnya, tetapi keluar terbang untuk mencari makan. Jika kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, maka hendaklah kamu melakukan sebab-sebab yang disyariatkan Allah kepadamu, yakni dengan mencari rezeki dengan cara yang halal, pertanian, perdagangan, dan amal-amal lain yang dapat mendatangkan rezeki. Carilah rezeki dengan bersandar sepenuhnya kepada Allah, maka Dia akan memudahkanmu dalam mencari rezeki. Maka burung mengenal Allah. Ia terbang untuk mencari rezeki sesuai dengan fitrahnya yang telah Allah berikan kepadanya, yang dengan fitrah itu dapat mengantarkannya untuk mencari rezeki, lalu ia kembali ke sarangnya pada akhir siang dengan keadaan perut kenyang. Hal ini berlangsung setiap hari. Sesungguhnya, Allah-lah yang telah memberikan rezeki kepadanya. Lihatlah hikmah Allah, bagaimana burung ini terbang ke tenpat yang jauh dan dapat kembali ke tempatnya semula. Hal ini karena Allah telah memberikan segala kelengkapan kepada makhluk-Nya kemudian memberikan petunjuk. Hanya Allah-lah yang memberikan taufiq . D. NASIHAT عن شقيق قال: كنّا ننتظر عبد الله اذ جاء يزيد بن معاوية، قلت، الا تجلس؟ قال: لا، ولكن ادخل فاخرج اليكم صاحبكم، وِالا جئت انا فجلست، فخرج عبد الله وهو اخذ بيده، فقام علينا فقال: اما انّى اخبر بمكانكم، ولكنّه يمنعني من الخروج اليكم انّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم كان يتخوّلنا بالموعظة فى الايّام كراهية السّامة علينا Dari Syaqiq, ketika kami sedang menunggu Abdullah, tiba-tiba yazzid bin Muawiyah datang, aku berkata. Maukah engkau duduk? Dia menjawab, tidak. Tetapi aku masuk (ke tempat Abdullah) lalu membawa sahabat kalian kepada kalian, jika tidak, maka aku datang lalu duduk. Kemudian muncullah Abdullah sambil memegang tangannya, dia pun berdiri kepada kami lalu berkata, sebenarnya aku diberi tahu tentang keberadaan kalian, tetapi yang menghalangiku untuk keluar kepada kalian adalah Rasulullah saw memilih waktu yang tepat untuk memberikan nasihat kepada kami dalam hari-hari itu (tidak setiap hari) karena tidak mau membuat kami bosan. Keterangan Hadits Hubungan bab ini dengan pembahasan tentang doa adalah bahwa nasihat itu biasanya disertai dengan dzikir kepada Allah, dan telah dikemukakan bahwa dzikir itu termasuk ke dalam doa. Imam Bukhari menutup bab-bab tentang doa dengan judul ini yang kemudian disambung dengan pembahasan tentang kelembutan hati sehingga ada penggabungan dari keduanya. كنّا ننتظر عبد الله (kami sedang menunggu Abdullah). Maksudnya, Ibnu Mas’ud. اذ جاء يزيد بن معاوية (tiba-tiba Yazid bin Muawiyah datang). Dalam riwayat Imam Muslim dari jalur Abu Muawiyah, dari al-‘Amasy, dari Syaqiq, disebutkan, كنّا جلوسا عند باب عبد الله ننتظره فمرّ بنا يزد بن معاوية النّخعيّ (ketika kami duduk di depan pintu Abdullah sedang menunggunya, Yazid bi an-Nakhla’i lewat). قلت، الا تجلس؟ قال: لا، ولكن ادخل فاخرج اليكم صاحبكم (aku berkata, maukah kamu duduk? Dia menjawab, tidak, tapi aku akan masuk (ke tempat Abdullah) lalu membawa sahabat kalian itu kepada kalian). Dalam riwayat Abu Muawiyah disebutkan, فقلنا: اعمله بمكاننا. فدخل عليه (maka kami berkata, tolong beritahu dia tentang keberadaan kami, maka dia pun masuk ke tempatnya). اخبر (diberitahu). Pada pembahasan tentang ilmu disebutkan bahwa perkataan ini dikatakan oleh Ibnu Mas’ud sebagai jawaban atas perkataan mereka, وددنا انّك لو ذكرتا كلّ يوم (kami ingin agar engkau memberi nasihat kami setiap hari), karena selama itu dia hanya memberi nasihat mereka setiap hari kamis. Dalam riwayat itu disebutkan, bahwa Ibnu Mas’ud berkata, انّي اكره ان املّكم (sesungguhnya aku tidak ingin membuat kalian jemu). كان يتخوّلنا بالموعظة (beliau memilih waktu yang tepat untuk memberi nasihat kepada kami). Pembahasan, penjelasan maknanya telah dikemukakan. Al-Khaththabi mengatakan, maksudnya, dia memberi jadwal mengajar dan dan memberi nasihat kepada mereka, dan tidak melakukan setiap hari karena khawatir menimbulkan kebosanan. Sebagian periwayatan mengatakan menggunakan kata يتحوّلنا yang maksudnya adalah memperhatikan kondisi dimana mereka sedang bersemangat untuk menerima wejangan, dan tidak memperbanyak agar mereka tidak jemu. Demikian yang dikemukakan oleh ath-Thaibi. Dia mengatakan, namun, riwayat yang terdapat pada kitab-kitab shahih adalah dengan kata-kata يتخوّلنا . فى الايّام (dalam hari-hari). Maksudnya, mengajari mereka selama beberapa hari dan meninggalkan mereka selama beberapa hari yang lain. Pada pembahasan tentang ilmu, Imam Bukhari memberinya judul dengan bab “Orang yang Menetapkan Hari-hari Tertentu untuk para Penuntut Ilmu”. كراهية السّامة علينا (karena tidak membuat kami bosan). Maksudnya, agar tidak terjadi kebosanan pada kami. Telah dijelaskan maksud penggunaan kata علينا pada pembahasan tentang ilmu, dan kata السّامة (kebosanan) mengandung makna kesulitan, karena itu menggunakan kata bantu على (علينا). Ini menunjukkan kasih sayang Nabi saw terhadap para sahabatnya, dan baiknya cara mengajar dan memahamkan mereka, agar mereka bisa mengambil pelajaran dari beliau dengan penuh semangat tanpa rasa jemu dan bosan, agar menjadi contoh bagi mereka, karena memberikan pelajaran secara bertahap lebih meringankan dan lebih kuat dalam menerimanya. Hadits ini juga menunjukkan keutamaan Ibnu Mas’ud karena mengikuti Nabi saw dalam perkataan dan perbuatan, serta memeliharanya . عن ابى رقيّة تميم بن اوس الداريّ رضي الله عنه انّ النبيّ صلى الله عليه وسلّم قال: الدّين النّصيحة. قلنا: لمن؟ قال: لله ولكتابه ولرسوله ولائمّة المسلمين وعامّتهم .رواه المسلم Diriwayatkan dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad-Dari ra. Bahwa Nabi saw bersabda: Agama itu adalah nasihat. Kami bertanya, bagi siapa? Beliau bersabda, bagi Allah, kitab-kitabnya, Rasulnya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin, dan umat Islam pada umumnya. (Muslim 55, Abu Dawud 4944, dan Nasa’I VII/156) Uraikan Kata Dalam Hadits النّصيحة (nasihat). Adalah suatu kalimat yang mengekspresikan keinginan baik untuk pihak yang dinasihati. Secara etimologis, kata النّصح (bentuk dasarnya, berarti bersih. Maka ungkapan نصحت العسل , berarti aku bersihkan madu dari lilin dan aku murnikan dari campurannya. Ada yang berpendapt, kata النّصيحة diambil dari ungkapan نصح الرجل ثوبه اذ خاطه, berarti: seseorang (penjahit) merapikan pakaiannya saat menjahit. Artinya, perilaku sang pemberi nasihat menyangkut apa yang dinasihatkan kepada pihak yang dinasihati, disamakan dengan memperbaiki pakaian. ائمّة المسلمين (pemimpin-pemimpin kaum muslimin). Yakni para penguasa mereka. عامّتهم (umat Islam pada umumnya). Yaitu seluruh kaum muslimin selain penguasa . E. SEORANG MUSLIM TIDAK DISENGAT DUA KALI DARI SATU LUBANG وقال معاوية: لا حكيم الّا ذو تجربة Muawiyah berkata: Tidak ada orang yang bijak, kecuali yang memiliki pengalaman. عن ابى هريرة رصي الله عنه عن النّبيّ صلى الله عليه وسلّم انّه قال: لا يلدغ المؤمن من حجر واحد مرّتين Dari az-Zuhri, dari Ibnu al-Musayyib, dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: Orang mukmin tidak disengat dua kali dari satu lubang. Keterangan Hadits (Bab seorang mukmin tidak disengat dua kali dari satu lubang). Kata al-Ladgh artinya sengatan binatang berbisa. Sedangkan al-ladzgh artinya sundupan api. Hal ini sudah dijelaskan pada pembahasan tentang pengobatan. وقال معاوية: لا حكيم الّا ذو تجربة (Muawiyah berkata: Tidak ada orang yang bijak, kecuali yang memiliki pengalaman). Dalam riwayat al-Ashili disebutkan الّا ذو تجربة (kecuali orang yang memiliki pengalaman). Dalam riwayat Abu Dzar yang dinukil selain melalui jalur al-Kasymihani disebutkan لا حلم الّا بتجربة (tidak ada kesantuan, kecuali dengan pengalaman). Sedangkan di dalam riwayat al-Kasymihani disebutkan, الّا لذي تجربة (kecuali bagi yang memiliki pengalaman). Atsar ini disebutkan oleh Abu bakar bin Abi Syaibah melalui sanad yang maushul dalam kitabnya al-Mushannaf dari Isa bin Yunus, dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dia berkata, Muawiyah berkata لا حليم الّا ذو تجربه (tidak ada orang yang santun, kecuali yang memiliki pengalaman). Dia mengatakan tiga kali. Dia mengatakan dari Hadits Abi Sa’id, yang dinisbatkan kepada Nabi saw, لا حليم الّا ذو عشرة، ولا حكيم الّا ذو تجربة (tidak ada orang santun kecuali yang pernah salah, dan tidak ada orang yang bijak kecuali yang mempunyai pengalaman). Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban. Ibnu al-Atsir berkata. Maknanya, kesantunan tidak akan diperoleh hingga seseorang mengalami beberapa kejadian dan kesalahan, lalu dia mengambil pelajaran darinya, meneliti letak kesalahan dan menjauhinya. Ulama selainnya berkata. Maknanya, seseorang tidak menjadi penyantun yang sempurna kecuali orang yang pernah tergelincir dan salah sehingga dia merasa malu. Oleh karena itu, hendaknya orang melihatnya dalam kondisi seperti itu agar menutupinya dan memaafkannya. Demikian pula orang yang terlalu mencoba berbagai urusan niscaya akan mengetahui manfaat dan bahayanya, maka dia tidak akan melakukan sesuatu kecuali karena hikmah. لا يلدغ (tidak disengat). Huruf akhir kata يلدغdiberi tanda dhammah yang menunjukkan kalimat berita. Al-Khaththabi berkata. Kalimatnya berbentuk cerita, tetapi mengandung makna perintah. Maksudnya, hendaklah seorang mukmin teguh dan waspada, jangan mengulangi kesalahan serupa dari satu arah. Demikian juga dalam urusan agama, bahkan dalam urusan agama lebih patut untuk berhati-hati. من حجر (dari lubang). Dalam riwayat al-Kasymihani dan as-Sarakhsi disebutkan, واحد (yang satu). Dalam sebagian naskah menyebutkan, حجر حيّة (lubang ular), tapi ini adalah tambahan yang syadz. Ibnu Baththal berkata, di sini mengandung adab yang diajarkan Nabi saw kepada umatnya. Beliau mengingtkan kepada mereka untuk berhati-hati terhadap perkara yang dikhawatirkan menimbulkan akibat buruk. Maka serupa juga disebutkan dalam Hadits, المؤمن كيس حذر (mukmin itu cerdas dan hati-hati). Hadits ini diriwayatkan penulis kitab Musnad al-Firdaus dari Anas dengan sanad yang lemah. Dia berkata, perkataan ini termasuk masalah yang tidak bisa ditandingi oleh Nabi saw. Pertama kali Nabi mengucapkannya kepada Abu Izzah al-Jumahi sang penyair. Dia ditawan di Badar, lalu mengeluhkan keadaan keluarganya serta kefakirannya, maka Nabi saw melepaskannya tanpa tebusan. Kemudian ia tertangkap lagi pada perang uhud dan berkata. Berilah anugerah kepadaku. Lalu dia menyebutkan kefakiran serta keluarganya. Maka beliau bersabda, sungguh engkau tidak akan kembali ke Mekkah dan mengatakan “Aku telah menundukkan Muhammad dua kali”. Setelah itu beliau memerintahkan untuk membunuhnya. Kisahnya diriwayatkan dari Ibnu Ishaq di kitab al-Maghazi tanpa sanad. Ibnu Hisyam berkata di kitab Tahdzib as-Sirah, telah sampai kepadaku bahwa Nabi saw bersabda saat itu, “mukmin tidak akan disengat dua kali dari satu lubang” . BAB III PENUTUP Kesimpulan • Istiqomah adalah iltizam (komitmen) pada manhaj Islam. Umar bin Khatthab ra berkata: istiqomah adalah kamu berdiri di atas perintah dan larangan, dan tidak terombang-ambing seperti musang (yang berlarian kesana-kemari). Istiqomah merupakan tingkatan yang tinggi, yang mengindikasikan sempurnanya keimanan dan tingginya himmah (cita-cita). • Rendah hati, kata tawadhu berasal dari akar kata dhi’ah artinya rendah. Maksudnya ialah menunjukkan sikap rendah hati terhadap orang yang ingin dihormati atau sikap menghormati orang yang memiliki keutamaan yang lebih darinya. At-Thabrani berkata, rendah hati mengandung kemaslahatan bagi agama dan dunia, karena jika manusia menggunakannya di dunia, kedengkian akan hilang di antara mereka, dan mereka akan terbatas dari rasa letih saling membangun dan mengungguli. • Yakin dan tawakkal, keutamaan berserah diri kepada Allah dan bersandar kepadanya dalam menolak bahaya atau menarik manfaat, dan segala sesuatu yang telah disediakan Allah untuk orang-orang yang bertawakkal, yaitu berupa pahala dan ganjaran. Carilah rezeki dengan bersandar sepenuhnya kepada Allah, maka Dia akan memudahkanmu dalam mendapatkan rezeki. • Nasihat itu biasanya disertai dengan dzikir kepada Allah, dan telah dikemukakan bahwa dzikir itu termasuk doa. Nasihat adalah suatu kalimat yang mengekspresikan keinginan baik untuk pihak yang dinasihati. Kewajiban kaum muslimin untuk memberi nasihat karena ia merupakan tiang dan penopang agama. • Seorang muslimin tidak disengat dua kali dari satu lubang. Ibnu al-Atsir berkata, maknanya, kesantunan tidak akan diperoleh hingga seseorang mengalami berbagai kejadian dan kesalahan, lalu dia mengambil pelajaran darinya, meneliti letak letak kesalahan dan menjauhinya. DAFTAR PUSTAKA Muhammad, Syaikh, bin Salih al-Utsmani. Syarah Riyadus Shalihin. Jakarta. Darus Sunnah Press. 2007 Bugha, Mushthafa, Nuzhatul Muttaqin. Jakarta. Muassasatus. 2005 Al-Bani, Muhammad, Nasiruddin. Shahih Sunan Tirmidzi. Jakarta. Pustaka Azzam. 2006 Asqalani, Ibnu Hajar. Fathul Bari, Syarah Shahih al-Bukhari. Jakarta. Pustaka Azzam 2009
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak, di mana hak-hak tersebut harus dilindungi demi terwujudnya kesejahteraan. Hak-hak yang terdapat pada setiap diri manusia adalah sebuah karunia tuhan yang harus dijunjung tinggi oleh diri manusia itu sendiri ataupun orang lain. Undang-undang di Indonesia juga telah memberikan pernyataan tegas tentang perlindungan HAM, jadi apabila ada pelanggaran yang menyangkut hak-hak tersebut, maka korban pelanggaran HAM berhak mendapatkan pembelaan hukum. B. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah tentang Hak Asasi Manusia (HAM) dan hal-hal yang terkait dengan HAM. BAB II PEMBAHASAN HAK ASASI MANUSIA Sistem nilai yang menjelma dalam konsep hak asasi manusia (HAM) tidaklah semata-mata sebagai produk barat, melainkan memiliki dasar pijakan yang kokoh dari seluruh budaya dan agama. Pandangan dunia tentang HAM adalah pandangan kesemestaan bagi eksistensi dan proteksi kehidupan dan kemartabatan manusia. Wacana HAM terus berkembang seiring dengan intensitas kesadaran manusia atas hak dan kewajiban yang dimilikinya. Namun demikian, wacana HAM menjadi aktual karena sering dilecehkan dalam sejarah manusia sejak awal hingga kurun waktu ini gerakan dan diseminasi HAM terus berlangsung bahkan dengan menembus batas-batas tutorial sebuah Negara . A. Sejarah Hak Asasi Manusia 1. Hak Asasi Manusia di Yunani Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya. 2. Hak Asasi Manusia di Inggris Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. 3. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan Declaration Of Independence Of The United States. 4. Hak Asasi Manusia di Prancis Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan Declaration Des Droits De L’homme Et Du Citoyen yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite). 5. Hak Asasi Manusia oleh PBB Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia (commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948 Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa Universal Declaration Of Human Rights atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia. 6. Hak Asasi Manusia di Indonesia Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti melaksanakandengansebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatika nketentuan-ketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara multak tanpa memperhatikan hak orang lain . B. Pengertian Hak dan Asasi Manusia Untuk memahami hakekat HAM, terlebih dahulu akan di jelaskan pengertian dasar tentang Hak. Secara definiti Hak merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku melindungi kebebasan, kebebalan, serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam teaching humain raight, United nations sebagaimana Baharuddin Lopa menegaskan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang tanpanya manusia tidak dapat hidup sebagai manusia”. Menurut Jhon Lock menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberi langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak-hak kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini bersifat mendasar bagi hidup dan kehidupan dan merupakan hal kodrati yang tidak bisa dilepas dari dalam kehidupan manusia. Sedangkan dalam UUD No 39 tahun 1999 tentang HAM pasal 1 disebutkan “Hak Asasi Manusia” adalah seperangkat hak yang melekat pada haikiat dan keberdaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM diatas diperoleh suatu kesimpulan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental, sebagai suatu anugrah Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau Negara. Dengan demikian hakikat kehormatan dan pearlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan, yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum . C. Macam-Macam Hak Asasi Manusia Secara garis besar hak asasi manusia itu meliputi: 1. Hak-hak asasi pribadi atau personal rights yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebassan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan lain sebagainya. 2. Hak-hak asasi ekonomi atau property rights yaitu: hak untuk memiliki sesuatu, membeli dan menjual serta memanfaatkannya. 3. Hak-hak asasi politik atau political right yaitu: hak unntuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih, (dipilih dan memilihndalam suatu pemerintahan umum), hak untuk mendirikan partai politik dan sebagainya. 4. Hak-hak asasi manusia untuk medapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan atau rights of legalequality. 5. Hak-hak asasi social dan kebudayaan atau social and culture rights. Umpamanya hak untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya. 6. Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara pengadilan dan perlindungan atau procedural rights. Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahan, peradilan dan sebagainya . D. Landasan Hukum Tentang HAM Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya Pasal 28B 1. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. 2. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28C 1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, senidanbudaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. 2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. 3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. 4. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. Pasal 28D 1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Pasal 28E 1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. 2. Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. 3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Pasal 28G 1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. 2. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. Pasal 28H 1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. 2. Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. 3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. 4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. Pasal 28 I 1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. 2. Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. 3. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. 4. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. 5. Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hokum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan. Pasal 28J 1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis . BAB III PENUTUP Kesimpulan HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental, sebagai suatu anugrah Allah yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau Negara. Dengan demikian hakikat kehormatan dan pearlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan, yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Indonesia bukanlah Negara pertama yang mencetuskan Hak Asasi Manusia, jauh sebelum Indonesia sudah ada negara-negara lain yang merumuskan tentang HAM ini. Seperti Yunani, Inggris, Amerika Serikat, Prancis bahkan PBB. Namun Indonesia termasuk ke dalam Negara yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi, terbukti ada undang-undang husus yang melindungi tentang HAM tersebut. DAFTAR PUSTAKA El Muhtaj, Majda Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2008 http://emperordeva.wordpress.com/about/sejarah-hak-asasi-manusia Azra, Azyumardi. Demokrasi, HAM, Masyarakat Madani. Prenada Media. Jakarta. 2000 Naning, Ramadlon. Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia. Lembaga kriminologi UI. Jakarta. 1983 http://id.wikisource.org/wiki/UndangUndang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945/Perubahan_II,

adil dan bijaksana

RESUMAN MAKALAH KELOMPOK I DAN II Peradilan adalah kekuasaan negara di bidang penerimaan, pemeriksaan, penyidangan, pemutusan dan penyelesaian perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan. Sedangkan pengadilan adalah badan yang melakukan peradilan berupa memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Pengadilan merupakan badan peradilan dan bersifat konkrit. Bila diperkenankan, antara pengadilan dan peradilan dapat dianalogikan dengan gelas serta airnya. Pengadilan berkedudukan sebagai gelas yang merupakan wadahnya, sedangkan peradilan berkedudukan sebagai airnya yang merupakan isi dari gelas tersebut. Jadi, kita dapat merasakan fungsi gelas tersebut bila telah diisi air, yaitu untuk minum. Begitupun pengadilan dan peradilan, yang dapat kita rasakan fungsinya bila telah mengetahui kedudukan masing-masing. Peradilan agama merupakan peradilan yang khusus menangani perkara-perkara perdata dimana pihak-pihak yang terkait beragama islam. Pengertian tersebut sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UU No. 7 tahun 1989. Susunan peradilan diatur dalam BAB II pasal 6 sampai dengan pasal 48 UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama. Pasal 6 menetapkan bahwa peradilan terdiri dari pengadilan agama sebagai pengadilan tingakat pertama dan pengadilan tinggi agama sebagai pengadilan tingkat banding. Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama seperti perkara perkawinan, perceraian, waris, wasiat, waqaf, dll. Hal tersebut sesuai dengan pasal 49 ayat 1 UU No. 7 1989. Di dalam UU No. 7 tahun1989 terdapat beberapa asas umum pada lingkungan perasdilan agama. Asas-asas tersebut merupakan fundamen dan pedomam umum dalam melaksanakan penerapan semangat undang-undang tersebut. Asas-asas tersebut ialah: • Asas personalitas keislaman • Asas kebebasan • Asas wajib mendamaikan • Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan • Asas persidangan terbuka untuk umum • Asas legalitas • Asas aktif memberi bantuan Cakupan kekuasaan yang terdapat pada pengadilan agama adalah: • Cakupan kekuasaan relatif Yaitu kekuasan yang berhubungan dengan daerah hukum suatu pengadilan, baik pengadilan tingkat pertama ataupun pengadilan tingkat banding. • Cakupan kekuasaan mutlak Kekuasaan pengadilan agama itu diatur dalam Bab III pasal 49 sampai dengan pasal 53 UU No. 7 tahun 1989. PENGERTIAN ADIL DAN BIJAKSANA Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya sesuai dengan porsi dan kapasitasnya dalam berbagai hal. Bijaksana adalah kemampuan menilai secara benar dan mengikuti petunjuk pelaksanaan yang terbaik, berdasar pada pengetahuan dan pengertian. Contoh adil: • Pemberantasan korupsi tanpa pandang bulu. • Memberikan bantuan pangan secara menyeluruh. • Hakim memutus perkara berdasarkan prosedur. • Perlindungan hukum kepada setiap kalangan. • Polisi yang tidak membedakan saat ia memeriksa orang biasa dengan orang berpangkat. • Seorang suami yang membagi rata seluruh yang dia miliki kepada setiap istri-istrinya. • Tidak memprioritaskan suatu hal yang bisa menguntungkan dirinya tetapi merugikan orang lain. • Seorang ibu tidak dibenarkan melebih-lebihkan seorang anak di antara anak-anaknya yang lain. • Tidak membeda-bedakan suku dalam hal pemberian hak. • Seorang dosen memberlakukan mahasiswa secara profesional. Contoh bijaksana: • Seorang ayah memberikan uang saku kepada anak-anaknya berdasarkan kebutuhan masing-masing. • Keputusan seorang hakim mengenai kasus baru yang sebelumnya tidak pernah terjadi dan belum ada undang-undang yang mengatur. • Pemberian bonus kepada pekerja yang rajin. • Mendahulukan kepentingan umum ketimbang kepentingan pribadi. • Menegur kesalahan seseorang dengan kata-kata yang tidak menyinggung. • Menerima pendapat orang lain yang lebih bermanfaat meskipun sudah mempunyai pendapat yang ia anggap baik. • Keringanan yang diberikan oleh seorang dosen kepada mahasiswa yang mempunyai alasan untuk tidak mengikuti kuliah. • Memaafkan kesalahan-kesalahan kecil yang dilakukan oleh pegawai yang tidak disengaja. • Meninggalkan hal-hal yang disukai demi kebaikkan. • Mengambil jalan kekeluargaan dalam menyelesaikan masalah.
TUGAS MIDLE TEST DOSEN PENGASUH Peradilan di Indonesia A. Ainani Aswad TUGAS MIDLE TEST Oleh: Ahmad Tohayin : 1001110033 INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI FAKULTAS SYARIAH JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH BANJARMASIN 2011 KATA PENGANTAR بسم الله الرّ حمن الرّ حيم Pujian dan sanjungan hanya milik Allah, semoga selalu terpatri kokoh di dalam relung hati ini. Tak rapuh terkikis waktu, tak goyah diterpa zaman dan tak layu dihunjam godaan. Shalawat serta salam semoga tak pernah putus dan selalu mengalir keharibaan junjungan Nabi besar Muhamad saw, sahabat, keluarga, serta pengikut beliau hingga hari kiamat. Amin Alhamdulillah dalam kesempatan ini kami berhasil menyelesaikan sebuah makalah dalam rangka memenuhi tugas yang menjadi syarat penilaian midle test. Segala kemampuan kami curahkan demi terciptanya sebuah karya tulis sederhana ini. Permohonan maaf kami sampaikan kepada dosen pengempu mata kuliah Peradilan di Indonesia bapak Ahmad Ainani Aswad, jika di dalam karya tulis kami ini terdapat sesuatu yang kurang berkenan, baik dari segi bahasa, penyajian, atau pun yang lainnya. Akhirnya, semoga makalah yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. amin Banjarmasin, 27 November 2011 Ahmad Tohayin DAFTAR ISI COVER....................................................................................................................1 KATA PENGANTAR.............................................................................................2 DAFTAR ISI............................................................................................................3 BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................4 BAB II : PEMBAHASAN a. Fungsi peradilan di masa lampau..............................................5 b. Fungsi peradilan di masa sekarang............................................5 c. Perbedaan fungsi antara pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan tata usaha negara, pengadilan militer, pengadilan tipikor dan pengadilan konstitusi...............................................7 d. Latarbelakang munculnya pemilahan antar pengadilan..........11 e. Aturan UUD 1945 mengenai peradilan...................................14 BAB III : PENUTUP Kesimpulan..................................................................................17 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sehubungan dengan adanya midle test yang berbentuk tugas pembuatan makalah, maka kami berusaha untuk menyelesaikannya dengan cara mengkaji dan menelaah beberapa literatur. Pembahasan demi pembahasan kami coba uraikan dengan seksama, sesuai dengan kemampuan kami dalam memahami literatur yang kami jadikan sebagai referensi. B. Rumusan masalah Adapun hal-hal yang akan kami ulas dalam makalah ini tidak lepas dari pembahasan-pembahasan yang telah ditentukan. Pembahasan-pembahasan tersebut adalah: 1. Fungsi peradilan di masa lampau 2. Fungsi peradilan di masa sekarang 3. Perbedaan fungsi antara pengadilan umum, pengadilan agama, pengadilan tata usaha negara, pengadilan militer, pengadilan tipikor dan pengadilan konstitusi 4. Latarbelakang munculnya pemilahan antar pengadilan 5. Aturan UUD 1945 mengenai peradilan BAB II PEMBAHASAN A. FUNGSI PERADILAN DI MASA LAMPAU Pada masa penjajahan Belanda, peradilan yang diterapkan dibumbui dengan kepentingan Belanda, sehingga pada saat itu aturan-aturan yang ada di peradilan diatur oleh peraturan perundang-undangan Kompeni. Mengenai peraturan-peraturan yang belum ditetapkan oleh belanda, hukum adatlah yang dijadikan sebagai sumber rujukan. Pada masa kerajaan Mataram, pengadilan digolongkan menjadi dua jenis, yaitu Pradata dan Padu. Pengadilan pradata melaksananakan pengadilan terhadap perkara-perkara yang berat seperti pembunuhan, pembakaran, dan sebagainya yang diancam dengan pidana siksaan atau pidana mati. Di luar kota Mataram dan di daerah-daerah taklukan, peradilan untuk perkara-perkara kecil yang tidak diancam dengan siksaan atau pidana mati dilakukan oleh pengadilan padu. Setelah menyimak gambaran singkat mengenai sejarah peradilan, dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi peradilan pada masa itu adalah menangani dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjurus kepada arah kriminal melalui proses pengadilan . B. FUNGSI PERADILAN DI MASA SEKARANG Peradilan yang ada pada saat ini lebih terorganisasi secara baik, ada beberapa tingkatan di dalamnya, sehingga penanganan perkara dalam peradilan tersebut dapat teroptimalisasikan. Adapun tingkatan-tingkatan yang terdapat di ranah peradilan adalah: 1. Peradilan Tingkat Pertama Fungsinya adalah memeriksa sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan yang diajukan oleh keluarga atau kuasa tersangka pada ketua pengadilan dengan menyebutkan alasan-alasannya. 2. Peradilan Tingkat Kedua (banding) Fungsi peradilan tingkat kedua adalah sebagai berikut: a. Menjadi pimpinan bagi peradilan-peradilan negeri di daerah hukumnya. b. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan di daerah hukumnya dan menjaga supaya peradilan itu diselesaikan dengan seksama dan sewajarnya. c. Mengawasi dan meneliti perbuatan para hakim pengadilan negeri di daerah hukumnya. d. Untuk kepentingan negara dan keadilan, pengadilan tinggi dapat memberikan peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada pengadilan negeri di daerah hukumnya. 3. Mahkamah Agung Mahkamah agung sebagai pengadilan negara tertinggi, berkedudkan di Ibu Kota Negara RI atau di lain tempat yang ditetapkan oleh Presiden. Fungsi Mahkamah Agung adalah sebagai berikut: a. Sebagai puncak semua peradilan dan sebagai pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan dan memimpin pengdilan-pengadilan yang bersangkutan. b. Melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan disemua lingkungan peradilan di Indonesia dan menjaga supaya peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya. c. Mengawasi dengan cermat perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan. d. Untuk kepentingan negara dan keadilan, Mahkamah Agung memberikan peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu baik dengan surat tersendiri, maupun dengan surat edaran. Berdasarkan penjelasan di atas, fungsi peradilan yang ada pada saat ini ternyata sama dengan peradilan terdahulu, yaitu melaksanakan proses mencari keadilan melalui pengadilan. Adapun yang menjadi perbedaan antara peradilan saat ini dengan peradilan terdahulu ialah mekanisme yang di gunakan untuk menangani perkara . C. PERBEDAAN FUNGSI ANTARA PENGADILAN UMUM, PENGADILAN AGAMA, PENGADILAN TATA USAHA NEGARA, PENGADILAN MILITER, PENGADILAN TIPIKOR DAN PENGADILAN KONSTITUSI 1. PENGADILAN UMUM Fungsi Pengadilan Umum atau Pengadilan Negeri, dijelaskan dalam pasal 50. UU. No.2 Tahun 1986. “Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.” Pasal ini tidak mengalami perubahan meskipun UU. No.2 Tahun 1986 telah mengalami dua kali perubahan . 2. PENGADILAN AGAMA Fungsi Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 UU. No7 Tahun 1989. 1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; c. wakaf dan shadaqah. 2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. 3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut . Namun pasal ini mengalami perubahan yang kemudian dimuat dalam pasal 49 UU. No.3 Tahun 2006. Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g. infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah . 3. PENGADILAN TATA USAHA NEGARA Fungsi pengadilan tata usaha negara dituangkan dalam pasal 47 dan pasal 48 UU. No.5 Tahun 1986. Pasal 47 Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Pasal 48 1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia. 2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan . Dua pasal mengenai fungsi pengadilan tata usaha negara ini tidak mengalami perubahan meskipun UU. No.5 Tahun 1986 telah mengalami dua kali perubahan. 4. PENGADILAN MILITER Fungsi pengadilan militer dijelaskan dalam pasal 8 dan pasal 9 UU. No.31 Tahun 1997. Pasal 8 1) Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer merupakan badan pelaksana kekuasaan kehakiman di lingkungan Angkatan Bersenjata. 2) Pelaksanaan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpuncak pada Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Pasal 9 Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang: 1) Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah: a. Prajurit; b. yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit; c. anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang; d. seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer. 2) Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata. 3) Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihakyang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligusmemutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan . 5. PENGADILAN TIPIKOR Fungsi pengadilan TIPIKOR dijelaskan dalam pasal 5, pasal 6 dan pasal 7 UU. No.46 Tahun 2009. Pasal 5 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi. Pasal 6 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara: a. tindak pidana korupsi; b. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau c. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi. Pasal 7 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar wilayah negara Republik Indonesia . 6. PENGADILAN KONSTITUSI Fungsi pengadilan konstitusi atau yang acap kali disebut mahkamah konstitusi dijelaskan dalam pasal 10 UU. No.24 Tahun 2003. Pasal 10 1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: • menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; • memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; • memutus pembubaran partai politik; dan • memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: • pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang. • korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang. • tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. • perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden dan/atau Wakil Presiden. • tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 . D. LATARBELAKANG MUNCULNYA PEMILAHAN ANTAR PENGADILAN Sebenarnya panjang riwayat mengenai kemunculan pemilahan antar pengadilan tersebut, tetapi saya di sini akan mengungkapkannya sejak keberlakuan UU. No.19 tahun 1964. Mengenai pemilahan antar pengadilan telah dijelaskan dalam pasal 7, yaitu: 1) Kekuasaan Kehakiman yang berkepribadian Pancasila dan yang menjalankan fungsi Hukum sebagai Pengayoman, dilaksanakan oleh Pengadilan dalam lingkungan: a. Peradilan Umum; b. Peradilan Agama; c. Peradilan Militer; d. Peradilan Tata Usaha Negara. 2) Semua pengadilan berpuncak pada Mahkamah Agung, yang merupakan pengadilan tertinggi untuk semua lingkungan peradilan. 3) Peradilan-peradilan tersebut dalam ayat (1) di atas teknis ada di bawah pimpinan Mahkamah Agung, tetapi organisatoris, administratif dan finansial ada di bawah kekuasaan Departemen Kehakiman, Departemen Agama dan Departemen-departemen dalam lingkungan Angkatan Bersenjata. 4) Ketentuan dalam ayat (1) tetap membuka kemungkinan untuk usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian di luar pengadilan . Pada tahun 1970 undang-undang ini dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan, terlebih mengenai ketentuan pokok-pokok kekuasaan kehakiman. Sehinggga pada tangga 17 Desember diberlakukan UU. No.14 tahun 1970. Adapun pasal yang menjelaskan pemilahan macam-macam peradilan terdapat pada pasal 10. 1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan; a. Peradilan Umum; b. Peradilan Agama; c. Peradilan Militer; d. Peradilan Tata Usaha Negara. 2) Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi. 3) Terhadap putusan-putusan yang diberikan tingkat terakhir oleh Pengadilanpengadilan lain dari pada Mahkamah Agung, kasasi dapat diminta kepada Mahkamah Agung. 4) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan Pengadilan yang lain, menurut ketentuan yang ditetapkan dengan Undang-undang. Penjelasan pasal 10 UU. No14 Tahun 1970: 1) Undang-undang ini membedakan antara empat lingkungan peradilan yang masing-masing mempunyai lingkungan wewenang mengadili tertentu dan meliputi Badan-badan Peradilan tingkat pertama dan tingkat banding. Peradilan Agama, Militer dan Tata Usaha Negara merupakan peradilan khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat tertentu, sedangkan Peradilan Umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya mengenai baik perkara perdata, maupun perkara pidana. Perbedaan dalam empat lingkungan peradilan ini, tidak menutup kemungkinan adanya pengkhususan (differensiasi/spesialisasi) dalam masing-masing lingkungan, misalnya dalam Peradilan Umum dapat diadakan pengkhususan berupa Pengadilan lalu lintas, Pengadilan Anak-anak, Pengadilan Ekonomi, dan sebagainya dengan Undang-undang. 2) Cukup jelas. 3) Mahkamah Agung merupakan peradilan tingkat terakhir (kasasi) bagi semua lingkungan peradilan. 4) Pengawasan tertinggi terhadap pengadilan dalam semua lingkungan peradilan ditetapkan dalam Undang-undang tersendiri. Rasio untuk menentukan ini, karena adanya aspek-aspek khusus dari masing-masing lingkungan peradilan baik dalam bidang persoalan maupun dalam bidang mengenai orang-orangnya baik dalam hukum material maupun formil, yang diterapkannya. Kesemuanya itu perlu mendapatkan perhatian dari masing-masing Undang-undang yang berlaku . E. ATURAN UUD 1945 MENGENAI PERADILAN Peradilan di dalam UUD 1945 dijelaskan dalam pasal 24 dan pasal 25. Pasal 24 1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan 2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. 3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang. Pasal 24A 1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. 2) Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum. 3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. 4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung. 5) Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya diatur dengan undang-undang. Pasal 24B 1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memilik integritas dan kepribadian yang tidak tercela. 3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang. Pasal 24C 1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang- Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan ata pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. 3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. 4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim konstitusi. 5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara. 6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang. Pasal 25 Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang . Sebelum UUD 1945 mengalami amandemen, memang terjadi pendiskriminasian terhadap sebagian peradilan, peradilan agama misalnya yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung dan Departemen Agama. Hal ini membuat ruang gerak peradilan agama sangat terbatas, karena banyaknya campur tangan dari ke dua pengawas tersebut. Demikian halnya kekuasaan kehakiman pada saat itu yang berada di bawah kekuasaan Mahkamah Agung dan departemen kehakiman. Demi mewujudkan sistem peradilan yang independen, maka harus ada perubahan mengenai pasal-pasal peradilan. Namun undang-undang tentang peradiloan tidak dapat diubah sebelum mengubah sumber rujukan induk negara Republik Indonesia, yaitu UUD 1945. Hal inilah yang kemudian dilakukan oleh yudikatif untuk menyesuaikan kebutuhan hukum yang diperlukan. Akhirnya penyempurnaan demi penyempurnaan terus dilakukan terhadap UUD 1945. BAB III PENUTUP Kesimpulan Peran peradilan dari dahulu sampai sekarang sebenarnya tidak ada perubahan, hanya mekanismenya saja yang selalu berubah-ubah. Hal ini disebabkan karena kebutuhan masyarakat akan keadilan sangat besar dan selalu menuntut keseimbangan antara keadaan dan aturan yang dipakai untuk mendapatkan keadilan. Kemudian mengenai tingkatan-tingkatan peradilan juga sudah diatur secara jelas di dalam undang-undang, bahkan pemilahan-pemilahan peradilan pun sudah di laksanakan. Hal ini tidak lain untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat keadilan di negeri ini. Aturan perundang-undangan mengenai peradilan tidak berhenti sampai di sini, suatu saat nanti perubahan pasti akan terjadi kembali, mengingat kebutuhan hukum yang kita rasakan saat ini tidak mungkin akan selalu sama dengan yang dirasakan anak cucu kita kelak. DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum Peradilan Agama Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Undang Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang : Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 1964 Tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang No.14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Effendy, Marwan. Kejaksaan RI: Posisi dari Perspektif Hukum. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 2005 Listyarti, Retno. Setiadi. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta. Penerbit Erlangga. 2008
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Demokratik Timor Leste (juga disebut Timor Lorosa'e), yang sebelum merdeka bernama Timor Timur, adalah sebuah negara kecil di sebelah utara Australia dan bagian timur pulau Timor. Selain itu wilayah negara ini juga meliputi pulau Kambing atau Atauro, Jaco, dan enklave Oecussi-Ambeno di Timor Barat. Sebagai sebuah negara sempalan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Timor Leste secara resmi merdeka pada tanggal 20 Mei 2002. Sebelumnya bernama Provinsi Timor Timur, ketika menjadi anggota PBB, mereka memutuskan untuk memakai nama Portugis "Timor-Leste" sebagai nama resmi negara mereka. Di dalam makalah ini, sejarah peradilan Timor Leste tidak disebutkan secara detil. Hal itu disebabkan karena keterbatasan literatur yang kami dapatkan. Belum lagi ditambah dengan keadaan negara Timor Leste sendiri yang masih terkesan sangat muda. Sehingga bentuk peradilan yang kami bahas lebih mengarah kepada era kekinian. Adapun yang memicu ketertarikan kami untuk mengulas sekitar peradilan timor leste adalah, pandangan bahwa Timor Leste pernah menjadi bagian dari wilayah negeri ini. Sehingga timbul pertanyaan, apakah ada kesamaan antara peradilan Timor Leste dengan peradilan di Indonesia. B. Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan kami ulas dalam makalah ini adalah: 1. Mengenal negara Timor Leste melalui sejarah 2. Peradilan yang ada di dalamnya BAB II PEMBAHASAN Pada 20 Mei 2002, Timor-Timor diakui secara Internasional sebagai Negara merdeka dengan nama Timor Leste. Sistem pemerintahan Timor Leste adalah Demokrasi Rakyat dan bentuk pemerintahannya adalah Republik. Kepala Negara Republik Demokratik Timor Leste adalah seorang Presiden yang dipilih secara langsung dengan masa bakti 5 tahun, sedangkan fungsi pemerintahan dilaksanakan oleh Perdana Menteri. Meskipun fungsi Presiden hanyalah seremonial saja, ia juga memiliki hak veto terhadap undang-undang. Perdana Menteri dipilih dari pemilihan multipartai dan diangkat/ditunjuk dari partai mayoritas. Sebagai kepala pemerintahan, Perdana Menteri mengepalai dewan menteri atau Kabinet. Sejak kemerdekaan Timor Leste pada 2002, secara resmi Timor Leste mengakui dua bahasa resmi yaitu bahasa Tetum dan bahasa Portugis. Tapi secara faktual dilapangan, ternyata bahasa Indonesia banyak digunakan, karena lebih mudah dan familiar. Hususnya kalangan pelajar dan mahasiswa banyak yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar tulis dan akademik di lembaga-lembaga pendidikan . A. Sejarah Singkat Timor Leste Adapun sejarah singkat tentang Timor Leste dapat disajikan sebagai berikut:  Abad ke-16 : Kedatangan kaum Portugis  1902 : Pembagian Timor antara kaum Portugis dan Belanda secara definitif  1975 : Timor Portugis ditelantarkan Portugal yang dilanda Revolusi Anyelir  1976 : Bergabung dengan Indonesia, menjadi Provinsi Timor Timur  1976 – 1980 : Perang saudara; konon sekitar 100.000 - 250.000 orang tewas  1991 : Insiden Santa Cruz  1999 : Referendum pemisahan diri Timor Timur diizinkan presiden B. J. Habibie  1999 : Kerusuhan besar-besaran antara pro dan anti kemerdekaan dan pengungsian warga Timor Timur  2002 : Terbentuknya negara Timor Leste  2006 : Sepertiga mantan tentara nasional Timor Leste memberontak menuntut keadilan, pecah konflik antara pihak polisi yang mendukung pemerintah dengan pihak militer . Permasalahan Timor-Timor sebenarnya tidak ubahnya seperti permasalahan yang dimasa lalu juga pernah dialami oleh provinsi di Indonesia yang lain. Dalam proses integrasi, muncul aneka permasalahan yaitu salah satunya bersumber dari faktor perbedaaan sejarah dan proses integrasi yang penuh dengan kekerasan (pada masa penjajahan, Indonesia adalah wilayah yang dulunya dikuasai oleh Hindia-Belanda, sedangkan Timor-Timor diduduki oleh Portugis). Kemudian terjadinya “peristiwa Dili” pada 12 November 1991, yang diawali oleh bentrokan antara pemuda yang pro dan kontra terhadap integrasi. Kejadian ini juga yang menjadikan hubungan Indonesia dan Timor-Timor renggang. Dan peristiwa ini menjadi sorotan berita dalam dan luar negeri dan dengan dicampuri oleh Australia maka kejadian ini pun semakin menjadikan keadaan tidak kondusif . B. Pembentukan Pengadilan Tinggi Dili Pada tanggal 8 Januari 1996, terbentuklah Undang-Undang Nomor 1. Tahun 1996 tentang Pengadila Dili. Undang-Undang ini dibuat dengan pertimbangan sebagai berikut: a. bahwa perkembangan pembangunan di wilayah Propinsi Timor Timur, khususnya pembangunan di bidang hukum telah sampai pada tahap yang menghendaki perlunya peningkatan pelayanan hukum melalui pembangunan perangkat peradilan; b. bahwa dalam rangka meningkatkan pemerataan kesempatan untuk memperoleh keadilan danpeningkatan pelayanan hukum kepada masyarakat di wilayah Propinsi Timor Timur serta demitercapainya penyelesaian perkara dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan, dipandang perlumembentuk Pengadilan Tinggi di ibukota Propinsi Timor Timur, Dili; c. bahwa dengan dibentuknya Pengadilan Tinggi Dili, perlu diadakan peninjauan kembali daerah hukum Pengadilan Tinggi Kupang yang berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1978 meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri di seluruh wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Propinsi TimorTimur; d. bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang PeradilanUmum, pembentukan Pengadilan Tinggi perlu ditetapkan dengan Undang-undang; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu membentukUndang-undang tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Dili; Adapun isi undang-udang tersebut ialah: Pasal 1 Membentuk Pengadilan Tinggi Dili, berkedudukan di Dili. Pasal 2 1. Daerah Hukum Pengadilan Tinggi Dili meliputi wilayah Propinsi Timor Timur. 2. Seluruh Pengadilan Negeri di wilayah Propinsi Timor Timur merupakan Pengadilan Tingkat Pertama dari Pengadilan Tinggi Dili. Pasal 3 Dengan terbentuknya Pengadilan Tinggi Dili, maka daerah hukum Pengadilan Tinggi Kupang dikurangi dengan daerah hukum Pengadilan Negeri di seluruh wilayah Propinsi Timor Timur. Pasal 4 Pada saat terbentuknya Pengadilan Tinggi Dili, maka perkara pidana dan perkara perdata yang termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Tinggi Dili ditentukan sebagai berikut : a. perkara yang telah diperiksa tetapi belum diputus oleh Pengadilan Tinggi Kupang tetap diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tinggi Kupang; b. perkara yang telah diajukan kepada Pengadilan Tinggi Kupang tetapi belum diperiksa, dilimpahkan kepada Pengadilan Tinggi Dili. Pasal 5 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya,memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia . C. Undang-Undang Dasar Republik Demokratis Timor Leste Tentang Pengadilan Pada Tanggal 22 Maret 2002, Majelis Konstitusi Timor Leste mengesahkan Undang-Undang Dasar Republik Demokratis Timor Leste yang di dalamnya juga terdapat pasal-pasal mengenai pengadilan. Adapun bunyi pasal-pasal yang menjelaskan tentang pengadilan adalah: JUDUL V PENGADILAN BAB I PENGADILAN DAN ODITUR Pasal 118 Fungsi Yuridisional 1. Pengadilan adalah badan kedaulatan dengan wewenang untuk menjalankan hukum, atas nama rakyat. 2. Dalam menjalankan fungsi-fungsinya, pengadilan berhak memperoleh bantuan dari aparat pemerintah lainnya. 3. Putusan pengadilan adalah mutlak untuk dilaksanakan dan berada diatas kebijakan penguasa manapun juga. Pasal 119 Independency Pengadilan adalah independen dan hanya tunduk kepada Konstitusi dan Undang-Undang. Pasal 120 Apresiasi terhadap inkonstitusionalitas Pengadilan tidak diperkenankan menggunakan norma-norma yang bertentangan dengan Konstitusi atau prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Pasal 121 Hakim 1. Fungsi yudikatif adalah eksklusif dimiliki oleh para hakim dan dikukuhkan berdasarkan undang-undang. 2. Dalam pelaksanaan tugasnya, para hakim adalah merdeka dan hanya tunduk pada Konstitusi, Undang-undang dan hati nuraninya. 3. Para hakim tidak dapat dipindahkan, diberhentikan sementara, dimutasikan, dipensiunkan atau diberhentikan, kecuali berdasarkan undang-undang. 4. Untuk menjamin kemerdekaannya, para hakim dijamin untuk tidak bertanggungjawab terhadap dakwaan atau kebijakan-kebijakan, kecuali diatur dalam undang-undang. 5. Undang-undang mengatur organisasi yudikatif dan undang-undang tentang kehakiman. Pasal 122 Eksklusivisme Dalam pelakanaan tugasnya, para hakim tidak diperkenankan untuk menjalankan fungsi publik atau pribadi, kecuali aktivitas sebagai dosen atau peneliti ilmiah yang bersifat yuridis, berdasarkan undang-undang. Pasal 123 Kategori-kategori Pengadilan 1. Kategori-kategori pengadilan di Republik Demokratik Timor Leste adalah sebagai berikut: a. Makamah Agung dan pengadilan-pengadilan lainnya; b. Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit serta Pengadilan-Pengadilan Administrasi Tingkat Pertama; c. Pengadilan militer. 2. Tidak diperkenankan adanya pengadilan pengecualian dan tidak akan ada pengadilan khusus untuk mengadili jenis-jenis kejahatan tertentu. 3. Dibenarkan kehadiran pengadilan tentang kelautan dan pengadilan arbitrase. 4. Undang menentukan pembentukan, organisasi dan tata kerja pengadilan-pengadilan sebagaimana tersebut pada nomor-nomor sebelumnya. 5. Undang-undang dapat membentuk instrumen-instrumen dan bentuk-bentuk dari komposisi non yudisial dari konflik. Pasal 124 Makamah Agung 1. Makamah Agung adalah lembaga yudikatif tertinggi dalam hirarki pengadilan-pengadilan, penjamin keseragaman penggunaan undang-undang dan memiliki yurisdiksi di seluruh wilayah nasional. 2. Merupakan wewenang Makamah Agung, menyelenggarakan peradilan terhadap materi-materi yang bersifat yuridis-konstitusional dan elektoral. 3. Ketua Makamah Agung diangkat oleh Presiden Republik diantara para hakim dari Makamah Agung untuk satu masa jabatan selama enam tahun. Pasal 125 Tata Kerja dan Komposisi 1. Makamah Agung berfungsi : a. Dalam seksi-seksi sebagai Pengadilan Tinggi Tingkat Pertama, sesuai dengan Undang-undang; b. Secara paripurna, sebagai pengadilan tinggi tingkat dua dan satu-satunya instansi dalam hal-hal yang, secara jelas, ditentukan oleh undang-undang. 2. Makamah Agung terdiri dari Hakim-hakim karier, hakim-hakim dari Oditur atau dari pakar-pakar hukum yang berjasa dalam jumlah yang akan ditentukan oleh undang-undang, dan: a. Seorang dipilih oleh Parlamen Nasional; b. Sedangkan yang lainnya ditunjuk oleh Dewan Tinggi Kehakiman. Pasal 126 Wewenang konstitusional dan elektoral 1. Merupakan wewenang Makamah Agung dalam hal-hal yuridis-konstitusional: a. Mengapresiasi dan menyatakan tidak konstitusional dan tidak legal, tindakan-tindakan legislatif dan normatif dari badan-badan negara; b. Secara preventif, memeriksa konstitusionalitas dan legalitas referéndum; c. Memeriksa ketidak konstitusionalan yang ditimbulkan karena kesalahan; d. Memutuskan, dalam hal banding, untuk tidak menggunakan norma-norma yang dinyatakan inkonstitusional, oleh pengadilan-pengadilan tinggi; e. Memeriksa legalitas pembentukan partai-partai politik dan koalisi-koalisinya serta memerintahkan pendaftaran atau pembubarannya, berdasarkan konstitusi dan undang-undang. f. Melaksanakan wewenang lain yang ditentukan dalam Konstitusi atau undang-undang. 2. Dalam hal spesifik tentang pemilihan, menjadi wewenang Makamah Agung: a. Memeriksa syarat-syarakat legal yang ditentukan untuk pencalonan Presiden Republik; b. Memberi restu terakhir terhadap kenormalan dan keabsahan tindakan-tindakan dari proses elektoral, berdasarkan undang-undang yang bersangkutan; c. Mengesahkan dan mengumumkan hasil-hasil proses pemilihan umum. Pasal 127 Kelayakan Pemilihan 1. Hanya dapat menjadi anggota Makamah Agung, hakim-hakim karier, hakim-hakim dari Oditur atau pakar-pakar hukum yang diakui jasanya serta berwargawarganegara nasional. 2. Selain dari kriteria-kriteria tersebut pada nomor sebelumnya, undang-undang dapat menentukan lain. Pasal 128 Dewan Tinggi Kehakiman 1. Dewan Tinggi Kehakiman adalah badan manajemen dan disiplin intern Dewan Kehakiman yang berwenang untuk mengangkat, menempatkan, memindahkan dan mempromosikan para hakim. 2. Dewan Tinggi Kehakiman dipimpin oleh Ketua Makamah Agung dan keanggotaannya adalah sebagai berikut: a. Seorang ditunjuk oleh Presiden Republik; b. Seorang dipilih oleh Parlamen Nasional; c. Seorang ditunjuk oleh Pemerintah; d. Seorang dipilih diantara para hakim dan oleh para hakim. 3. Wewenang, Organisasi dan Tata Kerja Dewan Tinggi Kehakiman diatur dengan Undang-undang. Pasal 129 Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit 1. Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit adalah badan tinggi dalam hirarki Pengadilan-pengadilan Admnistrasi, Fiscal dan Audit tanpa mengabaikan wewenang Makamah Agung. 2. Ketua Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiscal dan Audit dipilih oleh dan diantara para hakim untuk satu masa jabatan selama empat tahun. 3. Merupakan wewenangan Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiskal dan Audit, sebagai instansi tunggal, pengawasan atas legalitas pengeluaran-pengeluaran publik dan mengaudit pengeluaran Negara. 4. Merupakan wewenag Pengadilan Tinggi Administrasi, Fiscal dan Audit serta Pengadilan Administrasi, Fiscal dan Audit tingkat pertama: a. Mengadili perkara-perkara yang bermuatan materi sengketa darurat dan memiliki hubungan yuridis administratif dan fiskal; b. Mengadili permohonan-permohonan banding yang bersifat bertentangan dan tumpang tindih dari kebijakan-kebijakan badan-badan negara, dari pemegang kekuasaan badan-badan yangbersangkutan serta aparat-aparatnya; c. Menjalankan wewenang lain yang diberikan oleh Undang-undang. Pasal 130 Pengadilan Militer 1. Adalah wewenang pengadilan militer, pada tingkat pertama, mengadili kejahatan-kejahatan yang berisfat militer. 2. Wewenang, organisasi, komposisi dan cara kerja Pengadilan Militer ditetapkan dengan Undang-undang. Pasal 131 Persidangan Pengadilan Persidangan Pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali Pengadilan yang bersangkutan menentukan lain, dalam suatu keputusan yang mendasar, untuk menjaga kehormatan orang, moral publik dan keamanan nasional atau untuk menjamin kenormalan fungsi-fungsinya. BAB II KEJAKSAAN Pasal 132 Fungsi dan Peranan 1. Kejaksaan mewakili Negara, melaksanakan tindakan-tindakan hukum, menjamin perlindungan terhadap kalangan usia muda, yang tidak hadir dan tidak mampu, membela legalitas demokratik dan mempromosikan ketaatan terhadap hukum. 2. Kejaksaan merupakan suatu kekuasaan yang tersusun, secara hierarkis, dibawah Jaksa Agung. 3. Dalam melaksanakan tugasnya, aparat kejaksaan diwajibkan dengan kriteria legalitas, obyektivitas, bebas dan tunduk kepada norma-norma dan perintah-perintah menurut undang-undang. 4. Kejaksaan memiliki undang-undang sendiri dan, dengan demikian aparat-aparatnya tidak dapat diberhentikan sementara, dipensiunkan atau diberhentikan, kecuali ditentukan dengan undang-undang. Pasal 133 Kejaksaan Agung 1. Kejaksaan Agung adalah badan tertinggi dari Oditur dengan komposisi dan wewenang ditentukan oleh undang-undang. 2. Kejaksaan Agung dipimpin oleh Jaksa Agung yang, apabila tidak berada di tempat atau berhalangan, diganti berdasarkan undang-undang. 3. Jaksa Agung diangkat oleh Presiden Republik untuk satu masa jabatan selama enam tahun, berdasarkan undang-undang. 4. Jaksa Agung bertanggungjawab kepada Kepala Negara dan menyampaikan laporan tahunan kepada Parlamen Nasional. 5. Jaksa Agung dapat meminta kepada Makamah Agung, pernyataan tentang inkonstitusionalitas, dengan kekuatan yang mengikat, terhadap norma-norma yang dinyatakan inkonstitusional dalam tiga kasus kongkrit. 6. Asisten-asisten Jaksa Agung diangkat, dipecat dan diberhentikan oleh Presiden Republik setelah mendengar Dewan Tinggi Kejaksaan. Pasal 134 Dewan Tinggi Kejaksaan 1. Dewan Tinggi Kejaksaan merupakan bagian integral dari Kejaksaan Agung. 2. Dewan Tinggi Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung dan keanggotaannya terdiri dari: a. Seorang ditunjuk oleh Presiden Republik; b. Seorang dipilih oleh Parlamen Nasional; c. Seorang ditunjuk oleh Pemerintah; d. Seorang dipilih dari dan oleh para hakim dari Kejaksaan. 3. Wewenang, susunan dan tata kerja Dewan Tinggi Kejaksaan ditentukan oleh Undang-undang. BAB III PENGACARA Pasal 135 Pengacara 1. Pelaksanaan pelayanan yuridis dan yudikatif adalah kepentingan sosial dan, oleh karena itu para pengacara dan pembela harus berpedoman kepada prinsip tersebut. 2. Para Pengacara dan para Pembela memiliki sebagai tugas utama, memberi kontribusi untuk suatu administrasi peradilan yang baik dan mengutamakan hak dasar warga negara. 3. Pelaksanaan advokasi diatur dengan undang-undang. Pasal 136 Jaminan dalam penyelenggaraan advokasi 1. Negara harus menjamin, berdasarkan undang-undang, keutuhan atas dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi pengacara, tidak diperkenankan pengeledahan, penahanan, pendaftaran atau tindakan-tindakan hukum lain, tanpa kehadiran hakim yang berkompeten dan, bila perlu, kehadiran pengacara yangbersangkutan. 2. Para pengacara berhak untuk menyampaikan, secara langsung, dengan jaminan kerahasiaan dengan klien-kliennya, terutama apabila klien-kliennya berada dalam tahanan sipil atau militer. BAB VI PEMERINTAHAN UMUM Pasal 137 Dasar-dasar Pemerintahan Umum 1. Penyelengaraan Pemerintahan Umum bertujuan untuk melaksanakan kepentingan umum dalam hal menghormati hak dan kepentingan asasi warganegara dan hak badan-badan konstitusional. 2. Pemerintahan Umum disusun untuk menghindari birokratisasi, mendekatkan seluruh kegiatan kepada masyarakat dan menjamin partisipasi dari yang berkepentingan dalam managemannya secara efektif. 3. Undang-undang menentukan hak dan jaminan dari yang dipimpin seperti, melawan tindakan-tindakan yang merugikan hak-hak dan kepentingan-kepentingan asasinya . BAB III PENUTUP Kesimpulan Timor Leste secara resmi merdeka pada tanggal 20 Mei 2002. Sebelumnya bernama Provinsi Timor Timur, ketika menjadi anggota PBB, mereka memutuskan untuk memakai nama Portugis "Timor-Leste" sebagai nama resmi negara mereka. Ternyata, meskipun negara Timor Leste sudah mempunyai bahasa resmi, tetapi masih banyak di antara rakyatnya yang menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, terlebih penggunaan tersebut banyak dijumpai di kalangan pelajar dan mahasiswa. Pada Tanggal 22 Maret 2002, Majelis Konstitusi Timor Leste mengesahkan Undang-Undang Dasar Republik Demokratis Timor Leste yang di dalamnya juga terdapat pasal-pasal mengenai pengadilan. Pengadilan yang dikenal oleh negara Timor Leste adalah badan kedaulatan dengan wewenang untuk menjalankan hukum atas nama rakyat. Kemudian dalam menjalankan fungsi-fungsinya, pengadilan berhak memperoleh bantuan dari aparat pemerintah lainnya. Sedangkan putusan pengadilan adalah mutlak untuk dilaksanakan dan berada diatas kebijakan penguasa manapun juga. Pengadilan yang terdapat di Timor Leste juga bersifat independen dan hanya tunduk kepada Konstitusi dan Undang-Undang. DAFTAR PUSTAKA Saifullah. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2010 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 tahun 1996 tentang pembentukan Pengadilan Tinggi Dili Timor Timur Dalam Integrasi 1976 Sampai 1999 Konstitusi Republik Timor Leste Sejarah Timor Leste